29 : Arsya si manusia purba

19.3K 1.3K 58
                                    

☁☁☁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☁☁☁

Nala menatap aneh Arsya yang duduk di hadapannya. Mata bulat itu tak sekali pun teralih dari Arsya yang tampak sibuk.

"Kak," panggilnya membuat Arsya mengangkat kepala dan menghentikan kegiatannya sejenak.

"Hm?"

"Kakak ... beneran manusia purba ya?" tanya Nala dengan wajah polosnya membuat kening Arsya mengkerut.

Ia memang tidak aneh saat Nala berkata bahwa dirinya manusia purba. Tapi situasi saat inilah yang membuat Arsya merasa aneh dengan sebutan itu.

"Maksudnya?" tanya Arsya.

Nala tidak langsung menjawab, justru tatapannya jatuh pada apa yang tadi Arsya lakukan.

"Liat," ucapnya menunjuk sebuah piring yang ada di hadapan Arsya.

"Coba sebutin apa namanya manusia yang gak suka kulit ayam selain manusia purba?" lanjutnya membuat Arsya ikut menunduk, melihat daging ayam yang sudah dipisahkan kulitnya.

"Saya gak suka," balas Arsya santai.

"Iya justru itu, manusia mana yang gak suka sama kulit ayam kak?" tanya Nala lagi, ia sungguh gemas saat Arsya menggeserkan kulit ayam yang lelaki itu taruh di atas tissu agar sedikit menjauh darinya.

"Ada, saya."

"Kak, kakak beneran manusia purba?" pertanyaan itu kembali muncul, kini terdengar dramatis dengan mimik wajah yang seolah terkejut.

Arsya tak lagi bisa menahan senyumnya, sampai akhirnya senyum itu hadir membuat Nala terperangah.

"Woilah!! Kanebo kering kalo senyum bikin meleleh!!" pekik Nala yang terpaku akan senyum Arsya.

"Kulit gak enak," jawab Arsya menyadarkan Nala.

"Hah? Manusia macam apa coba yang kaya gitu?" tanya Nala lagi.

Ia benar-benar tidak percaya bahwa ada manusia semacam Arsya. Nala ini kelompok kulit ayam garis keras, makanya merasa aneh saat melihat orang yang tidak menyukai kulit seperti Arsya.

"Fix, kakak manusia purba," ucap Nala dengan gelengan kepalanya.

Setelah itu ia mulai memakan makannya dengan kulit ayam yang ia sisihkan di pinggir piring--untuk di makan terakhir karena itulah yang paling nikmat.

"Itu, kulitnya juga gak kamu makan," ucap Arsya saat tak melihat Nala memakannya.

Nala menatap Arsya sambil mengunyah, lalu setelah ia telan ia mengambil kulit itu dan di sodorkan pada Arsya.

"Ini, harta paling berharga. Harus dijaga sedemikian rupa, untuk bisa dinikmati diakhir cerita," balasnya lalu kembali menaruh kulit itu di pinggir piringnya.

Lagi, Arsya tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. "Kalo suka, harusnya di makan pertama," sahut Arsya.

Nala menggeleng kuat, "Ngga, malah kulit ayam tuh paling enak dimakan di akhir. Beuhh gak ada lawan!!"

Arsyanendra storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang