59 : Penyembuh luka

14.8K 847 7
                                    

☁☁☁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☁☁☁

Nala berjalan seorang diri menuju taman belakang. Rea tidak sekolah membuat malas untuk pergi ke kantin, walau di sana juga sudah ada Laura, Anna dan Suci. Tetap saja tak ada Rea tak seru.

Makanya ia memutuskan untuk ke taman belakang saja. Suasana yang sejuk dan tenang membuat Nala berharap dengan begini pikirannya sedikit lebih jernih.

Ia menarik nafasnya, lalu ia hembuskan perlahan. Beberapa hari ini ia tak tahu bagaimana suasana hatinya. Senang tidak, tapi sedih juga tidak.

Bertemu dengan ayah kandung yang ia pikir sudah benar-benar bahagia di surga, tentu saja ia senang tapi tak sesenang itu. Namun ia juga merasa sedih, tapi tak sesedih itu. Semuanya campur aduk, rasa rindu pada sang ayah, rasa kecewa pada sang ibu juga rasa kesalnya pada Arsya.

Dan perkara tadi pagi juga mampu menyita pikirannya. Arsya yang tiba-tiba memukuli Eros dengan membabi buta tak bisa ia hilangkan dari kepalanya. Tadi pagi, lelaki itu terlihat sangat marah dan Nala tahu pasti ada hal besar yang terjadi diantara mereka.

Arsya itu ketua geng kan? Ketua yang paling disegani dan dihormati? Bukankah pertengkarang seperti itu sudah biasa? Ketua geng selalu mempunyai banyak musuh yang tidak menyukai dan ingin menjatuhkannya. Tapi apa masalah Arsya dengan Eros? Ia pikir keduanya tidak saling kenal.

Atau Eros adalah salah satu anggota geng motor? Atau apa? Kenapa Arsya bisa semarah tadi? Apa jangan-jangan Eros adalah pengkhianat? Mengingat jika Arsya paling tidak suka dengan yang namanya pengkhianat.

Nala menggelengkan kepalanya pelan, memikirkan semua dalam satu waktu yang sama membuat kepalanya berat. Ia lantas menyenderkan tubuhnya pada bangku, lalu mulai memejamkan matanya berusaha menghilangkan semua yang mengganggu pikirannya.

Puk.

Sebuah benda kotak jatuh di atas pangkuannya membuat Nala mau tak mau kembali membuka mata. Keningnya mengkerut kala melihat kotak P3K di sana, lalu menoleh pada satu-satunya tersangka yang sudah duduk di sisi kanannya.

"Apaan?!" tanya Nala dengan nada jutek.

"Jangan marah, kamu gak liat muka saya babak belur gini?" tanyanya.

Nala sendiri hanya mendengus saja, toh wajah babak belur itu juga karena dirinya sendiri kok.

"Terus?"

"Kamu tau ini apa?" tanyanya menunjuk kotak itu dan Nala mengangguk malas.

"Mulai sekarang dan seterusnya, kamu punya kewajiban untuk obati semua luka saja," jelas Arsya membuat Nala mendelik.

"Kakak siapa nyuruh-nyuruh?" tanya Nala sengit.

Arsya menghela nafasnya pelan, ternyata gadisnya ini masih marah pikirnya. Okelah jika seperti ini ia harus ekstra membujuk lalu meminta maaf dan menuruti semua kemauannya.

Arsyanendra storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang