☁☁☁
Nala tidak tahu apa yang terjadi dengan Eros di jeruji besi setelah hari di mana ia datang berkunjung. Ia tidak mau tahu dan tidak peduli, biar saja Eros menerima hukumannya. Ia juga tidak tahu bagaimana keadaan Suci, karena terakhir ia melihat gadis itu tentunya saat hari di mana kejadian tragis kemarin.
Tapi menurut info yang diberi Rea, Laura dan Anna. Suci mengalami gangguan jiwa, rasa sukanya pada Arsya sangat dalam sehingga berubah menjadi sebuah obsesi yang besar. Tertangkapnya Suci, membuat gadis itu terus meraung-raung di balik sel besinya. Tak jarang gadis itu juga menangis lalu tertawa di saat yang bersamaan. Mengoceh sendiri dan masih banyak hal aneh di dalam dirinya. Apalagi saat Laura dengan sengaja memberitahu bahwa Arsya telah tiada.
Ia tahu keadaan mental Suci pasti akan semakin kacau. Setelah kejahatannya terkuak, lelaki yang membuatnya melakukan itu semua juga sudah tiada. Membuat Suci semakin depresi dan informasi terakhir yang Hendra--papa Arsya bilang, bahwa Suci akan segera di bawa ke rumah sakit jiwa untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Dan siang ini, pukul 09.00. Dengan dress panjang bawah lutut, yang sangat cantik. Flatshoes berwarna putih yang senada dengan dressnya. Juga rambut panjang yang sengaja di urai.
Nala berjalan menelusuri pusara-pusara yang ada di sekitarnya. Jantung berdebar kencang memperhatikan semua pusara itu. Tak terbayangkan bahwa salah satunya adalah milik lelaki yang sangat ia cinta.
Tangannya memegang sebuket mawar putih dengan erat. Mati-matian ia menahan air matanya agar tidak membasahi pipi. Hari ini, ia ingin tampil cantik untuk Arsya, hanya untuk Arsya.
Arsyanendra Sangga Zafar
Bin
Hendra ZafaroLahir : 05 April 2003
Wafat : 13 Juli 2022Hati Nala sakit saat membaca deretan huruf dan angka itu.
Ia mulai jongkok di samping batu nisan Arsya. Matanya tak lepas dari batu nisan itu, seolah-olah batu nisan itu adalah Arsya. Tangannya bergerak dengan sangat bergetar untuk mengusap nisan itu.
"Kak," lirihnya.
"Aku ... di sini."
Nala menarik nafasnya lalu ia hembuskan perlahan, mengedip-ngedipkan matanya agar tidak menangis. Namun hatinya sangat sakit dan sesak, untuk bernafas saja Nala seolah tidak bisa.
"Maaf, maaf aku baru ke sini," ucapnya pelan, ia terus mengusap lembut nisan itu.
"Kenapa ... kakak milih pergi? Aku, sendiri."
"Aku, gak tau harus apa kak. Rasanya sangat sakit bahkan sampai aku susah buat nafas. Kakak bawa pergi sebagian dari diri aku, jadi aku harus apa sekarang? Kenapa kakak pergi tinggalin aku?" ucapnya sendiri.
Tak ada jawaban apapun selain kicauan burung di pohon besar yang ada di sana.
"Kak, aku sendiri kak. Siapa yang bakal jaga aku dari penjahat-penjahat di luar sana? Siapa yang bakal nemenin aku kalo ibu lembur di rumah sakit? Siapa kak? Siapa yang bakal peluk dan hapus air mata aku kalo aku lagi nangis. Siapa kak? Siapa?"
Nala menghapus air matanya, berusaha untuk menyinggungkan senyumnya.
"Hal terakhir yang kakak minta itu senyum akukan? Iya, aku bakal senyum. Tapi cuma buat kakak, aku ... gak yakin bisa jalanin hari-hari aku seperti biasa."
Matanya menatap lamat-lamat nisan itu, tangannya juga masih terus bergerak mengusapnya.
"Kak ... aku kangen. Aku kangen sama kakak, hiks," Nala menutup wajahnya, tangisnya sudah tidak lagi bisa ia tahan.
"Ke--kenapa rasanya sesakit ini kak? Ka--kalo aku tau akhirnya akan seperti ini, sejak awal aku gak mau ke--kenal sama kakak. Aku gak mau ketemu kakak dan aku ... gak mau cinta sama kakak."
"Sakit kak. Sakittt, banget. Aku gak bisa nafas. Kenapa kak? Kenapa harus pergi? Kenapa harus tinggalin aku sendiri di sini? Ini rasanya sangat sakit, kak," ucap Nala di sela-sela tangisnya.
"Kak, kalo boleh aku milih ... aku, mau pergi sebelum aku merasa kehilangan. Kakak tau? Kehilangan adalah hal paling aku takutkan. Aku takut kehilangan, aku takut ditinggalkan dan aku takut sendirian. Aku takut kak dan aku gak pernah siap untuk ini."
"Tapi ... tapi kenapa kakak lakuin semuanya. Aku harus rasain semua ketakutan aku ... sendirian."
"Kak, aku mau pe--peluk kakak. Aku ... kangen," lirih Nala dengan bahu yang semakin bergetar.
Rasanya sangat sakit, setelah semua yang terjadi. Kenapa akhirnya harus Arsya yang pergi? Kenapa harus ia yang merasa kehilangan? Ia sudah cukup menderita dengan tumbuh tanpa sosok ayah. Begitu juga Arsya, yang sudah menderita dengan hancurnya keluarga lelaki. Itu.
Tapi, kenapa Tuhan sangat tega? Kenapa Tuhan malah memisahkan mereka yang saling melengkapi satu sama lain. Kenapa Tuhan jahat sehingga mereka tak diizinkan bersama untuk waktu yang lama?
"Kak, kak Arsya ...," lirihnya.
"Aku kangen sama kakak."
"I love you, kak Arsya."
☁☁☁
Dont forget vote and comment!!!
DAHLAH DAHLAH!!!! Sakit banget ngetiknya huhuhu
Yuk move on yuk!! Baca cerita fana di akun Akuvalha, udah aku up dari kemarin dan bakal terus up setiap hariiii YUK BISA YUK
Polow juga ig aku inivaaaa
Oke sekian terimagaji🙏
14 juli 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Arsyanendra story
Novela JuvenilIni tentang Arsyanendra Sangga Zafar. Lelaki yang tidak mempercayai adanya cinta di dunia ini. Menurutnya jatuh cinta itu fenomena paling tidak masuk akal. Dan selama hidup, tak sekali pun ia merasakan apa itu yang namanya cinta. Pandangannya tenta...