☁☁☁
Nina berjalan pelan menuju kamar sang putri, sudah 15 menit berlalu sejak ia membangunkannya. Namun hingga kini, tak ada tanda-tanda bahwa Nala siap untuk pergi ke sekolah.
"Astagfirullah, Lala!! Bangun!! Udah jam berapa ini?!" serunya seraya menarik selimut tebal yang membungkus tubuh mungil Nala.
Nala yang merasa terancam lantas menahan selimut itu, lalu membuka matanya perlahan dan mulai menjalankan aksinya yang sudah ia rancang semalaman.
"Engh, Lala gak sekolah dulu ya bu?" ucapnya dengan suara yang dibuat selemas mungkin.
"Loh kenapa?" tanya Nina yang menghentikan gerakannya membuka gorden. Kini wanita yang masih mengenakan daster selutut itu menoleh.
"Kayanya Lala sakit deh," jawab Nala seraya membenarkan selimutnya.
Kening Nina mengkerut, lalu perlahan berjalan mendekati Nala yang sudah memejamkan matanya. Tangannya terulur untuk memegang kening Nala.
"Suhu kamu normal gini, darimana sakitnya?!" tanya Nina tidak santai menyadari bahwa Nala berakting.
Diam-diam Nala meringis, bagaimana bisa ia melupakan profesi sang ibu?
"Gak ada alasan, ayo sekarang bangun terus turun dan sarapan. Ibu juga sudah siapkan bekal buat kamu," suruhnya kembali menarik selimut yang masih Nala tahan.
"Ih ibu, emang kalo sakit harus selalu panas badannya? Nggakan? Ini kepala Lala pusing bu," ucapnya sedikit merengek berusaha meyakinkan Nina yang kini memicingkan matanya tidak percaya.
"Perasaan kemarin kamu baik-baik aja deh."
"Ya, Lala gak taulah. Ibu tanya aja sama kepala kenapa pusing tiba-tiba."
Nina menghela nafasnya pelan, "Benar kepalanya pusing? Sakit hm?" tanya Nina dengan lembut seraya mengusap puncak kepala Nala.
Dengan wajah yang masih memelas, Nala mengangguk. "Iya, kepala Lala berat banget. Gerak aja rasanya gempa dan rumah ini roboh," jawabnya berlebihan.
"Yaudah, gapapa gak usah sekolah dulu. Nanti ibu beritahu wali kelas kamu," sahutnya.
Senyum Nala mengembang, tapi dengan cepat ia memasang wajah melas dan memejamkan mata. "Makasih bu," ucapnya.
Nina mengangguk seraya membenarkan selimut putrinya itu, "Ibu keluar dulu, ambil sarapan dan ambil obat," balasnya dan Nala mengangguk kecil.
Dari sudut matanya Nala memperhatikan sang ibu yang mulai menjauh dan hilang dari balik pintu kamar. Ia menghela nafasnya lega, lalu menurunkan selimut yang membungkus tubuhnya.
"Akting yang baik Lala," pujinya sendiri.
Dengan cepat ia mengambil handphone yang tergeletak di atas nakas lalu membukanya. Tangannya bergerak lincah mencari roomchatnya dengan Rea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arsyanendra story
Teen FictionIni tentang Arsyanendra Sangga Zafar. Lelaki yang tidak mempercayai adanya cinta di dunia ini. Menurutnya jatuh cinta itu fenomena paling tidak masuk akal. Dan selama hidup, tak sekali pun ia merasakan apa itu yang namanya cinta. Pandangannya tenta...