Sandra berdiri gelisah di depan ruang UGD. Sekali ia mengintip apa yang terjadi di balik pintu transparan meski ia tau percuma sebab semua tak terlihat dengan jelas.
Kemudian seorang perawat keluar dari ruangan itu, Sandra yang mengetahui langsung mendekat.
"Sus gimana keadaan..."
"Maaf saya belum bisa memastikan," sang perawat langsung memotong, "Pasien kehilangan banyak darah saya terburu-buru, permisi."
Wanita berseragam putih dengan rambut di gulung keatas itu berlalu begitu saja meninggalkan Sandra yang masih mematung sambil menatapnya kecewa.
'Mungkin gue harus nunggu' pikirnya.
Sandra duduk di salah satu kursi yang tersedia. Nafasnya menghela kasar dengan detak jantung masih berkejaran, air matanya menetes menemani dirinya saat itu. Sandra belum bisa tenang jika belum memastikan keadaan Alkana.
"Al..."
Isak tangis yang semula lirih kian menjadi, Sandra menyesal menyiksa Alkana terlalu lama.
"Kenapa harus begini," pekiknya dalam hati, tak kuasa menahan sakit yang menyesakan dadanya.
Sandra menyesal, seharusnya ia tidak pernah ikut saat Amira mengajaknya ke Singapore, seharusnya ia menunggu Alkana, seharusnya Sandra bisa lebih bersabar. Alkana hanya butuh waktu untuk mengerti, dan harusnya ia tidak seegois itu. Semua yang ia lakukan hanya menyiksanya sendiri.
Hiks hiks
Sandra tertunduk di kursi, menangis sejadi-jadinya. Dia merasa sangat bodoh telah mengabaikan lelaki itu. Alkana sudah berusaha mencarinya, mengirim pesan, menelpon bahkan datang kerumahnya setiap saat dan Sandra mengetahui itu, tapi sifat keras kepalanya sangat susah di tolelir hingga menyusahkan dirinya Sendiri. Sungguh Sandra menyesali semua perbuatannya.
"Ra?"
Sandra tersentak mendengar suara yang diiringi tepukan singkat di pundaknya. Sandra mendongak.
"Yang sabar ya, Alkana pasti baik-baik saja kok," hibur orang itu yang tak lain adalah Jery.
Sandra mengangguk lalu melanjutkan tangisannya, ia tidak bisa berpura-pura tegar.
Jery duduk di samping Sandra seraya meletakkan kantong plastik berisi makanan di sisi kirinya.
"Sorry ya Ra, gara-gara gue Alkana jadi kayak gini." Jery berucap pelan penuh sesal, "Kalau aja lo nggak nolongin gue mungkin Alkana nggak akan..."
Sandra menggeleng cepat memotong ucapan Jery, "Bukan salah lo Jer, tapi salah gue..."
Sandra semakin tergugu, tangannya menangkup pada wajah seolah meredam suara isak tangis yang tertahan.
Jery menatapnya prihatin, "Lepasin aja Ra, asalkan itu bisa buat lo lebih baik."
***
Mulanya Sandra ingin menunggu Alkana di rumah sakit tapi tadi Fany melarang begitu juga kakaknya. Mereka khawatir Sandra jatuh sakit mengingat Sandra sedang hamil, kedua ibu yang sama sama sudah memiliki anak itu takut terjadi apa-apa pada Sandra juga bayinya.
"Sebenarnya Alkana kenapa Nick?" Sandra melirik pada Nichol yang tengah mengendalikan kemudi, mereka sedang dalam perjalanan.
Nichol menoleh, "Aku fikir Jery udah cerita."
"Jery nggak bilang apa-apa."
Sandra sejak tadi memang menangis tapi ia sendiri belum tau ada apa dengan Alkana. Setaunya Alkana terluka, hanya itu. Orang orang di sekelilingnya tidak ada yang bercerita. Sebenarnya bukannya mereka tidak ingin, hanya saja mungkin mereka tidak mau membuat Sandra stres atau terlalu bersedih.

KAMU SEDANG MEMBACA
NEVER
Fiksi RemajaSetelah menciumnya secara tidak sopan Alkana juga memaksa Sandra menjalin hubungan denganya. Sebuah kegilaan yang tak mungkin di lakukan oleh gadis itu. Namun siapa sangka waktu dapat mengubah segalanya. Scandal yang menimpa gadis itu membuatnya te...