#41 (Danastri)

190 26 3
                                    

Saya merasakan sakit di seluruh tubuh. Ada rasa perih yang berlebihan di tangan kiri dan sisa tubuh saya terasa remuk. Saya coba gerakan jari-jemari saya. Rasanya kaku dan semakin dipaksa menjalar rasa nyeri.

"Ndoro, diam sebentar."

Telinga saya sedikit berdengung dan sakit. Saya tidak yakin suara siapa itu. Seorang yang berbicara itu mengusap-usap kepala saya, beberapa kali ia mengusap kening saya dengan kain lembut dan menciuminya pelan.

Pandangan saya kabur ketika mencoba membuka mata. Samar-samar saya lihat cahaya lampu minyak di sebelah kiri dan cahaya yang jauh lebih besar cukup jauh di sebelah kanan.

Saya mencoba tarik napas pelan-pelan dan teratur. Dada saya terasa habis terbentur sesuatu. Berat dan sakit ketika menarik napas.

Tangan kanan saya yang sepertinya tidak terluka saya angkat untuk menyentuh telinga. Ada cairan lengket keluar dari telinga saya. Tangan kanan yang bekas menyentuh telinga, saya angkat ke depan muka. Cahaya yang minim dan pandangan yang buram, saya hanya melihat bahwa tangan saya berlumuran cairan kental berwarna gelap.

"Jangan, Ndok. Diam sebentar!" Bibi Dasih. Saya rasa itu suara bibi Dasih. Suaranya terdengar lirih seperti menahan sakit dan tangis sekaligus. Tangan saya didorong turun ke samping tubuh.

Rasanya sakit semua. Saya ingin menangis. Saya ingin berteriak memanggil ayah. Sayang ingin berlari ke pelukan ibu.

Ayah akan mengantar makanan dan membawakan cerita-cerita setiap saya sakit. Ibu akan membelai dan menemani saya sampai tidur ketika saya sakit.

Samar-samar dari telinga saya yang sakit, saya dengar suara orang-orang berteriak. Satu sama lain meneriakan perintah beruntun. Orang-orang lain berteriak meminta pertolongan.

Bibi Dasih mengucapkan kata-kata menenangkan dan tangannya mengusap-usap kening saya. Dari kening terus hingga hidung kembali ke kening dan terus berulang hingga saya tertidur kembali.

The Past Keeper : Maliaza AmbaraningdyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang