#43 (Danastri)

187 26 3
                                    

Saya terbangun karena guncangan yang cukup kencang. Masih terasa sakit di sekujur tubuh. Tubuh saya terbaring di atas mungkin kereta kuda atau gerobak yang berjalan. Ada suara langkah kuda, keringcing kalung sapi, dan teriakan saut-menyaut.

Tangan saya mencoba bergerak dan meraba sesuatu hingga menemukan sebuah tangan yang menerima uluran tangan saya. Tangan itu keriput dan menggengam tangan saya.

"Ayah?"

"Ssshh!" Bibi Dasih mengusap-usap punggung tangan saya dengan jempolnya.

"Ibu?"

Saya mulai merengek dan menangis. Tenggorokan saya sakit dan suara saya serak. Secara yang bersamaan rasa panas di tenggorokan saya menambah rasa sakit. Seluruh tubuh saya yang sakit memperparah keadaan.

"Ssshh! Sabar Ndok." Bibi Dasih menenangkan saya sambil terus mengusap tangan dan kening saya. "Tolong dibebat lagi. Ndoro Danastri sudah kehilangan banyak darah."

Lama saya menahan sakit ditambah guncangan yang belum berhenti hingga akhirnya mati rasa. Saya sudah tidak bisa merasakan sakit dan perih luka terbuka di lengan kiri. Saya tidak merasakan lagi tubuh saya yang remuk di semua bagian. Saya tidak lagi merasakan dengung di telinga.

Perlahan semuanya menghilang. Sentuhan bibi Dasih dan suara-suara yang ada perlahan menghilang.


Tubuh saya terasa seringan helaian sutra. Bisa terbang dan melayang hanya dengan satu hembusan angin. Sekeliling saya gelap. Tidak ada yang bisa saya lihat. Tidak setitik cahayapun.

Tubuh saya melayang. Tidak berbaring, tidak duduk, tidak juga berdiri. Saya tidak merasa memijak apapun di bawah sana. Saya coba untuk mengangkat tangan ke depan wajah dan tidak ada yang bisa saya lihat.

"Danastri?"

"Alia?" Saya menoleh dan mencari Alia. Tidak ada satu apapun yang bisa saya lihat.

"Beratahan sebentar. Biarkan aku kembali dan kamu tidak akan merasa sakit apapun. Aku yang akan tanggung sakitnya."

Saya berada di ruangan tertutup gelap yang amat sangat luas. Saya tidak tahu dari mana suara Alia berasal. Tangan saya terangkat mencoba meraba sesuatu.

"Kalau kamu menyerah sekarang, aku tidak akan pernah kembali dan aku tidak akan pernah pulang." Suara Alia yang saya ingat sangat tenang dan ringan, kini berubah panik.

Detik berikutnya setelah Alia selesai bicara, saya kembali merasakan sakit di seluruh tubuh saya, perih dari luka robek di lengan, dan dengungan di telinga. Detik berikutnyanya saya tertidur kembali dalam napas yang berat.



I think this is end of Danastri's POV


The Past Keeper : Maliaza AmbaraningdyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang