Seorang anak laki-laki duduk di ayunan dengan melihat anak-anak lain bermain. Baru pindah dua hari, anak berusia enam tahun itu belum memiliki teman. Jadi, ia hanya bisa menonton kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak lain. Tak ada yang mengajaknya bergabung atau bicara. Keberadaannya seperti tak dianggap.
Beberapa saat kemudian, seorang anak perempuan datang dengan membawa banyak mainan. Gadis kecil itu menggelar semua mainan yang dibawa ke atas rerumputan. Anak-anak lain berlari menghampiri anak perempuan tersebut untuk meminjam mainan.
Clara Tarida Evelyn, nama anak perempuan berambut panjang itu. Melihat ada satu anak yang tak ikut berkerumun, ia jadi penasaran. Kaki kecilnya melangkah menuju ayunan, tempat anak tersebut berada.
“Ayo, main sama-sama!” ajak Clara sembari mengulurkan tangan pada anak laki-laki di hadapannya.
Anak laki-laki yang bernama Adhitama Alvarendra itu mendongakkan kepala, memandang Clara. Clara tersenyum pada Rendra, seolah menyambut Rendra sebagai teman barunya.
“Kamu anak baru di daerah sini, ya?” tanya Clara ramah.
“Kenalin, nama aku Clara.” Kini, gadis kecil itu memperkenalkan diri.
Perlahan, tangan Rendra meraih tangan Clara. Keduanya bersalaman untuk berkenalan. Angin di taman bermain bertiup mengiringi perkenalan dua anak manusia itu, seolah ikut merayakan hari pertama Rendra mendapat teman di tempat barunya.
Rendra tersenyum, mengingat hari pertamanya bertemu Clara. Rendra tak akan pernah melupakan hari itu. Hari di mana, ia menemukan kehidupan baru setelah diadopsi. Clara seperti menarik Rendra ke dunianya dan memberi Rendra keberanian.
Dari kejauhan, Clara melambaikan tangan pada Rendra. Setiap sedang bersedih, Rendra selalu mengajak Clara bertemu di taman bermain. Walau hal itu tak bisa membuat masalahnya selesai. Setidaknya, Rendra merasa terhibur saat mendengar ocehan sang sahabat.
“Nih!”
Clara memberikan satu bungkus choco pie pada Rendra. Kemudian, duduk di ayunan samping Rendra. Rendra menoleh, memandang Clara lekat. Sungguh Rendra menyukai gadis yang ada di sampingnya. Saling mengenal lebih dari sepuluh tahun, Rendra tentu berpikir seribu kali untuk merubah status hubungan mereka. Rendra takut, apa yang terjadi pada Gavin juga terjadi padanya. Mengakhiri persahabatan dan mengubahnya menjadi cinta. Namun, cinta itu tak berakhir dengan baik.
“Orang tua lo kenapa, sih? Punya anak sepinter lo masih aja nggak bersyukur. Lo itu udah pinter banget. Dapet juara tiga di lomba matematika antar SMA dengan peserta ratusan. Gila, sih! Nuntut anak kok sampe segitunya,” omel Clara dengan mulut penuh choco pie.
Rendra tertawa kecil, mendengar Clara mengomel untuk yang ke sekian kalinya. Saat mengomel, Clara terlihat imut di mata Rendra. Clara memang kerap ikut kesal mengetahui sikap orang tua Rendra yang selalu menuntut banyak hal dari Rendra. Clara dan Rendra memang sedekat itu, hingga tahu masalah keluarga masing-masing.
“Udah, ngomelnya ditunda dulu! Telen makanannya!” tutur Rendra sambil mengusap area bibir Clara yang ada sisa cokelat.
Ponsel Rendra bergetar. Ia lekas melihat pesan yang datang. Tampak sebuah pesan dari Gavin yang memberitahu, bahwa Clara belum makan sejak tadi siang dan menyuruh Rendra agar mengajak Clara makan. Setelah membaca pesan tersebut, Rendra kembali mengantongi ponselnya.
“Ren, sekali-kali lo harus jadi pembangkang! Masa mau jadi penurut terus? Lo makin nurut makin ditindas,” ungkap Clara, memberi ide.
Rendra terkikih. Lalu, ia bangkit dari tempatnya dan berdiri di depan Clara. Pemuda manis itu mengulurkan tangan pada Clara. “Udah, ah! Jangan ngebahas soal ortu gue lagi! Mending kita makan, yuk!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Kita [END]
Teen FictionDewananda Pradipta, pemuda berusia 17 tahun yang sengaja menutup diri dari orang lain. Bukan tanpa alasan, Dewa menjadi sosok yang sangat tertutup. Ia memiliki banyak rahasia yang disembunyikan. Saking tertutupnya, Dewa nyaris tak pernah berbicara d...