Bel tanda istirahat berbunyi membelah tiga gedung utama SMA Pilar Nusantara. Para murid berhamburan keluar kelas dengan semangat. Biasanya Clara menjadi salah satu murid yang semangat pergi ke kantin untuk makan. Namun, hari ini tampak berbeda. Karena baru masuk sekolah lagi setelah sakit, sang ayah melarang Clara makan sembarangan. Ayahnya memaksa Clara membawa bekal dari rumah. Perlu digaris bawahi, bahwa bekal yang Clara bawa bukan masakan ibu tirinya, melainkan masakan ayahnya dengan skill memasak yang sangat amatir.
“Ra, tumbenan lo nggak ke kantin?” tanya Tata setelah menebali bedak.
“Gue udah bawa bekal,” jawab Clara dengan menunjukkan kotak makan yang bertengger di atas meja.
“Oh, gitu. Pantesan Maudy tadi keluar kelas sama Erlina. Gue kira kalian berantem,” tambah Tata.
“Ngaco!” balas Clara.
“Kalo gitu, gue ke kantin duluan!” pamit Tata sembari berlari keluar kelas.
Clara memeriksa pesan yang dikirim beberapa menit lalu pada Dewa. Pesannya memang sudah dibaca. Akan tetapi, tak dibalas oleh yang bersangkutan.
“Wah, nantangin gue nih orang!” kesal Clara.
Akhirnya, Clara beranjak berdiri. Dengan membawa kotak makan, murid perempuan itu berjalan keluar kelas dengan ekspresi kesal. Sepertinya Dewa mencoba menguji kesabaran seorang Clara Tarida Evelyn setelah beberapa hari bebas dari gangguan gadis itu di jam makan siang.
Tak sampai dua menit, Clara sudah sampai di kelas 11 IPS 1 yang penghuninya didominasi oleh murid-murid dengan nilai akademis tinggi. Tak seperti kelas lain yang sudah sepi karena penghuninya ke kantin. Kelas 11 IPS 1 masih tampak ramai dengan beberapa murid yang sedang mengerjakan soal latihan. Bahkan Rendra juga terlihat sibuk membantu salah satu murid perempuan yang belum paham materi yang diajarkan guru beberapa saat lalu.
Tanpa merasa canggung atau malu, Clara langsung masuk kelas dan menghampiri Dewa. Kedatangan Clara tentu saja menjadi pusat perhatian beberapa murid. Bahkan Rendra sampai berhenti menjelaskan materi ketika melihat sang sahabat masuk ke kelasnya tanpa menyapa dan malah menghampiri rivalnya.
“Wa, lo pengen gue–”
Dewa segera memegang ujung bibir Clara agar Clara tak berbicara yang tidak-tidak. Lalu, diraihnya lengan mulus Clara.
“Lo bilang mau makan siang di rooftop. Ayo ke rooftop sekarang!” ucap Dewa, menarik tangan kanan Clara agar mengikutinya.
Clara bahkan belum sempat mengungkapkan kekesalannya, tapi Dewa sudah menyambar tangannya terlebih dahulu. Sembari berjalan mengikuti Dewa, tangan kiri Clara meraih sekotak gimbab yang bertengger di atas meja Dewa. Clara seperti tak peduli, apakah makanan itu milik Dewa atau bukan.
***
Angin kencang bertiup di rooftop. Clara sibuk makan dengan sesekali membenarkan rambutnya yang menghalangi pandangan ke makanan. Dewa yang duduk di samping Clara tak ada keinginan untuk menguncirkan rambut pacar gadungannya itu agar kegiatan makannya tak terganggu. Perlu diingat, bahwa Dewa tidak peduli jika Clara kesulitan makan atau tersedak rambut sekalipun.
“Wa, bukain kotak gimbab-nya, dong!” rengek Clara dengan ekspresi manja khasnya.
Tanpa protes, Dewa langsung melakukan apa yang disuruh. Ia tak ingin membuang tenaga untuk membantah Clara. Percuma juga membantah, tak ada yang akan berubah. Setelahnya, Dewa menyodorkan kotak tersebut pada Clara dengan malas.
Clara tersenyum miring. Ia mendekatkan wajahnya pada Dewa. “Suapin!” perintah Clara.
Sebuah ide melintas di kepala Dewa. Saatnya Dewa memanfaatkan otak pintarnya untuk mengerjai Clara. Sudah cukup Dewa dijadikan kacung selama ini. Pemuda berahang tajam itu kini memulai aksinya. Tak hanya satu gimbab yang ia luncurkan ke mulut Clara. Namun, tiga gimbab sekaligus. Seketika mulut mungil Clara kuwalaan mengunyah. Tak sampai di situ Dewa beraksi. Makanan yang ada di dalam mulut Clara belum sepenuhnya bisa ditelan, tapi Dewa kembali menyodorkan tiga gimbab ke mulut Clara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Kita [END]
Teen FictionDewananda Pradipta, pemuda berusia 17 tahun yang sengaja menutup diri dari orang lain. Bukan tanpa alasan, Dewa menjadi sosok yang sangat tertutup. Ia memiliki banyak rahasia yang disembunyikan. Saking tertutupnya, Dewa nyaris tak pernah berbicara d...