Maudy memberi makan kucing liar di gang dekat gedung kejaksaan. Di tempat itu, biasanya Maudy dan Rizal memberi makan kucing liar bersama. Namun, akhir-akhir ini Maudy kerap melakukannya sendiri, karena Rizal masih belum diberi izin keluar oleh orang tuanya. Maudy memaklumi itu, mengingat keadaan Rizal beberapa waktu terakhir ini cukup membuat khawatir.
Tak lama kemudian, sebuah mobil berhenti di dekat gang. Seorang wanita keluar dari mobil berwarna merah mengkilap itu. Menyadari ada yang datang, Maudy menoleh. Mata gadis itu membulat, tatkala melihat wajah orang tersebut.
“Mama?” bisik Maudy terkejut.
“Maura, siapa yang ngasih izin ke kamu buat bolos les piano, hah?” cecar wanita yang biasa dipanggil Nyonya Linda itu.
Maudy mundur beberapa langkah. Setelah sekian lama, akhirnya sang ibu mendengus kecurangan yang dilakukan. Bukan tanpa alasan Maudy melakukannya. Jujur, ia sudah muak. Sudah cukup ia dipanggil ‘Maura’ setiap hari. Nyatanya, namanya Maudy, bukan Maura.
”Ayo pulang! Kita harus bicara!” Nyonya Linda menarik tangan sang putri dan membawanya memasuki mobil.
Tubuh Maudy gemetaran. Ia sangat ingin melawan, tapi ia tak tega. Sang ibu bisa menggila jika ia mengatakan, bahwa putrinya yang masih hidup adalah Maudy, bukan Maura.
“Jalan, Pak!” perintah Nyonya Linda pada sopir setelah ia dan Maudy duduk di kursi belakang.
Si sopir melajukan mobil dengan kecepatan normal. Nyonya Linda melepaskan tautan tangannya dari lengan Maudy. Kemudian, wanita berusia pertengahan empat puluhan itu menatap sang putri tajam.
“Maura, kenapa kamu jadi bandel sekarang? Biasanya kamu selalu nurut sama Mama. Siapa yang ngajarin kamu jadi bandel kayak gini?” tanya Nyonya Linda.
Maudy diam. Gadis itu mengepalkan tangan. Hatinya selalu sakit setiap dipanggil Maura. Entah sampai kapan ia harus hidup sebagai Maura di depan ibunya. Maura adalah kakak perempuan Maudy yang meninggal dua tahun lalu. Maura dan Maudy memiliki kemampuan dan kepribadian yang berbeda. Maura sangat suka bermain piano dan memiliki cita-cita untuk menjadi seorang pianis. Selain itu, Maura juga cerdas dan memiliki nilai akademis bagus di sekolah. Oleh sebab itu, kematian Maura seperti sebuah pukulan untuk kedua orang tuanya. Sang ibu jadi depresi berat, nyaris gila. Sedangkan sang ayah menyibukkan diri dengan terus bekerja tanpa peduli pada anaknya yang lain.
“Maura, jawab Mama!” titah Nyonya Linda.
Maudy masih mengunci bibirnya rapat. Saking lelahnya hati Maudy, ia bahkan enggan menjawab pertanyaan Nyonya Linda. Dijelaskan berapa kalipun, wanita itu tak akan mau mengerti. Karena ia hanya percaya, bahwa putri kesayangannya masih hidup.
“Maura!” bentak Nyonya Linda.
“Maura, kamu bisu, ya? Jawab Mama!” ulang Nyonya Linda, masih tak terima.
“Aku Maudy, bukan Maura! Maura udah mati!” balas Maudy yang sudah tak bisa menahan amarah. Mulutnya seperti kelepasan.
Mendengar balasan Maudy, seketika Nyonya Linda diam. Ingatan ketika Maura meninggal dua tahun lalu tiba-tiba berputar di kepala. Nyonya Linda memegang kepalanya. Lalu, mulai memukul kepalanya, bahkan membenturkannya ke dinding mobil. Maudy berusaha sekuat tenaga untuk menghentikan aksi gila sang ibu sambil menangis. Ia menyesal telah mengatakan hal menyakitkan tadi pada wanita yang telah melahirkannya.
“Ma, berhenti! Jangan nyakitin diri Mama sendiri!” isak Maudy sembari memegang tangan Nyonya Linda.
Tak hanya Maudy yang panik. Sang sopir juga ikut panik, sampai-sampai menghentikan laju mobil. Pria paruh baya itu lekas menelepon majikan laki-lakinya untuk menghentikan kegilaan sang majikan perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Kita [END]
Teen FictionDewananda Pradipta, pemuda berusia 17 tahun yang sengaja menutup diri dari orang lain. Bukan tanpa alasan, Dewa menjadi sosok yang sangat tertutup. Ia memiliki banyak rahasia yang disembunyikan. Saking tertutupnya, Dewa nyaris tak pernah berbicara d...