Sore hari telah menyapa. Seisi kelas 11 IPS 5 tampak sudah lelah dan bosan mendengar ocehan dari sang wali kelas tentang nilai ujian semester ganjil mereka yang berada di urutan terbawah seangkatan. Karena hal itu, Pak Wawan selaku wali kelas 11 IPS 5 sampai mendapat teguran dari kepala sekolah.
Sebenarnya, Pak Wawan sudah kehabisan akal menghadapi para anak didiknya tersebut. Ia berusaha sabar dengan memberi nasihat secara baik-baik. Sayangnya, para murid dari kelas itu hanya menganggap nasihat Pak Wawan sebagai angin lalu. Bahkan sekarang ini, banyak murid di tempat duduk paling belakang tengah tidur.
Tak lama kemudian, suara bel tanda pulang berbunyi. Semangat para murid langsung kembali. Mereka bergegas keluar kelas. Melihat bagaimana bersemangatnya para murid, Pak Wawan hanya bisa menggelengkan kepala. Sungguh percuma memberi nasihat. Hanya buang tenaga saja. Pada akhirnya, Pak Wawan ikut keluar dari kelas.
Maudy memperhatikan Clara yang sejak tadi diam dengan mencengkeram pulpen di tangan. Sejak jam istirahat kedua, Clara seperti sedang kesal. Sebenarnya Maudy ingin bertanya sedari tadi, tapi karena ada Pak Wawan, jadi Maudy menunda acara bertanyanya.
“Ra, lo kenapa? Ada masalah?” tanya Maudy seraya menyandang tas.
“Dy, menurut lo, Dewa sama Olla cocok, nggak?” Clara kini malah balik bertanya, membuat Maudy heran.
“Hah? Dewa sama Olla? Ra, bukannya lo sama Dewa belum putus, ya?” Maudy jadi penasaran dengan hubungan Clara dan Dewa yang akhir-akhir ini tampak renggang.
Clara menghela napas. Ia ingin mencurahkan isi hatinya pada sang sahabat. Akan tetapi, itu berarti ia harus menceritakan semuanya pada Maudy. Dalam hal memegang janji, Maudy sangat bisa dipercaya. Hanya saja, akhir-akhir ini Maudy dekat dengan Rizal. Clara khawatir kalau nanti Maudy keceplosan saat berbicara dengan Rizal.
“Gue sama Dewa sebenernya punya perjanjian,” ungkap Clara sembari memelankan suara.
“Perjanjian?” Maudy mendekat pada Clara dan ikut memelankan suara.
Clara melirik area sekitar, memastikan tak ada penguping. Setelah memastikan tak ada orang yang peduli pada obrolan mereka, Clara mulai buka suara. Ia mendekat pada Maudy agar tak perlu berbicara keras.
“Gue tahu rahasia Dewa. Makanya itu, Dewa mau-mau aja gue ajak pacaran. Asal gue nggak ngasih tahu rahasianya ke orang lain, dia bakal nurutin semua perintah gue,” jelas Clara.
Maudy membelalakkan mata mendengar penjelasan Clara. Memang cukup aneh, melihat sosok dingin seperti Dewa tiba-tiba mau dekat dan melakukan banyak hal dengan Clara. Ternyata memang ada sebabnya.
“Kalo gue boleh tahu, Dewa punya rahasia apa?” Maudy bertanya agak ragu.
“Soal itu, gue nggak bisa ngasih tahu lo. Akhir-akhir ini, gue ngerasa bersalah sama Dewa karena udah tahu terlalu banyak rahasianya. Dan ... dan anehnya, rasanya gue mulai beneran suka sama Dewa,” balas Clara, semakin memelankan suara.
“Akhir-akhir ini, gue berusaha buat nggak ganggu Dewa, karena dia lagi ada di posisi sulit, juga buat ngeyakinin diri gue sendiri, kalo gue nggak mungkin jatuh cinta sama dia. Tapi gue malah suka kesel sendiri kalo liat dia deket sama Olla. Mana Olla nempel mulu lagi sama dia.” Clara mencurahkan isi hati yang beberapa hari ini menghantui pikirannya.
Maudy tersenyum simpul. Pada akhirnya, sang sahabat bisa move on dari sang cinta pertama. Cerita cinta Clara yang selama ini hanya berputar-putar pada Gavin, kini berubah haluan ke Dewa. Sungguh Maudy iri, karena Clara bahkan bisa melupakan Gavin yang dulu sangat dicintainya. Sementara Maudy masih saja terpaku pada Rendra yang hanya menganggapnya sahabat.
“Dy, lo kok malah senyum?” tanya Clara heran dengan suara membelah ruang kelas.
Maudy merangkul pundak Clara. “Gue tersenyum karena pada akhirnya, lo bisa move on dari Kak Gavin.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Kita [END]
Teen FictionDewananda Pradipta, pemuda berusia 17 tahun yang sengaja menutup diri dari orang lain. Bukan tanpa alasan, Dewa menjadi sosok yang sangat tertutup. Ia memiliki banyak rahasia yang disembunyikan. Saking tertutupnya, Dewa nyaris tak pernah berbicara d...