Suasana ruang menonton cukup tenang. Setelah melewati puncak konflik, akhirnya kisah yang terangkai di film menemui jalan akhir, yaitu happy ending. Hampir semua penonton senang dengan ending tersebut. Akan tetapi, Rendra dan Dewa tak peduli. Dua pemuda itu hanya peduli pada apa yang dilakukan Jerino dan Clara sejak film tersebut diputar hingga selesai.
Mata Rendra dan Dewa masih memandang Clara dan Jerino yang duduk tak jauh darinya. Jika ingat bagaimana Jerino mencari kesempatan untuk mendekati Clara, rasanya Rendra maupun Dewa ingin menyeretnya keluar dan menenggelamkannya ke samudera Pasifik. Sayangnya, dua laki-laki itu tak bisa berbuat apa-apa ketika melihatnya. Mereka hanya bisa menahan diri dan mengumpati Jerino dalam hati.
Jerino dan Clara beranjak dari tempat duduk. Mereka berjalan bersama seraya Jerino menggandeng tangan Clara. Rendra dan Dewa mengikuti dengan jarak cukup jauh. Seperti sebelumnya, dua laki-laki yang sama-sama memakai masker itu bergandengan untuk menutupi penyamaran mereka. Keduanya seolah tak peduli jika dianggap sebagai pasangan gay.
Setelah keluar dari area bioskop, Rendra dan Dewa bersembunyi di balik sebuah mobil di tempat parkir. Dua pemuda tersebut melihat Jerino membukakan pintu mobil untuk Clara. Tak lupa, Jerino juga memberikan senyuman terbaiknya. Seorang Jerino benar-benar lihai menebar pesona dan mencari kesempatan. Sungguh Rendra maupun Dewa harus belajar darinya.
“Mereka serasi, ya?” celetuk seseorang yang mendadak berdiri antara Rendra dan Dewa.
Rendra dan Dewa langsung menoleh ke samping. Tampak Gavin memamerkan deretan gigi putihnya pada mereka. Entah darimana datangnya pemuda itu. Rendra dan Dewa yakin, bahwa sejak keluar dari bioskop, mereka hanya berdua. Akan tetapi itu tak penting sekarang, sebab yang terpenting adalah memastikan Jerino tak berbuat macam-macam pada Clara.
“Kalo ada rasa tuh ngomong! Giliran diduluin cowok lain, malah ngamuk,” kata Gavin yang seketika mendapat hadiah berupa injakan kaki dari Rendra dan tatapan tajam dari Dewa.
“Argh!” rintih Gavin.
Beberapa saat kemudian, Clara dan Jerino pergi dari tempat parkir dengan menaiki mobil Jerino. Rendra dan Dewa berniat mengejar mereka. Namun, Gavin meraih lengan keduanya agar menghentikan kegiatan bodoh mereka.
“Percuma kalian ngejar mereka. Nggak ada gunanya,” tutur Gavin.
Rendra dan Dewa menyingkirkan tangan Gavin dari lengan mereka dengan menampakkan wajah kesal. Rasanya sangat memalukan, karena sudah ketahuan. Apalagi Dewa yang selama ini berusaha untuk tak menunjukkan rasa tertariknya pada Clara. Bisa saja nanti Gavin memberitahu Clara tentang hal ini. Ah, Clara bisa makin besar kepala.
Dewa merasa tak lagi berguna berada di sana. Laki-laki itu memutuskan untuk pergi sebelum Gavin banyak bertanya. Jika dipikir lagi, Dewa menyesali apa yang diperbuat hari ini. Ia merasa telah menjadi bodoh untuk sesaat.
Sementara itu, Gavin dan Rendra saling beradu pandangan, seolah berbicara dengan tatapan mereka. Sesungguhnya Gavin sangat penasaran, bagaimana bisa Rendra dan Dewa bekerja sama untuk membuntuti Clara. Padahal, selama ini dua murid terbaik SMA Pilar Nusantara itu selalu bersaing dan tak pernah cocok.
“Lo mau cerita sendiri atau gue yang paksa?” tawar Gavin, memberi Rendra pilihan.
“Lain kali gue ceritain.” Rendra mulai menghindar. Ia membalikkan tubuh dan berusaha untuk pergi. Akan tetapi, laki-laki pemilik senyum manis tersebut menghentikan langkah saat mendengar suara seseorang memanggil nama Gavin.
Rendra menoleh ke sumber suara berasal dan mendapati Yolanda berjalan ke arah Gavin dengan dua minuman di tangan. Rendra tak bisa berkata-kata melihat hal itu. Secepat itukah Gavin mendekati gadis lain setelah semua yang terjadi? Yang lebih mengejutkan lagi, gadis itu adalah musuh bebuyutan Clara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Kita [END]
Teen FictionDewananda Pradipta, pemuda berusia 17 tahun yang sengaja menutup diri dari orang lain. Bukan tanpa alasan, Dewa menjadi sosok yang sangat tertutup. Ia memiliki banyak rahasia yang disembunyikan. Saking tertutupnya, Dewa nyaris tak pernah berbicara d...