34. Gavin dan Rahasianya

65 3 2
                                    

Clara dan Maudy keluar dari kelas bersama murid lain. Kelas lain sudah pulang dua menit lebih awal, sedangkan kelas 11 IPS 5 baru dipulangkan setelah berhasil menjawab soal yang diujikan oleh guru mata pelajaran terakhir. Untung saja ada Rizal yang berusaha keras menjawab semua pertanyaan agar kelasnya diperbolehkan pulang.

“Dy, habis ini ngafe, yuk!” ajak Clara.

“Gue nggak bisa, Ra. Nyokap gue udah jemput di depan. Nih, dari tadi udah neleponin gue.” Maudy menunjukkan layar ponselnya yang menampakkan catatan panggilan dari sang ibu.

Clara mengerucutkan bibir. Setelah menghadapi guru matematika di jam pelajaran terakhir yang melelahkan, Clara ingin menyegarkan kepala dengan nongkrong. Sayang sekali, bestie-nya tak bisa diajak nongkrong. Kini, Clara harus mencari cara untuk menghibur diri. Murid perempuan itu hampir lupa, jika ia masih memiliki satu bestie lagi yang bisa diajak nongkrong. Tentu saja orang tersebut adalah Adhitama Alvarendra.

Ketika melewati perpustakaan, Clara dan Maudy dibuat heran dengan keramaian yang ada di depan ruangan itu. Entah ada apa hingga beberapa murid berkerumun di sana. Rasa penasaran membuat Clara dan Maudy langsung meluncur ke TKP. Kebetulan, di sana juga ada Rendra.

“Ren, ada apaan, sih?” tanya Clara dan Maudy bersamaan.

“Ada murid yang ketahuan nyimpen rokok di perpustakaan,” jawab Rendra.

Mendengar jawaban Rendra, Clara dan Maudy berusaha untuk melihat si tersangka. Mereka tentu ingin tahu, siapa yang orang itu. Dari dalam perpustakaan, terlihat Gavin dan seorang guru BK memegang lengan Gery. Para murid yang melihatnya saling berbisik satu sama lain, mengungkap opini masing-masing.

“Woah, Kak Gavin hebat banget bisa nangkep basah Gery. Padahal, selama ini nggak ada yang berani ngelaporin Gery karena nggak ada bukti,” ucap seorang murid perempuan yang berdiri di belakang Clara.

“Udah gue bilang, 'kan, kalo ketos paling keren sepanjang gue sekolah di sini tuh cuma Kak Gavin. Udah ganteng, baik, pinter, ramah, tegas, suka nolong lagi. Seandainya Kak Gavin itu jodoh gue,” cerocos murid perempuan lain.

Maudy dan Rendra lekas menutup telinga Clara agar tak mendengar ocehan murid perempuan yang mengagumi sosok Gavin. Sejak dulu, Clara tak pernah rela jika ada perempuan lain yang dekat atau memiliki perasaan pada Gavin. Sama halnya ketika melihat Gavin dekat dengan anggota OSIS lain yang berjenis kelamin perempuan, Clara akan merasa jengkel dan kesal sendiri.

“Yuk, pulang! Udah sore,” kata Rendra sembari menarik tangan Clara dan Maudy pergi dari tempat tersebut.

Sesampainya di halaman sekolah, tiga sahabat tadi bertemu Dewa. Dengan ekspresi datar, Dewa menyodorkan satu kantong plastik bakpao pada Clara. Seperti biasa, Dewa tak mengatakan apa-apa dan hanya memberikan apa yang ada di tangannya pada Clara.

“Wah, tumben banget, lo jalan sendiri tanpa perintah!” ujar Clara seraya menyambar kantong plastik pemberian Dewa.

Seolah perkataan Clara hanya angin belaka, Dewa tak memberi tanggapan. Ia melenggang begitu saja. Suara pemuda itu seolah sangat berharga hingga tak setiap hari ia mau mengeluarkannya. Jika awalnya Clara cukup kesal dengan sikap Dewa tersebut, kini sifat menyebalkan itu justru jadi ciri khas seorang Dewananda Pradipta di mata Clara.

Clara langsung memakan salah satu bakpao pemberian Dewa. Tak lupa, ia menawari Rendra dan Maudy. Sayangnya, Dua bestie-nya itu menolak. Apalagi Rendra yang sejak awal memang kurang menyukai Dewa.

“Ra, kapan lo mau mutusin Dewa?” tanya Rendra sambil melihat punggung Dewa.

“Hah? Kenapa gue harus mutusin Dewa? 'Kan gue sama Dewa nggak ada masalah,” balas Clara dengan mengunyah bakpaonya.

Rahasia Kita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang