40. Dunia Bodoh Clara

77 5 31
                                    

Clara, Dewa, Maudy, dan Rizal memasuki salah satu pusat perbelanjaan terkenal. Keempat remaja itu benar-benar tengah double date. Lebih tepat disebut double date dadakan tanpa persiapan. Pada dasarnya, apa yang mereka lakukan semata-mata untuk menutupi fakta, bahwa Clara tak mau ke rumah sakit bersama Putri dan menyaksikan kedekatan Gavin dan Putri.

Clara menggandeng tangan Dewa dan menyeret Dewa secara paksa menuju kedai es krim. Sedangkan Maudy dan Rizal hanya mengikuti keduanya dari belakang layaknya dayang. Sebenarnya, keikutsertaan Rizal hanya sebuah kebetulan. Ya, kebetulan ada Rizal yang tengah menunggu dijemput sang ayah saat Maudy bingung akan mengajak siapa untuk acara double date dadakan tersebut.

“Clara!”

Baru saja memasuki kedai es krim, seorang pemuda memanggil Clara, membuat Clara harus menghentikan langkah. Clara bak komandan bagi Dewa, Maudy, dan Rizal. Jadi, saat Clara berhenti, tiga remaja itu juga ikut berhenti.

“Alen? Ngapain lo di sini?” tanya Clara basa-basi.

“Ngapain lagi? Ya beli es krimlah! Masa beli bahan bangunan,” jawab pemuda yang merupakan mantan pacar Clara itu.

Laki-laki yang akrab disapa Alen tersebut memerhatikan Dewa dari ujung kaki hingga kepala. Lalu, menyipitkan mata, seolah menebak status Dewa.

“Cowok lo?” Alen bertanya pada Clara seraya menunjuk Dewa.

“Iya, dong! Ganteng, 'kan?” Clara menjawab dengan semakin mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Dewa. Tentu saja hal itu membuat Dewa tak nyaman. Tapi Dewa bisa apa? Clara memegang bukti yang menjadi kelemahannya. Mau tak mau, Dewa harus menurut.

“Tampangnya kayak nggak asing.” Alen mencoba mengingat wajah Dewa yang menurutnya familiar.

“Ah, gue inget. Muka dia terpampang di baleho sekolah lo, 'kan?” lanjut Alen setelah ingat.

“Dewa ini murid paling genius di sekolah. Dia juara satu lomba matematika se-provinsi. Dibanding sama lo sih, lo nggak ada apa-apanya. Nama ibukota Australia aja, lo nggak tahu, 'kan?” oceh Clara yang seketika membuat Alen tak bisa berkata-kata. Ya, Alen memang lemah dalam pelajaran. Namun dalam hal basket, Alen adalah pemain andalan sekolahnya.

Selesai memerhatikan Dewa, kini indera penglihatan Alen beralih menatap Rizal. Melihat Rizal dan Maudy berdiri dengan jarak yang tak dekat membuat Alen heran. Jika Clara membawa pacarnya, lalu Maudy membawa siapa?

“Ini cowok lo?” tanya Alen pada Maudy.

Maudy lekas menggandeng tangan Rizal. Tentunya dengan rasa bingung bercampur gugup. Maudy takut, Rizal akan merasa tak nyaman. Namun, Maudy tak punya pilihan lain. Setelah putus dari Clara beberapa bulan lalu, Alen mulai memburunya, bahkan mengiriminya pesan setiap hari. Alen seolah ingin menjadikan Maudy pelarian setelah kegagalannya dengan Clara.

“Iya. Dia cowok gue,” jawab Maudy yang terdengar tegas.

Rizal menoleh, memandang Maudy. Bibirnya tersenyum mendengar jawaban Maudy. Menurut Rizal, Maudy seperti memberikan lampu hijau padanya. Walau belum tahu alasan Maudy, tapi Rizal cukup senang berpura-pura menjadi pacar Maudy.

“Ngeliat tampangnya, pasti dia nggak jago olahraga,” tebak Alen, berusaha mencari kekurangan Rizal dari bentuk fisiknya.

“Enak aja! Rizal ini mau masuk tim basket sekolah, tahu! Dia bakal jadi penyerang di tim,” sanggah Maudy.

Ucapan Maudy barusan membuat Rizal semakin ingin masuk tim basket sekolah. Akan tetapi, orang tuanya sudah melarang dan menyuruh agar Rizal mundur dari kandidat pemain tim basket yang baru. Rizal jadi bingung harus bagaimana. Ia suka bermain basket dan ingin menunjukkan bakatnya pada dunia. Sialnya, kondisi tubuhnya tak mendukung.

Rahasia Kita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang