18. Pernyataan Cinta yang Penuh Keterpaksaan

105 4 38
                                    

Udara mulai terasa panas. Kipas angin yang menyala seolah tak berguna. Dewa tampak gusar dengan sesekali merobek selembar buku tugas yang penuh dengan coretan. Sebentar lagi bel tanda istirahat kedua berbunyi. Ada sesuatu yang harus dilakukan pemuda tampan itu saat istirahat nanti. Kata ‘harus’ membuat Dewa merasa diperintah dengan semena-mena. Menyebalkan dan mengesalkan.

Beberapa detik kemudian, bel tanda istirahat kedua berbunyi. Sang guru lekas meninggalkan kelas. Sedangkan para murid menghentikan kegiatan belajarnya dan langsung berlari keluar kelas dengan penuh semangat. Dewa menghela napas dengan pikiran tak karuan. Di saat bersamaan, ponselnya di saku bergetar. Tangan putih Dewa mengambil benda pipih tersebut untuk memeriksa pesan yang datang. Terlihat sebuah pesan atas nama ‘Si Cantik Kesayangan’.

[Sekarang!]

‘Si Cantik Kesayangan’ adalah nama kontak Clara di ponsel Dewa. Singkat cerita, Dewa terpaksa memberikan nomer ponselnya pada Clara, karena gadis itu mengancam akan menyebarkan videonya memasuki pintu belakang rumah bunga ke media sosial. Bahkan nama kontak tersebut diketik sendiri oleh Clara.

Dewa mengepalkan tangan, menahan amarah. Hidupnya terasa semakin kacau sejak Clara memburunya. Padahal, Dewa bukan hewan buruan. Ah, sulit dijelaskan bagaimana kegelisahan dan ketakutan yang menyelimuti diri Dewa saat ini.

Dewa beranjak dari tempat duduk dengan mengantongi satu pulpen. Kakinya melangkah keluar kelas bersama beberapa murid lain. Otaknya yang biasa digunakan untuk menjawab soal-soal sulit seolah kehilangan fungsi. Dewa bahkan tak bisa berpikir jernih setelah Clara mengetahui rahasianya.

Koridor lantai dua gedung IPS sangat ramai. Ada banyak murid wara-wiri di sana, membuat Dewa rasanya tak sanggup melakukan apa yang dikatakan Clara tadi pagi. Ya, Dewa dan Clara sudah membuat kesepakatan. Sekalipun kesepakatan itu cukup merugikan Dewa, karena harus menjatuhkan harga dirinya.

Sesampainya di depan kelas 11 IPS 5, Dewa berhenti. Ia melihat sekeliling yang ramai. Tubuhnya sedikit gemetar. Kemudian, pemuda berbibir tipis itu mengatur napas. Pemandangan Dewa berdiri di depan kelas 11 IPS 5 tentunya cukup menyita perhatian para murid dari kelas tersebut.

“Clara, mulai hari ini, kita pacaran!” teriak Dewa tiba-tiba.

Semua murid yang melihat dan mendengar teriakan Dewa dibuat terperangah. Bahkan Maudy yang tengah membereskan buku-buku di atas meja, tak sengaja menjatuhkannya. Sedangkan Erlina yang sedang memoles bedak pada wajah mulusnya, reflek menghentikan kegiatan. Mereka tak menyangka, jika Dewa berdiri di sana untuk menyatakan cinta pada Clara. Padahal, beberapa hari yang lalu, Dewa menolak Clara di depan semua orang. Tapi, hari ini seolah Tuhan membalikkan keadaan.

Clara tersenyum di tempat duduknya seraya memasang wajah congkak. Ia memberi kode pada Dewa agar mendekat. Dengan terpaksa, Dewa menurut layaknya anak anjing penurut. Jujur, Dewa sangat tak nyaman dengan tatapan orang-orang saat ini padanya. Rasanya, ia ingin segera pergi ke pantai dan menenggelamkan diri.

Ketika berada di kelas 11 IPS 5, Dewa menatap Clara tajam. Sepanjang hidup, Dewa tak pernah membayangkan akan melakukan hal gila seperti ini. Ya, sepertinya ia sudah tertular oleh kegilaan Clara.

“Coba ulangi lagi!” perintah Clara sembari tersenyum miring.

Dewa mencoba menahan diri. Oh Tuhan, rasanya Dewa ingin merobek mulut Clara.

“Clara, ayo kita pacaran!” ucap Dewa dengan suara agak pelan.

“Lebih keras! Gue nggak denger!” balas Clara, memancing amarah Dewa.

Dewa menghela napas. Ia mengeratkan gigi-giginya. Tangan Dewa memegang pulpen di saku. Ah, setelah ini sepertinya Dewa butuh sesuatu yang bisa digunakan untuk melampiaskan kemarahannya.

Rahasia Kita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang