24. Cinta yang Belum Selesai

89 4 24
                                    

Suara permainan piano terdengar manis dan lembut dari ruang musik. Di dekat sosok pemuda yang menjadi dalang dari permainan piano tersebut, ada seorang gadis yang duduk anteng menikmati permainan piano sang kekasih. Setelah satu lagu selesai dimainkan, suara tepuk tangan dari gadis berambut panjang itu menyambut.

“Woah, keren banget. Ajarin, dong!” pinta gadis ber-tagname Clara Tarida Evelyn seraya mendekat pada si pemain piano.

Gavin, si pemain piano, menggeser posisi duduknya agar Clara bisa duduk di samping. “Sini!”

Clara dengan antusias duduk di sana. Gavin meraih tangan mulus Clara dan menggerakkannya di atas tuts-tuts piano. Si pemilik tangan hanya mengikuti sembari menikmati permainan piano tersebut.

Getaran ponsel Clara dalam genggaman menyadarkan gadis itu dari kenangan indah yang mendadak terlintas. Di tempat yang sama dengan lagu yang sama, Clara diajak bernostalgia. Ia seperti ditarik ke masa lalu. Semakin Clara memaksa dirinya untuk melupakan Gavin, justru malah membuatnya semakin ingin kembali ke masa lalu agar bisa bersama sang mantan pacar.

“Clara, jangan jadi tolol! Please Ra, pake akal sehat lo!” bisik Clara pada dirinya sendiri.

Sekarang, Clara mengalihkan pandangannya ke layar ponsel yang menampakkan sebuah pesan dari sang ayah.

[Papa sama Mama sore ini pergi ke rumah Nenek buat jenguk tante kamu yang habis melahirkan. Jangan bandel! Nurut sama kakak kamu!]

Clara berdecih setelah membaca pesan tersebut. Ia tak peduli jika sang ayah pergi kemana atau mau apa. Toh, sejak memiliki istri baru, ayahnya sering bertengkar dengannya. Gadis berbibir tipis itu lekas membalikkan tubuh, berniat untuk segera pergi. Clara tak bisa berlama-lama di sana. Apalagi jika sampai ketahuan Gavin. Hal itu bisa membuat Gavin berpikir bahwa Clara masih berharap padanya.

Baru saja tubuh Clara berbalik, tak sengaja ia menabrak seorang murid perempuan yang kebetulan lewat. Murid tersebut membawa dua minuman yang kini tumpah membasahi seragamnya dan seragam Clara.

“Kalo jalan liat-liat, dong, Bangsat!” teriak Clara.

“Lo sendiri yang asal nyelonong. Kenapa nyalahin orang lain?” balas murid perempuan tadi yang tak lain adalah Yolanda.

Seperti biasa, Clara tak akan mengalah pada Yolanda. Begitu juga sebaliknya. Keduanya saling menyalahkan dan mulai adu mulut. Koridor yang awalnya sepi, kini jadi ramai gara-gara suara pertengkaran dua gadis itu. Beberapa murid yang mendengar suara kegaduhan tersebut, langsung datang untuk melihat. Begitu pula dengan Gavin yang berniat pulang setelah selesai latihan.

Ketika Gavin keluar dari ruang musik, Clara dan Yolanda sudah saling menjambak. Sementara beberapa murid yang berada di sana hanya menonton tanpa ada keinginan untuk melerai. Tentunya Gavin tak bisa membiarkan kegaduhan itu terus berlanjut. Dengan cepat, ia berusaha melepaskan tangan Yolanda yang menarik rambut Clara. Kesempatan itu digunakan Clara untuk menendang kaki Yolanda hingga Yolanda terjatuh ke lantai. Posisi kaki Clara dan Gavin yang berdekatan membuat Yolanda mengira bahwa Gavin yang menendang kakinya.

“Argh!” rintih Yolanda.

Melihat Yolanda jatuh, Gavin lekas mengulurkan tangan untuk membantu sang adik kelas bangun. Sayangnya, Yolanda malah menepis tangan Gavin. Ia menatap Gavin tajam seraya beranjak berdiri. Kemudian, berjalan meninggalkan tempat tersebut.

“Ra, lo nggak apa-apa?” tanya Gavin yang kini mengalihkan pandangan pada Clara.

Clara tak menjawab. Ia melenggang begitu saja seolah tak menganggap keberadaan sang kakak. Hal itu membuat Gavin seperti dicampakkan oleh dua gadis sekaligus. Padahal, ia berniat baik.

Rahasia Kita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang