02. Pedekate Tahap Pertama

202 7 35
                                    

Menonton film di bioskop menjadi salah satu agenda pasangan saat ingin menghabiskan waktu bersama. Biasanya, film ber-genre komedi romantis paling ramai ditonton oleh muda-mudi berpasangan. Hal itulah yang saat ini juga dilakukan oleh pasangan Clara dan Tristan. Terhitung baru satu pekan sejak berpacaran, Tristan tak pernah kehabisan cara untuk mengisi waktu luang bersama sang kekasih. Menonton film di bioskop menjadi salah satu idenya.

Dua jam menonton film bersama penonton lain, Clara dan Tristan keluar dari gedung bioskop dengan bergandengan tangan. Mereka terlihat seperti pasangan muda pada umumnya yang saling mencintai. Tristan memang sangat menyukai Clara. Sudah lama ia memiliki perasaan pada teman sekelasnya itu. Namun, di tahun kedua, ia baru memiliki keberanian untuk menyatakan cinta pada sang pujaan hati.

Sesampainya di tempat parkir, Tristan melepaskan tangan Clara. Pemuda itu melangkah menuju motor besarnya yang terparkir di barisan paling depan.

"Ra, habis ini makan, yuk! Ada restoran makanan Tiongkok yang baru buka," ucap Tristan.

Clara tak memberi jawaban. Gadis itu seolah tak memedulikan perkataan sang pacar karena sibuk dengan ponselnya. Merasa tak direspon, Tristan menoleh ke arah Clara. Ia mengernyitkan dahi, melihat Clara yang lebih mementingkan bermain ponsel daripada sekadar menanggapi ucapannya barusan.

"Ra, lo dengerin gue, nggak, sih?" tanya Tristan, mengeraskan suara.

Clara kini mengalihkan pandangan pada Tristan. "Sorry Tan, gue tadi nggak denger. Sibuk bales WA-nya Rendra sama Maudy." Clara mengangkat layar ponsel yang menampilkan chat dari dua sahabatnya.

Tristan mencoba memaklumi sikap Clara. Sejak awal, ia sudah berjanji untuk tak banyak mengatur Clara. Ya, sekalipun sebenarnya ia sedikit cemburu melihat kedekatan Clara dan Rendra.

Clara menghampiri Tristan dengan tersenyum. Mata indah gadis itu memandang sang kekasih sambil memegang tangan putih Tristan.

"Tan, kayaknya gue nggak bisa ngelanjutin hubungan kita, deh," ujar Clara.

Ekspresi Tristan seketika berubah, bersamaan dengan dilepaskannya tangan mulus Clara. Pemuda itu berpikir, berusaha mengingat apa yang salah darinya. Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba Clara minta putus.

"Ra, kalo bercanda jangan gini, dong!" pinta Tristan.

"Gue nggak lagi bercanda, Tan! Gue udah capek sama hubungan ini. Lagian, lo terlalu baik buat gue."

Clara menepuk pundak Tristan saat melihat Rendra datang. Ia melangkah pergi menuju Rendra yang sudah menunggu di depan bioskop. Tentu saja Tristan tak terima begitu saja dengan keputusan sepihak Clara. Dengan cepat, Tristan meraih lengan Clara untuk menghentikan langkah gadis tersebut.

"Ra, lo marah sama gue gara-gara tadi siang gue nggak nemenin lo makan siang di kafetaria, ya? Gara-gara gue lebih mentingin main basket daripada lo?" racau Tristan, mengoreksi kesalahannya.

Clara menyingkirkan tautan tangan Tristan dari lengan putihnya. Hal semacam ini kerap terjadi saat Clara memutuskan pacarnya. Jadi, hal seperti ini bukan sesuatu yang mengejutkan gadis 17 tahun itu. Niat Clara menerima pernyataan cinta Tristan bukan karena ia menyukai Tristan. Tapi, karena ingin membuat Yolanda kesal. Clara tahu, bahwa selama ini Yolanda menyukai Tristan yang merupakan kapten tim basket sekolah.

"Tan, lo mau dengerin pengakuan gue, nggak?" tawar Clara, menatap Tristan lekat.

"Gue bakal dengerin, biar gue tahu letak kesalahan gue." Jawaban Tristan terdengar serius, membuat Clara merasa sedikit bersalah.

"Alasan gue mau pacaran sama lo, karena gue mau bikin Yolanda kesel dan kalah. Selama ini, Yolanda suka sama lo. Tapi, gue yang bisa pacaran sama lo," jelas Clara yang seketika membuat Tristan hanya bisa ternganga.

Rahasia Kita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang