Suara sendok teh bergesekan dengan dinding gelas, air, dan teh tarik instan mendominasi dapur yang berada di lantai empat. Tangan kurus dan putih seorang Diana Saraswati dengan telaten mengaduk minuman untuk teman putranya sembari sesekali tersenyum. Nyonya Diana tersenyum bukan tanpa alasan. Rasanya, waktu berlalu terlalu cepat. Tanpa terasa, sang putra kini sudah berusia 17 menuju 18 tahun. Tidak heran, jika sudah memiliki teman perempuan.
Tak bisa Nyonya Diana pungkiri, bahwa semakin dewasa, Dewa semakin mirip dengan ayah kandungnya. Gen memang tak bisa berbohong. Bahkan kecerdasan yang Tuan Juan miliki, menurun pada Dewa. Tuhan seolah tak membiarkan seorang Juan Anggara membantah kenyataan. Anak yang tak diinginkan sangat mirip dengannya, sementara anak yang diinginkan justru mirip istrinya.
Beberapa saat kemudian, seorang pria memasuki dapur. Sembari melepas masker dan topi, pria itu mendekat pada Nyonya Diana. Merasa ada seseorang datang, Nyonya Diana menoleh. Ia tampak kaget melihat sosok tersebut.
“Juan?” ucap Nyonya Diana terkejut.
“Dimana Dewa?” tanya Tuan Juan tanpa basa-basi.
“Dewa lagi sakit. Jangan ganggu dia!” Nyonya Diana membalas dengan ekspresi ketus.
“Kamarnya ada di lantai lima, 'kan?”
Seolah tak peduli pada perkataan Nyonya Diana, Tuan Juan lantas melangkah keluar dari dapur. Secepatnya Nyonya Diana menghalangi jalan pria tinggi itu.
“Aku mohon, tolong jangan nemuin Dewa lagi! Jangan bikin anak itu semakin kecewa! Sejak awal kamu nggak pernah peduli sama dia. Ya udah, kamu nggak usah peduli selamanya!” pinta Nyonya Diana.
Tuan Juan menatap Nyonya Diana lekat. Sama seperti dulu, tatapan itu masih mampu meluluh lantakkan hati Nyonya Diana yang lemah. Mau dihitung berapa tahun pun, rasa cinta Nyonya Diana pada Tuan Juan memang tak pernah hilang. Tak peduli seserakah apa pria itu. Memang benar kata orang-orang, bahwa cinta itu buta.
“Aku baru peduli sekarang, karena aku baru tahu gimana kehidupannya. Gimana bisa, kamu bawa anak kamu ke tempat kotor ini?” ungkap Tuan Juan.
“Tempat kotor, kamu bilang?”
Air mata Nyonya Diana mendadak jatuh. Betapa konyolnya orang-orang yang memandang rendah mereka yang berada di rumah bordil tanpa tahu alasan di baliknya. Selama ini, mungkin orang berpikir bahwa Nyonya Diana sangat menikmati pekerjaannya sebagai muncikari di Rumah Bunga. Padahal Nyonya Diana sama sekali tak menikmatinya. Ia tak punya pilihan lain saat itu, sehingga membuatnya terpaksa tinggal dan melahirkan Dewa serta membesarkannya di tempat tersebut.
“Tempat kotor inilah yang ngelindungin aku sama Dewa dari orang-orang kejam, kayak kamu dan istri kamu!” teriak Nyonya Diana penuh emosi.
Tuan Juan terdiam sesaat. Pria itu tahu, apa yang terjadi 18 tahun lalu. Akan tetapi, saat itu ia tak memiliki keberanian untuk melindungi wanita yang dicintai karena posisinya. Istrinya mampu mengendalikannya karena memiliki kekuatan dan kekuasaan.
“Hari ini tujuanku ke sini buat ketemu sama Dewa. Aku nggak mau bahas masa lalu!” Tuan Juan mencoba menghindari tatapan mata Nyonya Diana yang membuatnya tak tahan.
“Jangan ganggu hidupku sama Dewa! Anggep aja kami orang asing!” cetus Nyonya Diana yang kini merendahkan suara.
Tuan Juan mengangguk dengan ekspresi yang sulit diartikan. Laki-laki awal empat puluhan itu kembali berjalan keluar dapur. Sedangkan Nyonya Diana masih berdiri di tempat dengan perasaan sedikit lega. Ia pikir, Tuan Juan sudah menyerah. Namun, sepertinya ia salah. Ketika keluar dapur, Tuan Juan menutup pintu dapur dan menguncinya dari luar. Menyadari hal itu, Nyonya Diana lekas berusaha mendobrak pintu dari dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Kita [END]
Teen FictionDewananda Pradipta, pemuda berusia 17 tahun yang sengaja menutup diri dari orang lain. Bukan tanpa alasan, Dewa menjadi sosok yang sangat tertutup. Ia memiliki banyak rahasia yang disembunyikan. Saking tertutupnya, Dewa nyaris tak pernah berbicara d...