Dewa melahap es krim dengan cepat. Pemuda itu tak sedang memburu kupon es krim gratis selama tiga hari. Akan tetapi, ia tengah mendinginkan kepala yang panas akibat perkataan ayah kandungnya beberapa saat lalu. Sebuah perkataan yang sudah Dewa prediksi akan dilontarkan oleh sang ayah. Masih terngiang jelas di telinga Dewa, ketika pria itu mengatakan, bahwa keberadaannya sangat merepotkan dan menjengkelkan.
Setelah menghabiskan satu cup es krim ukuran besar, Dewa belum merasa lebih baik. Padahal lidah dan bibirnya sudah kedinginan. Lelaki itu beranjak dari tempat duduk. Sepertinya es krim tak mampu mendinginkan kepala. Kakinya melangkah keluar dari kedai es krim. Ia mendongakkan kepala, memandang lantai dua yang tampak ramai. Saat memandang area arkade, Dewa teringat pada Clara. Ketika pergi ke arkade beberapa waktu lalu, Clara meminta Dewa untuk mencapitkan boneka pinguin dan anak babi. Namun, Dewa malah berhasil mencapit boneka brokoli. Ya, semua boneka yang berhasil Dewa capit hanya boneka brokoli. Tanpa sadar, bibir Dewa tersenyum mengingat kejadian tersebut.
Dewa memutuskan untuk pergi ke tempat arkade. Ia membeli banyak koin, agar bisa bermain sampai puas. Sepertinya hari ini Dewa akan memberi kesempatan pada dirinya untuk bermain sampai puas. Tak ada belajar atau sekadar mengulas soal. Setelah membeli koin, permainan pertama yang Dewa datangi adalah capit boneka. Kali ini, pemuda itu bertekad mendapatkan boneka pinguin dan anak babi.
Saat koin dimasukkan ke dalam kotak, Dewa mengendalikan capit dengan menggunakan perhitungan waktu. Memang benar, bahwa hal-hal kecil pun sebenarnya memiliki teori. Dengan mudah, Dewa berhasil mendapatkan boneka pinguin yang dulu sempat diincar Clara. Setelahnya, Dewa kembali memasukkan koin untuk mencapit boneka anak babi. Ketika sedang konsentrasi dan menghitung ketepatan waktu mencapit, mendadak ada seseorang yang menepuk pundak Dewa dari belakang. Sontak hal itu membuat Dewa terkejut dan capitannya meleset.
“Ternyata ini beneran Ayang Ewa!” celetuk Clara dengan ekspresi ceria seperti biasa.
“Ngagetin aja!” Dewa bergumam.
Clara melihat boneka pinguin yang bertengger di atas kotak capit boneka. Tanpa permisi, gadis itu langsung mengambil boneka tersebut.
“Bonekanya imut banget kayak gue. Ini boneka buat gue aja, ya?” tanya Clara.
“Ambil!” balas Dewa dengan ekspresi datar. Ekspresinya memang datar, tapi hatinya tengah tersenyum bahagia.
Pertemuan Clara dengan Dewa hari ini benar-benar tak disengaja. Awalnya, Clara pergi ke tempat arkade untuk mencari hiburan, karena ia malas melihat teman-teman anggota OSIS Gavin datang ke rumahnya. Para anggota OSIS perempuan pasti berlomba-lomba mencari perhatian dari Gavin. Sebelum Clara naik darah melihatnya, lebih baik Clara keluyuran mencari udara segar dan hiburan. Sayangnya, hari ini Maudy dan Rendra tak bisa ikut serta bersama Clara karena kesibukan masing-masing.
“Pengen boneka anak babi.” Clara menunjuk boneka yang dimaksud.
“Ambil sendiri!”
Dewa menggeser posisi, agar Clara bisa mencapit boneka. Diam-diam, Dewa memandang Clara dengan bibir tersenyum. Kedatangan Clara yang tak disangka seperti obat yang diturunkan Tuhan untuk menyembuhkan luka hatinya hari ini.
“Yah, nggak berhasil. Padahal tinggal dikit lagi,” keluh Clara setelah gagal mencapit boneka yang diinginkan.
Clara menoleh, melihat Dewa yang kini kembali memasang wajah datar. “Capitin!”
Dewa melipat tangan di dada. Alisnya yang tebal seolah saling bertaut satu sama lain. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Clara.
“Lo lupa sama perjanjian kita? Selama dua hari, lo nggak boleh gangguin gue!” tukas Dewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Kita [END]
Teen FictionDewananda Pradipta, pemuda berusia 17 tahun yang sengaja menutup diri dari orang lain. Bukan tanpa alasan, Dewa menjadi sosok yang sangat tertutup. Ia memiliki banyak rahasia yang disembunyikan. Saking tertutupnya, Dewa nyaris tak pernah berbicara d...