Hari dilaksanakannya evaluasi bulanan SMA Pilar Nusantara telah tiba. Semua murid berada di kelas dan duduk sesuai nomer urut nama mereka. Entah itu sebelumnya satu kelas atau tidak, semuanya tergantung urutan abjad nama. Pihak sekolah sengaja mengaturnya untuk menghindari adanya tindak kecurangan, karena evaluasi bulanan ibarat latihan ujian nasional.
Hari demi hari dilewati dengan berbagai rasa, mulai dari tegang, bingung, lelah sampai panik. Sebagian murid berusaha sekuat tenaga untuk menjawab soal dengan benar. Namun, sisanya malah asal menjawab karena memang merasa kemampuannya hanya sampai di situ.
Setelah melewati satu pekan mengerjakan soal-soal evaluasi bulanan, kini para murid bisa lega. Segala beban mereka seperti sudah terangkat. Padahal, evaluasi bulanan bukan akhir, melainkan awal dari segala pertempuran yang akan mereka hadapi nanti.
Clara tersenyum sumringah memasuki kelas 11 IPS 1. Jika biasanya tujuan utama Clara ke kelas IPS unggulan itu untuk bertemu Rendra, kali ini tujuannya lain. Ya, sudah menjadi rahasia umum, bahwa Clara dan Dewa berpacaran. Jadi, murid-murid di kelas tersebut tak heran melihat Clara langsung duduk di kursi kosong samping Dewa.
"Tadi pagi, kenapa nggak ngebales WA gue?" tanya Clara tanpa basa-basi.
"Nggak ada kuota," jawab Dewa tanpa mengalihkan pandangan dari buku tebalnya.
Clara mengintip buku yang Dewa baca. Namun, Dewa langsung menutupnya. Menurut Dewa, tidak ada gunanya Clara membaca buku yang berisi tentang hukum dan sejarah perundang-undangan. Toh, gadis itu juga tak akan mengerti.
"Pelit banget!" kesal Clara seraya mengerucutkan bibir.
Dewa memasukkan bukunya ke dalam tas. Kemudian, memandang Clara dengan ekspresi datar. Ia yakin, Clara datang ke kelasnya karena ingin mengganggunya lagi. Dewa pikir, Clara pasti sangat merindukan saat-saat ia mengganggu Dewa, karena selama evaluasi bulanan, gadis itu tak sempat menjahili Dewa.
"Gue laper, nih! Beliin gue makanan di minimarket sekolah, dong!" perintah Clara dengan suara manja bercampur mengesalkan khasnya.
Dewa menghela napas. Ia tahu, hal ini akan kembali terjadi padanya. Tanpa membantah, pemuda itu langsung berdiri dan berjalan keluar kelas. Sejauh ini, Dewa tak bisa berbuat apa-apa, karena Clara memiliki kartu as-nya. Sembari menjalani perannya sebagai pacar gadungan Clara, Dewa memikirkan cara untuk melenyapkan bukti yang Clara miliki.
"Gue kasih waktu satu menit!" teriak Clara.
Dewa menghentikan langkah. Ia menoleh ke arah Clara dengan tatapan mata bak laser. Ingin sekali Dewa berteriak di depan Clara agar tidak memanfaatkan sikap penurutnya.
"Satu, dua, tiga, empat, lima!" Clara menghitung untuk memaksa Dewa kembali melanjutkan kegiatannya.
Dewa kembali berjalan keluar kelas dengan mempercepat langkah. Untuk sementara, Dewa akan menuruti permintaan Clara, asal masih dalam batas wajar. Namun, jika permintaannya dirasa mulai aneh, Dewa tak akan segan untuk menolak.
Clara tertawa setelah Dewa pergi. Ini seperti peribahasa 'sekali dayung dua tiga pulau terlampaui'. Selain memenangkan taruhan, Clara juga bisa memperbudak Dewa. Sungguh Clara menyukai kemenangan gandanya.
Tak lama kemudian, Maudy datang menghampiri Clara. Gadis tinggi itu langsung menarik tangan Clara dan menyeret sang sahabat keluar dari kelas tersebut.
"Ada apaan, sih, Dy?" tanya Clara.
"Darurat banget, Ra. Lo harus liat sendiri!" balas Maudy sambil berjalan menuju kelasnya.
Sesampainya di kelas 11 IPS 5, terlihat beberapa murid berkumpul di depan papan tulis. Clara dan Maudy ikut bergabung untuk melihatnya. Setelah membaca tulisan di papan tulis, Clara menampakkan ekspresi antara heran dan bingung. Sedangkan beberapa murid perempuan lain melirik Clara tak yakin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Kita [END]
Teen FictionDewananda Pradipta, pemuda berusia 17 tahun yang sengaja menutup diri dari orang lain. Bukan tanpa alasan, Dewa menjadi sosok yang sangat tertutup. Ia memiliki banyak rahasia yang disembunyikan. Saking tertutupnya, Dewa nyaris tak pernah berbicara d...