25. Problematika Gavin di Tengah Keluarga Clara

69 3 8
                                    

Ruang rawat Clara mendadak ramai setelah kedatangan Tuan Hendra, Nyonya Kirana, dan nenek Clara dari pihak ibu. Ketiganya langsung ke rumah sakit setelah mendengar kabar bahwa Clara dirawat di rumah sakit. Mereka sangat mengkhawatirkan keadaan Clara. Apalagi hari ini Gavin tak bisa menjaga Clara karena harus mengikuti ujian tulis tahap pertama penerimaan beasiswa dari salah satu perusahaan besar. Selain itu, Gavin juga harus mengurus persiapan acara ulang tahun sekolah sepulang ujian. Oleh sebab itu, Gavin menitipkan Clara pada perawat yang bertugas.

“Badan kamu kurus banget, Ra. Dulu pas mama kamu masih hidup, kamu nggak sekurus ini, lho. Jangan-jangan, papa kamu sibuk ngurus istri sama anak barunya sampe lupain kamu.” Neneknya Clara, Bu Tanti, memulai aksi julidnya. Wanita itu duduk di ranjang Clara sembari mengelus lengan putih Clara yang kurus.

Tuan Hendra, dan Nyonya Kirana menanggapi perkataan wanita tua itu dengan senyuman. Pasangan tersebut sudah terbiasa menghadapi sifat Bu Tanti yang suka bicara blak-blakan. Sejak awal, Bu Tanti memang kurang setuju dengan pernikahan Tuan Hendra dengan Nyonya Kirana. Alasannya tentu karena mendiang ibunya Clara belum genap satu tahun meninggal. Bukannya Bu Tanti melarang Tuan Hendra menikah lagi. Hanya saja, rasanya terlalu terburu-buru dan membuat curiga, seolah keduanya sudah menjalin hubungan sebelum ibunya Clara meninggal.

“Clara ini anaknya bandel, Bu. Udah dibikinin makanan kesukaannya sama Kirana, tetep aja nggak mau makan,” balas Tuan Hendra.

“Masakan mama tiri sama mama kandung emang beda rasa. Mungkin masakan mama tirinya nggak enak,” timpal Bu Tanti dengan melirik Nyonya Kirana.

Melihat sang nenek yang mulai membuat keributan, Clara hanya menghela napas sambil bermain ponsel. Ia tidak ingin ikut bicara atau ambil pusing dengan obrolan para orang tua. Apalagi, Clara juga memang tak menyukai sang ibu tiri. Jadi, melihat neneknya berbicara seperti itu, ia diam saja.

Tuan Hendra menggenggam tangan Nyonya Kirana, seolah menenangkan sang istri agar tak terpancing dengan ucapan Bu Tanti. Nyonya Kirana masih mengukir senyuman, sekalipun saat ini hatinya sakit mendengar ocehan mertua sang suami.

“Ini juga, kemana si Gavin? Adiknya sakit begini malah ditinggalin. Nggak bertanggungjawab sama sekali jadi kakak.” Bu Tanti masih melanjutkan kegiatan julidnya.

“Gavin sekolah, Bu. Dia udah kelas 12, jadi sibuk,” balas Tuan Hendra dengan nada santai.

“Belain terus! Bela terus istri sama anak baru kamu!” kesal Bu Tanti karena Tuan Hendra selalu menjawab perkataannya.

Nyonya Kirana memberikan kode pada sang suami agar tak lagi membalas perkataan Bu Tanti. Apalagi mereka sedang berada di rumah sakit. Tentunya sebagai yang lebih muda, mereka harus mengalah.

“Bu, aku tinggal keluar sebentar, ya! Kalian lanjutin aja ngobrolnya!” pamit Nyonya Kirana.

“Mau kemana?” tanya Tuan Hendra pelan seraya meraih tangan sang istri.

“Beliin minuman buat Ibu. Mas temenin Ibu sama Clara ngobrol. Aku cuma sebentar, kok.” Nyonya Kirana melepaskan tautan tangan sang suami. Lalu, melangkah keluar dari ruang rawat.

Wanita berusia empat puluhan itu berjalan dengan mengusap air matanya yang perlahan mengalir. Mau pura-pura sekuat apapun, hati Nyonya Kirana tetap memiliki batas kesabaran. Baru setahun biduk rumah tangganya bersama Tuan Hendra dibangun. Namun, semakin hari terasa semakin berat. Terlebih, Clara tak kunjung membuka hati untuknya dan Gavin.

Sebenarnya, Nyonya Kirana sangat ingin menjadi ibu yang baik untuk Clara. Sejak menikah dengan Tuan Hendra, ia selalu berusaha bersikap baik pada Clara. Wanita itu sudah menganggap Clara seperti anaknya sendiri, karena Tuan Hendra juga menganggap Gavin layaknya anak sendiri. Sayangnya, Clara tak pernah bersikap baik padanya. Bahkan, makan makanan buatannya saja Clara tak mau.

Rahasia Kita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang