42. Perubahan Sikap Rendra Pada Clara

68 4 23
                                    

Papan tulis kelas 11 IPS 5 berhiaskan coretan berbagai angka dengan rumus-rumus matematika. Guru matematika baru saja selesai menjelaskan materi sebelum jam mengajar berakhir. Dua jam pelajaran yang memakan waktu tak sampai satu jam setengah terasa seperti setahun. Memang jika tak menyukai pelajarannya, maka jam pelajaran tersebut akan terasa sangat lama dan membosankan.

Bel berbunyi, tanda jam pelajaran kedua telah selesai. Sang guru mulai mengemasi barang-barangnya. Sementara Tata sebagai Ketua Kelas mengambil buku tugas setiap murid di kelas untuk dikumpulkan. Setelahnya, Tata mengikuti guru tersebut keluar kelas.

Semua murid bisa bernapas lega, sebab jam pelajaran yang dibenci telah selesai. Ya, sekalipun keesokan hari masih akan menghadapi materi dan tugas matematika lagi. Clara mengeluarkan buku tugas milik Dewa dari tas. Sesuai janji, ia berniat mengembalikan buku tersebut pada pemiliknya.

“Ra, mau lo balikin sekarang?” tanya Maudy.

“Iya. Gue udah janji sama Dewa,” jawab Clara sambil berjalan keluar kelas.

Maudy ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi Clara sudah semakin jauh. Sebetulnya, Maudy khawatir pada Rendra. Semakin Clara dekat dengan Dewa, Rendra akan semakin terluka. Tanpa Clara ketahui, semalam Rendra menelepon Maudy dan mengatakan segala kekhawatirannya pada hubungan Clara dan Dewa. Akan tetapi, Maudy bisa apa. Ia tak bisa mengatur Clara mau dekat dengan siapapun.

Clara melangkah menuju kelas 11 IPS 1 dengan wajah ceria. Sesekali ia bersenandung, seolah menunjukkan bahwa suasana hatinya sangat baik. Belum sampai ke tempat tujuan, Clara bertemu Rendra. Seolah tak terjadi apa-apa, Clara bersikap seperti biasa.

“Ren, lo mau kemana?” sapa Clara sembari berhenti.

Rendra seperti tak mendengar dan melihat Clara. Pemuda itu melenggang begitu saja. Tentu saja hal tersebut membuat Clara tak bisa diam saja. Sikap Rendra memang cukup aneh hari ini.

“Ren, lo kenapa, sih?” tanya Clara dengan meraih lengan Rendra.

Tanpa menjawab, Rendra langsung menyingkirkan tangan Clara dari lengannya. Sulit bagi Rendra untuk terus pura-pura baik-baik saja. Nyatanya, ia merasa bahwa Clara tak lagi membutuhkannya. Bahkan untuk urusan tugas, kini ada Dewa yang memberi contekan.

“Rendra!” teriak Clara, tapi masih tak bisa membuat Rendra berhenti.

“Gue ngomong sama lo. Lo budek? Lo tuli?” Clara sudah tak bisa menahan diri.

Rendra berhenti. Tangannya mengepal kuat. Memang tak adil bagi sudut pandang Clara, karena Rendra seperti mendiamkannya tanpa sebab. Sungguh Clara kesal diperlakukan begini oleh sahabat baiknya.

“Kalo gue ada salah yang nggak gue sengaja, lo kasih tahu, dong! Gue mana tahu kalo lo diem aja!” cerocos Clara.

“Gue yang salah, bukan lo!” balas Rendra yang terdengar tegas. Lalu, kembali berjalan menuruni tangga.

Jawaban Rendra barusan membuat Clara semakin tak paham. Otaknya yang jarang digunakan untuk berpikir terasa semakin buntu memikirkan sikap Rendra yang mendadak berubah. Selama ini, Rendra tak pernah marah atau bersikap dingin seperti sekarang. Justru Rendra adalah sosok yang selalu ada untuk Clara di saat apapun. Rendra bagaikan kakak, sahabat, dan kerabat bagi Clara.

Kini, Clara kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda. Ia harus cepat sebelum guru pelajaran ketiga masuk kelas. Karena jika sampai ia terlambat mengembalikan buku tugas Dewa, Dewa bisa mengamuk. Gadis itu mempercepat langkah agar lekas sampai ke kelas tujuan.

***

Clara menyedot es jeruk dengan wajah lesu. Walau saat ini ia tengah menonton babak penyisihan anggota tim basket baru sekolah bersama Maudy dan Erlina, tapi pikirannya melayang memikirkan Rendra. Ketika pulang sekolah beberapa saat lalu, ia sempat datang ke kelas Rendra untuk mengajak pulang bersama. Sayangnya, Rendra sudah tak ada di kelas. Menurut teman sebangku Rendra, Rendra pulang terlebih dahulu karena harus menyiapkan diri untuk mengikuti perlombaan yang akan digelar esok hari di SMA Adhyaksa.

Rahasia Kita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang