26. Jembatan Pesan

87 5 5
                                    

Rendra dan Maudy berjalan menyusuri koridor. Keduanya sepakat untuk menjenguk Clara setelah pulang bimbel dan les piano. Kesibukan masing-masing membuat mereka tak bisa menemani sang sahabat tatkala sakit. Sekalipun Rendra sudah menengok Clara sebelumnya, tapi ia masih tak tenang jika tak melihat keadaan Clara secara langsung.

Sesampainya di depan ruang rawat Clara, Rendra langsung membuka pintu. Saat pintu terbuka, pemandangan pertama yang Rendra lihat adalah adegan Dewa menyuapi Clara. Melihat hal itu, Rendra lekas membalikkan tubuh. Tentu saja apa yang Rendra lakukan barusan membuat Maudy yang berdiri di belakang Rendra heran.

“Kenapa, Ren?” tanya Maudy.

“Lo masuk duluan aja! Gue mau ke toilet bentar.”

Rendra menjawab seraya berjalan pergi. Maudy melihat punggung Rendra dengan rasa penasaran. Lalu, ia mengalihkan pandangan ke ruang rawat Clara. Setelah melihat apa yang Clara dan Dewa lakukan, Maudy kini paham.

“Maudy!” panggil Clara sambil melambaikan tangan.

Maudy tersenyum seraya mendekat pada Clara. Sementara Dewa yang sudah selesai melakukan tugasnya segera menggeser posisi agar Maudy bisa lebih leluasa mengobrol dengan Clara.

Sorry banget, Ra! Gue baru bisa nengokin lo sekarang,” sesal Maudy sambil meletakkan satu kantong plastik buah ke atas meja. Setelahnya, ia duduk di kursi dekat ranjang Clara.

“Gimana keadaan lo?” lanjut Maudy.

“Gue udah enakan, kok. Tapi, kata dokter gue masih harus dirawat beberapa hari lagi di sini,” balas Clara mengerucutkan bibir.

“Lo ikutin aja apa kata dokter! Kalo belum sembuh, jangan masuk sekolah dulu!” ucap Maudy yang terdengar seperti seorang ibu.

Kini, Clara celingukan seperti mencari orang lain. Namun, orang yang dicari tak ada. Tentu saja hal itu menyisakan tanda tanya untuk Clara. Apalagi orang itu beberapa saat lalu berkirim pesan dengan Clara dan mengatakan bahwa ia akan datang bersama Maudy.

“Rendra mana?” tanya Clara.

“Rendra ke toilet.” Maudy membalas seraya melirik Dewa yang kini menyandang tas.

Clara langsung meraih ponselnya. Ia mengetuk layar ponsel untuk mengirim pesan pada Rendra. Lagi, gadis itu memiliki permintaan pada Rendra agar melakukan sesuatu untuknya. Ah, kali ini sepertinya bukan untuknya, melainkan untuk seseorang yang bertugas menjaganya.

“Gue balik dulu!” pamit Dewa sambil berjalan menuju pintu keluar.

“Eh, tunggu!” teriak Clara setelah mengirim pesan pada Rendra.

Dewa menghentikan langkah dengan menghela napas. Ia sudah muak dan ingin segera pulang. Akan tetapi, Clara seolah mengulur waktunya yang berharga.

“Apaan lagi?” kesal Dewa, menoleh memandang Clara.

Clara menyentuh pipi kirinya, memberi kode pada Dewa. Saat sakit, Clara bukannya semakin waras, tapi malah menggila. Sulit sekali menebak apa yang ada di benak gadis 17 tahun itu. Walau Dewa paham kode tersebut. Namun, ia akan pura-pura tak tahu.

Dewa mendadak teringat pada salah satu adegan drama romantis yang sering ditonton Olla di kelas saat jam kosong. Pemuda itu mengeluarkan tangannya yang berada nyaman di kantong celana. Lalu, menempelkan pertengahan jari jempol dan telunjuk, membentuk hati dan menunjukkannya pada Clara. Seharusnya hal tersebut tampak romantis dan kekinian. Akan tetapi, karena Dewa melakukannya dengan ekspresi datar, kesannya jadi aneh dan kaku.

‘Oh Tuhan, cukup sekali ini saja aku melakukan hal semacam ini!’ batin Dewa.

Maudy tercengang melihat sikap Dewa. Sedangkan Clara tertawa puas karena berhasil membuat Dewa melakukan hal yang tak pernah dilakukan. Ah, Clara semakin suka dan semangat mengerjai Dewa.

Rahasia Kita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang