59. Bukan Pacar Biasa

69 4 25
                                    

Dewa menghentikan laju sepeda di depan sebuah toserba. Clara lekas turun, tanpa tahu tujuan Dewa berhenti di sana. Sebagai penumpang, Clara ikut-ikut saja, tak peduli akan dibawa ke mana, yang penting bersama Dewa. Toh, memang tujuan Clara menemui Dewa karena butuh hiburan dan ingin memastikan hubungan mereka.

Perlu diketahui, bahwa sebelum Clara datang ke tempat bimbel Dewa, ia ada acara makan malam dengan keluarga bersama beberapa rekan kerja ayahnya.  Awalnya, acara makan-makan tersebut berjalan baik. Namun, Clara mulai tak nyaman tatkala salah satu rekan kerja sang ayah membahas tentang prestasi anak-anaknya. Merasa tak mau kalah, ayahnya Clara membangga-banggakan Gavin, yang memang memiliki nilai akademis bagus. Bahkan lolos SNBP dan berhasil masuk salah satu perguruan tinggi negeri terbaik. Sementara Clara, prestasi akademisnya cukup membuat geleng kepala. Alhasil, Clara memilih untuk mengakhiri acara makannya dan pergi dari sana. Kebetulan sekali, restoran tempat acara makan malam tadi dekat dengan tempat bimbel Dewa.

“Lo pake sepatu gue aja!” Dewa melepas sepatu dan memakaikannya pada kaki Clara yang hanya mengenakan satu sepatu.

“Ternyata lo bisa bersikap manis juga,” celetuk Clara.

Dewa tersenyum sedikit, tapi disembunyikan. Masih saja laki-laki itu mengedepankan gengsi. Padahal sudah jelas, bahwa status mereka saat ini sudah menjadi pacar.

Setelah menyelesaikan pekerjaan, Dewa beranjak berdiri. Lalu, berjalan memasuki toserba untuk membeli sandal. Clara memandang punggung Dewa dengan tersenyum. Pada akhirnya, ia dan Dewa benar-benar berpacaran. Bukan demi taruhan, tapi karena hati mereka.

“Udah jelas-jelas ada rasa, masih aja gengsi. Dasar manusia batu!” bisiknya.

Clara melangkah menuju tempat duduk yang ada di depan toserba. Sembari menunggu Dewa, ia bisa duduk santai. Akan tetapi, mendadak gadis itu mengurungkan niat tatkala melihat seorang wanita tua dengan tongkat di tangan hendak menyeberang. Clara segera berlari ke tepi jalan untuk membantu wanita tersebut menyeberang.

“Aku bantuin nyeberang, ya, Nek!” kata Clara seraya memegang tangan orang di sampingnya. Sebuah anggukan dan senyuman menjadi balasan yang Clara dapatkan.

Ketika jalanan sedikit lengang, Clara membawa sang nenek menyeberang. Setelah berada di seberang jalan, jalanan kembali ramai. Si nenek berterima kasih pada Clara, kemudian pergi. Sementara Clara berniat menyeberang lagi untuk menemui Dewa. Saat melihat Dewa keluar dari toserba, Clara melambaikan tangan, agar Dewa melihatnya. Sayangnya, Dewa tak melihat ke seberang jalan. Pemuda itu sibuk mencari Clara di area depan toserba.

“Dewa, gue di sini!” teriak Clara, masih dengan melambaikan tangan.

Tak jauh dari tempat Dewa berada, Clara melihat seorang pria memerhatikan Dewa dengan gerak-gerik agak mencurigakan. Tangan pria tersebut memegang sesuatu di tangan. Clara tak bisa melihatnya dengan jelas, sebab kendaraan yang lalu-lalang menghalangi pandangannya.

“Dia siapa?” bisik Clara heran.

“Dewa! Dewa!” Clara masih terus berusaha memanggil Dewa.

Gadis bersurai panjang itu sudah tak tahan. Pria mencurigakan yang dilihatnya semakin dekat dengan Dewa, tapi Dewa sama sekali tak sadar. Pada akhirnya, Clara memutuskan untuk menyeberang sekalipun banyak kendaraan lalu-lalang.

Kecerobohan Clara membuat marah para pengguna jalan, hingga membunyikan klakson bersamaan. Jalanan menjadi ramai karena ulah nekat Clara. Dewa yang tadinya sibuk mencari Clara, dengan cepat bisa menemukannya. Dewa segera menghampiri Clara dan menarik lengan mulus perempuan itu untuk membawanya menepi.

“Lo udah bosen hidup?” omel Dewa setelah berada di tepi jalan.

Clara tak menanggapi omelan Dewa. Gadis cantik itu malah celingukan, seolah omelan Dewa tak terdengar di telinganya.

Rahasia Kita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang