11. Misi Ke Dunia Lain

155 9 2
                                    

"Ya, misi ke dunia lain," jawabnya.

"Denganmu?"

"Tentu saja, kau sendirian. Jadi begini ..."

Ia menunjukkan simbol di tangannya, sudah pasti aku disuruh mencari tanda itu di dunia tersebut. Ini seperti sebuah tantangan bagiku. Ia menjelaskan juga bahwa ia akan mencari sebuah simbol di tangannya itu di dunia yang berbeda dengan dunia dalam misiku.

Jadi Tirta membutuhkan itu untuk memperkuat diri. Sebab setelahnya kami melakukan ekspedisi penyelamatan di salah satu tempat raja iblis meskipun jadwalnya agak mundur beberapa hari. Memang lebih baik agak telat tapi terencana daripada mengikuti jadwal sebelumnya tanpa persiapan matang.

"Aku penasaran, apa simbol itu termasuk kekuatan astral?" tanyaku pada Tirta.

"Bisa dibilang ini campuran."

"Campuran? Apa aku bisa menggunakannya?"

"Untuk sekarang mustahil, sebab seperti halnya sebuah alat, yang kamu pelajari sebelumnya adalah bagaimana menggunakan senjata pistol, sedangkan simbol ini seperti menggunakan satu negara."

Sudah jelas perbedaannya sangat jauh. Memang harus pelan-pelan. Segala sesuatu tidak bisa dipelajari secara instan. Dalam hidup aku tahu jika seringkali sesuatu yang dibangun instan berakhir dengan cara instan.

"Oh iya, sebelum itu Mikka, aku bisa minta tolong sesuatu?"

"Tentu saja, apapun akan aku bantu."

**

Kau tahu apa yang tidak boleh dilakukan dalam hidup, salah satunya adalah melakukan suatu hal yang bukan keahlianmu. Seperti sekarang, harusnya aku menolaknya saja. Tirta meminta bantuan sesuatu yang bukan keahlianku, tapi aku terlanjur bilang akan bantu.

Hal itu adalah soal potongan rambutnya, ia ingin potongan pendek pada rambutnya.

Selama hidupku, aku belum pernah belajar soal memotong rambut, kini situasinya ia duduk sementara aku di belakangnya sembari membawa sisir dan gunting rambut.

Baru kali ini aku memegang rambut seorang wanita, teksturnya benar-benar lembut. Sialnya, karena hal ini tanganku juga agak gemetar, aku takut jika nanti potongannya jadi buruk.

"Tirta, apa aku boleh berpendapat?"

"Apa itu?"

"Bukankah potongan rambut panjangmu ini sudah nampak bagus?"

Aku mencoba mengeles, barangkali akibat perkataanku, ia akan terpengaruh dan tidak jadi ingin memotong rambutnya, jadi aku dapat keluar dari situasi ini. Sempat kupelajari teknik psikologis ini di internet. Dan aku sering menemukannya di sales-sales ponsel di duniaku, yang aku sering terjebak karenanya, jadi kupikir ini bisa cukup ampuh.

"Apakah menurutmu seperti itu?"

"Ya, dari sisi ketebalan dan panjangnya bagus untuk menjaga kelembaban dan melindungi diri dari paparan sinar matahari. Juga, kamu sudah terlihat cukup anggun dengan rambut panjang."

Langkah selanjutnya, adalah puji dan sebutkan keunggulan-keunggulannya. Sehingga niatnya untuk memotong rambut menjadi lebih lemah dari sebelumnya.

"Kau sepertinya tahu banyak soal rambut ya, kalau begitu aku mempercayakannya padamu, potong pendek agar terlihat muda."

Bukannya membuat niatnya melemah, tapi malah semakin kuat, perkataanku malah membuatnya semakin yakin untuk mempercayakannya padaku. Daripada aku terus-terusan tertekan seperti ini, lebih baik aku mengaku saja.

"Tirta, sebenarnya aku belum pernah sama sekali memotong rambut."

"Kalau begitu, ini pengalaman yang bagus untukmu. Jangan khawatir, aku akan membimbingmu."

Travel in a Different SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang