Berjalan di Malam Hari

69 7 0
                                    

Akhirnya aku bisa kembali merebahkan diri di kasur yang empuk ini, obrolan itu menyita waktu sehingga sekarang hampir tengah malam.

Aku pejamkan mataku, namun kemudian terdengar suara ketukan kembali. Aku langsung berdiri dan membukanya meskipun badanku sudah mulai letih.

Dan coba tebak? Wajah berjengkot, mengenakan jubah merah serta mahkota di kepalanya. Tidak lain adalah raja. Apa mereka mendengar obrolan kami? Sepertinya jika terjadi hal buruk aku pasti akan segera kabur.

***

"Jadi satunya pergi sendiri tanpa pamit ke kalian?" tanya Raja Luvlia.

"Benar Yang Mulia," jawab Pinova.

Kejadian ini benar-benar diluar dugaan, saat Pinova ingin berdiskusi dengan pria berambut merah yang mengunci di kamar, ternyata ia sudah pergi lebih dulu mendahului kami.

Dia benar-benar manusia yang tidak sabaran, sepertinya yang dia incar adalah orang yang melakukan pembantaian sebelumnya, memiliki rasa keadilan memang bagus tapi jika tak dibarengi dengan pikiran untuk memahami setiap keadaan malah akan bernilai sebaliknya.

Raja Luvlia nampak memegangi kepalanya, lalu mengambil napas panjang. Ia merendahkan tubuhnya dan bersandar di kursi saat berhadapan dengan kami.

"Yang Mulia, anda tidak apa-apa?" tanya salah satu pengawal yang berada di sisi kiri.

"Hmm ... Kau bisa lihat sendiri." Raja kemudian berdiri, "Hei ambilkan senjata itu."

Entah ini menjadi firasat lebih buruk dari dugaanku, setelah pengawal itu mengambilkan senjata berupa pisau tiba-tiba ia menyerahkannya padaku.

"Terimalah."

"Kenapa Yang Mulia?" Aku penasaran kenapa ia melakukan ini, namun setelah kulihat melalui status pisau ini adalah senjata Renkarna, sebelumnya senjata Renkarnaku rusak karena sebelum aku menerimanya, itu terkena elemen angin oleh pengacau tersebut.

Pinova dan Sonra juga telah diberi senjata masing-masing berupa tongkat dan kapak. Raja telah memperbaiki senjata itu lebih cepat dari dugaanku.

Raja Luvlia lalu berjalan ke arah ventilasi udara yang memiliki ornamen berbentuk tumbuhan sembari memandangi langit malam. "Kalian pergilah sekarang, situasi politik para bangsawan setelah kejadian tadi siang cukup kacau, jika diteruskan para iblis akan diuntungkan dalam hal ini."

Raja Luvlia menghadap ke arah kami, "Maaf sekali ini mendesak, tapi aku berjanji akan memperbaiki situasi ini dan kalian para calon pahlawan akan mendapatkan hak kalian setelah selesai mengalahkan Raja Iblis, aku juga akan memberikan hadiah yang besar."

Sonra tiba-tiba mengangkat tangan, "Apa itu artinya juga kami bisa memilih untuk kembali ke dunia kami setelahnya?"

"Ya, itu termasuk."

Kupikir mereka tidak bisa mengembalikan kami ke dunia masing-masing rupanya itu berbeda dari apa yang sudah kupahami, jadi sekarang rencanaku hanya perlu mengajak seseorang yang kuat untuk ke dunia Tirta setelah mengalahkan Raja Iblis disini, semoga saja Raja Iblis disini tidak sekuat Raja Iblis di dunia Tirta. 

***

"Lihat, sekarang kita diusir."

"Setidaknya mereka memberikan kita senjata dan uang, Sonra."

"Kau terlalu berpikir positif Pino, apa di duniamu kau tidak diajari namanya perilaku orang yang munafik?"

"Lebih baik percaya tapi dikhianati daripada tidak percaya pada seseorang yang seharusnya bisa membantu kita."

Setelah raja bertitah, kami akhirnya pergi ke ruangan rahasia di istana untuk langsung pergi dari wilayah pusat istana. Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, kami telah sampai di luar area penjagaan dengan pemandangan malam berbintang dihiasi warna bulan merah darah dan biru laut. Karena terdapat dua benda itu di langit, jadi malam hari ini sudah cukup terang.

"Percaya pada politikus itu sama bodohnya dengan ketika kau percaya bahwa buaya dapat dikendarai untuk menyeberangi sungai." Sonra sepertinya senang sekali berdebat, pikirannya selalu berseberangan dengan Pinova.

"Jaga bicara kalian, aku bisa saja melaporkan kalian," ucap pria penjaga sebelumnya, entah kenapa orang ini malah jadi pengawal kami untuk sampai ke kota. Sudah jelas ia bukan pengawal biasa.

"Pak Tua, perlu kau ketahui, kami ini bertiga dan kau hanya sendirian, apa kau yakin bisa melaporkannya atau menang melawan kami disini?" Sonra terlihat begitu menantang, aku tak habis pikir ia punya keberanian semacam itu.

"Ho, kau cukup berani juga, begini-begini dulunya aku adalah seorang eksekutor, mengalahkan calon pahlawan yang belum memiliki keterampilan adalah mudah bagiku."

"Jadi benar kau berbohong soal penjaga biasa? Mikka, serang dia," ucapnya datar sembari menunjuk ke arahku.

"Kenapa kau malah melibatkanku?"

"Kita disini sudah satu tim bukan? Sudah sewajarnya setiap anggota tim saling membantu."

"Seenaknya saja."

Aku tak ingin terlibat dengan omong kosongnya, nampaknya Sonra sendiri tipe orang yang suka bersilat lidah. Dia mungkin adalah tipe pedagang atau sales profesional. Cara praktis untuk tak terjebak dengan obrolan tidak berguna ini adalah cukup abaikan situasi obrolan yang sedang dibangun.

Sejam sudah berlalu.

Pemandangan sekitar hanyalah padang rumput, area kerajaan sudah dibersihkan dari monster atau hewan buas, jadi kami cukup santai berjalan disini. Namun berjalan di malam hari ini cukup melelahkan.

Aku sendiri sudah sangat mengantuk, tapi demi mencari kemanan kami harus selalu tetap melangkah. Mereka tak mengantarkan kami dengan kereta kuda karena itu terlalu berisik.

itu cukup beralasan tapi juga sedikit tak masuk akal, padahal suara dari kereta kuda tak terlalu keras juga. Aku tak mengerti alasan utamanya, mungkin saja agar kedatangan kami ke kota tidak terlalu mencolok.

Aku mengeluarkan pisau yang diberikan raja, lalu melihatnya. Statusnya masih level satu, dalam perjalanan pengawal pria ini bilang bahwa senjata Renkarna merupakan sistem yang dibuat oleh pahlawan generasi pertama.

Setiap pahlawan yang datang kesini akan diberikan senjata Renkarna sebab senjata ini dapat menyimpan kekuatan dari pahlawan pendahulu yang dapat digunakan pahlawan berikutnya.

Mungkin ini disebut pusaka turun-temurun, aku bisa melihat beberapa setatus yang terkunci. Senjata ini memberikan kekuatan pasif.

"Mikka, sepertinya kau sudah siap menusuk penjaga itu dari belakang ya?" ucap Sonra memecah keheningan.

"Diamlah,  jangan mengadu domba."

"Haha, aku mengerti."

Setidaknya aku berharap memiliki kemampuan pasif tidur sambil berjalan, karena kemampuan itu sangat kubutuhkan disaat seperti ini.

*****

Travel in a Different SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang