37. Pusat Kota_

86 7 0
                                    

Fajar telah berganti senja. Setelah melakukan beberapa persiapan, Tirta, Neil, dan Bella bersiap untuk berangkat. Neil melihat jam tangannya, jarum menunjukkan pukul lima sore. Mereka berjalan menyusuri gang sempit yang diterangi cahaya lampu jalan yang redup, hingga akhirnya berhenti di sebuah tempat yang sunyi.

"Berhenti, mereka sudah mengikuti kita," kata Tirta dengan nada tegas.

"Kita akan berpura-pura tertangkap? Ini benar-benar gila, apakah ini akan berhasil?" tanya Bella dengan cemas, tidak sepenuhnya yakin dengan rencana Tirta.

"Entahlah, mari berpencar," jawab Tirta singkat.

Tirta segera berlari menjauh, diikuti oleh Neil. "Kau juga harus lari," ucap Neil kepada Bella, sebelum melesat pergi.

"Tunggu sebentar, Hei-"

"Jangan bergerak!"

Sebelum Bella sempat bereaksi, sekelompok pasukan berseragam lengkap menodongkan senjata api ke arahnya.

"Aaa! Kenapa harus begini?!" jerit Bella dengan putus asa.

**

Di sisi lain, Neil masih berlari sekuat tenaga, berusaha menghindari para pasukan berompi hitam yang dilengkapi helm dengan fitur deteksi. Meskipun Neil cukup lincah, mereka terus memburunya tanpa henti.

Suara langkah kaki dan perintah lewat radio terdengar jelas di belakangnya. Neil dengan cepat menyelinap ke dalam lorong-lorong sempit, melompati tumpukan sampah, dan memanjat pagar rendah dengan gesit.

Ia menyusuri sebuah gang buntu, berharap menemukan jalan keluar. Sayangnya, pasukan tersebut semakin mendekat, mengepungnya dari berbagai arah. Dengan helaan napas berat, Neil menyadari bahwa ia tak punya pilihan lagi.

"Baiklah, aku menyerah!" teriak Neil dengan mengangkat kedua tangannya.

Ia terkepung di perempatan gang, di mana para pasukan berseragam hitam itu mengarahkan senjata mereka ke arahnya, memastikan tidak ada celah bagi Neil untuk melarikan diri lagi.

**

Sementara mereka berdua tertangkap, Tirta duduk di sebuah bangku di gedung tertinggi dengan santainya. Sampai beberapa menit kemudian, pasukan jumlahnya lumayan banyak mengepungnya, berbeda dengan jumlah saat mengepung Bella dan juga Neil, jumlahnya sepuluh kali lipat.

Tirta tersenyum tipis, mengamati barisan pasukan yang semakin rapat di sekelilingnya.

"Sepertinya aku diperlakukan cukup spesial, ya. Mereka terlihat menerimamu dengan baik, Vall," katanya sambil memandang seseorang yang mendekat.

Sosok tersebut melepas helmnya, memperlihatkan wajah Vall yang dingin dan tegas. Ia ditugaskan khusus untuk menangkap Tirta.

"Apa yang kau rencanakan?" tanya Vall, suaranya penuh kewaspadaan sambil menodongkan pistol ke arah Tirta.

"Apa kau pikir pistol kecil itu bisa membunuhku?" tanya Tirta dengan nada meremehkan.

"Mungkin tidak," jawab Vall dengan tenang.

Pasukan Vall mulai mengeluarkan berbagai senjata dan peralatan tempur lainnya, bersiap menekan Tirta. Namun, Tirta masih tetap santai dan bahkan tersenyum sinis.

"Kau punya pasukan yang cukup banyak hanya untuk menangkap seorang gadis sepertiku. Kau benar-benar seperti banci dan tidak jantan sama sekali," ejek Tirta.

"Apa kau mengerti posisimu saat ini, kau takkan bisa kabur," jawab Vall dengan muka cukup serius.

"Begitu, ya... Baiklah, aku menyerah," balas Tirta, suaranya penuh sarkasme.

Travel in a Different SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang