Cahaya mentari mulai menembus kabut pagi yang menyelimuti bangunan kota. Beberapa orang yang beraktivitas mulai membuka dagangan mereka, sementara penjaga kota yang bertugas dari malam sebelumnya bersiap untuk digantikan oleh rekan mereka.
Di jalanan yang masih lumayan sepi, terdengar suara langkah kaki dari beberapa penduduk yang menuju pasar atau ke ladang mereka.
"Disini saja aku mengantar kalian," ucap pria berarmor tersebut sebab raja hanya menyuruh pria itu mengantar kami sampai ke perkotaan.
Ia lalu memberikan 3 kantung yang berisi recehan uang untuk kami bertahan dalam perjalanan menuju benua yang dikuasai iblis, tak lupa ia juga memberikan peta dan petunjuk untuk sampai kesana.
"Kalau begitu sampai jumpa."
"Kau tak mau menemani kami Pak Tua? Apa kau takut dengan iblis?" Sonra bertanya masih dengan nada mengejek, pria penjaga itu hanya melambaikan tangan sembari badannya mulai menjauh dari tempat kami berada.
"Dia tak menjawab."
"Sudah jelas, dia bukan pengangguran sepertimu Sonra," ucapku padanya.
"Hei-hei, begini-begini di duniaku aku juga seorang pekerja lepas."
"Pekerja lepas yang tidak laku apa bedanya dengan pengangguran?"
Dalam perjalanan dia juga bercerita soal dirinya sebelum sampai di dunia ini, Sonra adalah tipe lelaki yang baru lulus dari bangku pendidikan, ia sendiri sudah menganggur sekitar 2 tahun. Meskipun ada pekerjaan kecil, namun nyatanya itu hanya cukup untuk makan sebulan selama setahun, jadi bagaimana dia bisa hidup selama dua tahun? Tentu saja ia masih mendapatkan penghasilan pasif, tidak lain adalah dari orangtuanya.
"Dan bagaimana denganmu, kau baru saja dipecat, bukankah hidupmu sudah mengalami yang namanya redflag?"
"Aku memang redflag tapi kau sudah deathflag."
Aku tidak mau kalah dari perdebatan melawannya lagi, meskipun diawal memilih diam, namun nyatanya jadi diam malah tertindas, jadi aku melakukan kebalikannya. Dia sepertinya nampak sedikit kesal ketika aku berkata seperti itu,
"Eh, apa yang sedang kalian bicarakan?" Pinova bertanya dan nampak bingung dengan percakapan kami, beberapa istilah memang terdengar asing baginya.
"Bukan apa-apa Pinova, mari kita cari penginapan," ucapku padanya.
Hari ini kami sudah terlalu lelah, memang lebih baik istirahat sebelum melanjutkan perjalanan kembali.
***
Di penginapan.
Kami hanya memesan satu kamar besar, untuk suatu alasan yaitu menghemat dan memiliki ruangan pribadi untuk berdiskusi. Sonra disini melakukan pekerjaannya dengan baik, ia memiliki bakat seorang pedagang untuk menawar penginapan. Aku tak begitu paham dengan mata uang abad pertengahan, jadinya aku serahkan soal transaksi padanya karena dia sendiri cukup antuasias ketika melakukannya.
Sekarang aku sedang merebahkan diri di lantai kayu yang dingin dengan satu bantal, sebelumnya aku sudah menyapu dan mengelap lantai, jadi untuk masalah kebersihan tidak masalah. Udara kamar mungkin terasa agak lembap dan bau kayu yang khas menyelimuti ruangan tapi ini sudah lumayan.
"Mikka, apa kau tak masalah dengan tidur di lantai?" Pinova nampak cemas ketika hanya dia yang berada di kasur empuk. Ia duduk dan melihatku dengan wajah yang khawatir.
"Jangan khawatir, lagipula aku sudah terbiasa tidur di bawah lantai karena permukaannya lebih dingin."
"Kalau begitu aku tak bisa memaksa." Pinova kemudian kembali merebahkan dirinya di kasur dengan sedikit menarik renda roknya ke atas. Dari nada bicaranya ia masih nampak kurang nyaman dengan segala hal khusus yang diberikan padanya.
"Pino, apa kau benar-benar tidak ingat tentang duniamu sebelumnya?"
"Ya, aku tidak ingat, sesuatu yang masih teringat mungkin tentang kakak perempuanku."
"Jadi akan kemana kau setelah ini usai?"
"Entahlah, aku sendiri masih mencoba mengingat-ingatnya."
Berbeda dari yang terpanggil kesini, nampaknya Pinova mengalami amnesia disosiatif, pengetahuannya terbatas hanya pada nama dan juga kegiatan dasar sehari-harinya. Itu pasti rasanya menyakitkan, aku jadi khawatir, kalau saja ada obat untuk membuat ingatannya kembali, aku pasti akan mencoba mencarinya.
"Mau jalan-jalan sebentar?"
"Tapi ..." nadanya nampak ragu, itu jelas sebab permasalahannya tidak hanya amnesia, melainkan penampilannya yang terlalu mencolok, ketika kami datang kesini, beberapa penginapan nampaknya menolak, pada akhirnya kami membeli kain dan baju yang lebih besar untuk menutupi tanduk dan ekornya. Sedangkan telinga, kami hanya perlu bilang bahwa itu hanya aksesoris.
Tampilannya memang hampir terlihat seperti setengah monster, namun dalam hatinya dia benar-benar gadis yang baik hati. Dan baunya juga berbeda dari manusia, seperti bau melati.
Sejujurnya mungkin kami sedari awal gagal menyadari sebab pemanggilan sebelumnya benar-benar seperti tragedi sehingga kami melupakan hal-hal seperti ini.
"Soal itu, kita tinggal bilang kalau kau sedang akan memainkan peran dalam sebuah teater."
Namun kemudian terdengar suara pintu yang terbuka mengalihkan pandangan kami, itu adalah Sonra yang memperlihatkan lengkungan bibir dengan gigi yang terbuka lebar. "Kalian mungkin takkan percaya apa yang aku dapat."
Dia memborong banyak bahan makanan, kain, aksesoris dan juga beberapa perabotan.
"Sonra, apa kau menghabiskan semuanya?" tanyaku padanya, aku tarik kembali pikiranku tentang betapa hebatnya ia bertransaksi, aku mulai khawatir padanya.
"Tidak juga, lihat kertas sihir ini."
"Aku tidak mengerti, bisa tolong kau jelaskan secara singkat."
"Aku telah berunding ke salah satu pedagang besar di area ini dan aku telah berhasil melakukan kesepakatan dengannya, setelah ini di kota berikutnya kita bisa mendapat diskon dan kemudahan lainnya seperti izin berdagang jika kita melakukannya."
"Itu terdengar bagus, tapi kau tak lupa soal kedatangan kita kemari kan?"
Aku masih belum bisa mempercayainya, tapi bila itu benar, maka dia benar-benar maniak dalam berdagang.
"Tentu saja, ini bisa menaikkan levelku dengan cepat." Ia kemudian menggerakkan tangannya lalu dengan ajaib muncul sebuah makanan roti dengan kemasan plastik dan melemparkannya kepada kami, itu membuatku terkejut.
"Tunggu, naik level, maksudmu naik level dengan berdagang?"
"Lebih tepatnya bertransaksi."
Perubahan dirinya benar-benar drastis.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Travel in a Different Sky
FantasiaHidupku terasa hampa dan melelahkan. Meskipun sudah melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, aku masih terjebak dalam dunia korporasi, ekonomi, dan politik yang monoton. Tidak ada lagi orang yang percaya padaku, terutama setelah aku dipecat karena f...