Dalam beberapa waktu perjalanan, akhirnya Neil dan Tirta sampai di sebuah perempatan jalan. Jalanan kota yang mereka lalui tampak sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas.
Mereka lalu masuk ke sebuah gang sempit di sebelah kanan. Gang itu nampak lumayan bersih dengan beberapa tanaman hias yang tumbuh di pot-pot kecil di sepanjang dinding bata.
Neil mengamati sekeliling dengan seksama, memastikan mereka berada di tempat yang benar. Tirta mengikuti dari belakang, sedikit mengernyit karena sinar matahari yang menyelinap di antara gedung-gedung tinggi.
Di salah satu sisi gang, mereka menemukan sebuah gedung berwarna biru pudar dengan coretan grafiti yang menghiasi hampir seluruh permukaannya. Di pintu kecil yang terbuat dari logam ringan, Neil berhenti dan menatap Tirta sejenak sebelum mengetuk pintu tersebut.
"Bill! Bella! Kalian di dalam?" seru Neil, suaranya sedikit menggema di gang sempit itu.
Hening sejenak, hanya terdengar desiran angin yang menerbangkan debu sekitar. Namun kemudian, pintu itu terbuka perlahan, dan muncul seorang gadis berambut biru yang dikuncir. Telinganya dihiasi beberapa tindikan kecil yang berkilauan di bawah sinar matahari. Matanya nampak mengantuk meski saat ini sudah tengah hari, dengan kantung mata yang menunjukkan ia baru saja terbangun. Gadis itu adalah Bella.
"Uee, Neil? Aaa! Neil, kaukah itu?!" Bella nampak terkejut, ia mengendus setiap bau dari Neil kemudian memeluk dan membuat tubuh Neil berputar-putar karena Bella cukup atraktif dengan pelukannya.
"Hei, cukup Bella, kau sudah naik kasta tapi tingkahmu sama saja," ledek Neil sembari mengelus kepalanya.
"Apa tidak boleh? Lagipula kemana saja kau, aku sudah menghubungi selama beberapa minggu tapi nomormu tidak aktif, apa yang sudah terjadi?" ucap Bella sembari mendekat membuat Neil memundurkan tubuhnya karena merasa terintimidasi.
Sampai kemudian Bella melihat seorang perempuan disampingnya, ia langsung kagum dengan penampilan perempuan itu, "Hei, siapa dia?! Apa dia pacarmu, bagaimana kau bisa menemukan gadis secantik dia?"
Bella semakin heboh karena Tirta memang memiliki bentuk tubuh dan wajah yang cukup anggun.
"Sebaiknya, kita masuk ke dalam dulu, aku akan menjelaskannya," ucap Neil.
**
Neil kemudian menceritakan tentang peristiwa yang telah dialami, datangnya ia ke dunia Tirta sampai kemudian ia kembali ke tempat ini. Hal tersebut tentunya membuat Bella terperangah terlebih lagi soal Mikka yang sebelumnya ia kenal, rupanya mereka ada hubungan soal hilangnya tim Neil yang sebelumnya sempat membuat Bella khawatir.
"Begitu ya, tapi bagaimana aku bisa percaya, ceritamu itu seperti sebuah karangan yang cukup populer di karya seni pada masa lalu! Kau ingin membawaku ke dunianya? Pasti itu lelucon!" teriaknya sembari menunjuk Neil.
"Aku mengerti, Tirta bisa kau tunjukkan?" jawab Neil berusaha meyakinkan Bella.
"Tidak mau," jawab Tirta menolak.
"Kenapa?"
Reaksi penolakan Tirta tentunya membuat Neil kebingungan karena awalnya Tirta ingin membantunya, namun sekarang malah sebaliknya. Itu membuat semacam kebingungan bagi diri Neil.
"Apa menurutmu dia akan percaya setelah aku memperlihatkan kemampuanku?" tanya Tirta dengan sedikit melengkungkan bibirnya.
"Aku mengerti, baiklah... Aku takkan memaksamu," ucap Neil mulai sedikit mengerti apa yang diucapkan oleh Tirta.
Ia kembali menghadap ke arah Bella, "Aku takkan memaksamu Bella, aku sudah memutuskan jika kau tak mau ikut, aku akan pergi sendiri."
""Hei, hei, tunggu! Kenapa begitu?" seru Bella dengan nada bingung.
Neil memperhatikan perubahan sikap Bella. Ia mulai mengerti bahwa semakin ia menunjukkan sesuatu secara langsung kepada Bella, semakin besar kemungkinan Bella menolaknya dengan keras. Ini akibat cara berpikir Bella yang cenderung berlawanan. Maka, Neil memutuskan untuk menggunakan taktik sebaliknya. Dengan tidak memberitahu dan membiarkan Bella, Neil berharap Bella akan menjadi penasaran dan mengikutinya tanpa harus dipaksa.
Semua itu tentunya bukan idenya, tapi dengan sedikit kode dari Tirta, Neil mampu memahami apa yang dimaksud oleh Tirta.
"Aku ikut!" teriak Bella tiba-tiba, suaranya memekakkan telinga Neil karena terlalu dekat.
Neil terkejut namun cepat merespon, "Baiklah, tapi sebelum itu, di mana Bill?" tanyanya sambil menatap Bella dengan mata penuh harap.
Bella tampak merenung sejenak sebelum menjawab, "Bill..."
**
Dalam beberapa saat Bella mulai menceritakan kepergian Bill dari kasta tengah, ia kembali ke kasta bawah disebabkan ia tak dapat beradaptasi karena meskipun kehidupan disini baik, ia tak tahan dengan aturan yang semakin ketat. Ia sudah tak berhubungan dengan Bill selama beberapa minggu.
"Kalau begitu, kita akan mencarinya," ucap Tirta.
Namun hal itu mendapat sanggahan langsung dari Bella, "Tidak mungkin, kita tak bisa mencarinya di kota seluas ini, lagipula kasta kita sudah berbeda, tak ada cara lain menghubunginya kecuali dengan pertandingan."
"Kau pikir, bagaimana caraku bisa masuk sampai kesini," ucap Tirta dengan percaya diri.
Sejak awal, Tirta sudah memanipulasi data yang bahkan lebih besar dari yang Bella dan Neil sangka. Mata Bella tiba-tiba terbelalak begitu mendengar itu. Ia menyadari bahwa jawaban itu ada pada orang di depannya. "Bagaimana caranya? Kau bisa melakukannya?!"
Tangan Bella langsung mencengkeram pundak Tirta, mengisyaratkan bahwa ia begitu antusias dan penuh harapan padanya.
"Tenanglah, serahkan saja urusan ini padaku. Aku hanya butuh sebuah komputer, apa kau memilikinya?"
"Komputer? Sebentar," ucap Bella sembari menengadahkan kepalanya ke atas, menandakan ia sedang berpikir.
Bella kemudian berdiri dari kursinya dan berlari ke ruangan lain. Ia membuka pintu gudang dan memasukinya.
Meskipun dunia ini berlatar cyberpunk, peralatan komputer yang memiliki fungsi umum sangat jarang ada di kasta pertengahan ini. Di kasta pertengahan, barang-barang tersebut disita oleh pemerintah dan kebanyakan hanya memiliki fungsi tertentu.
Akibatnya, seseorang akan memiliki banyak barang elektronik di rumahnya, karena program telah diatur oleh pabrikan sehingga pengguna hanya mampu mengatur dengan pengaturan terbatas.
"Ini dia," ucap Bella sembari menarik sesuatu dari dalam kardus. "Ini komputer generasi sembilan. Meski cukup tua dan agak bobrok, kupikir ini masih dapat tersambung ke jaringan ilegal. Untungnya, aku bisa menghindari pemeriksaan karena kubilang pada mereka kalau ini barang antik."
"Sebenarnya aku butuh komputer kecil. Tak masalah itu kalkulator selama masih memiliki unit pemroses," ucap Tirta.
"Jadi untuk apa aku mencarinya jika kau tak membutuhkan ini?"
"Karena kau sudah terlanjur mencari jadi kita pakai saja. Serahkan kepada ratu cantik ini, kau bisa duduk santai sembari meminum kopi."
Rasa kepercayaan diri Tirta itu membuat Bella sedikit heran, ia hanya bisa melihatnya mulai merakit dan mencari sisa komponen yang dipasang. Keterampilan Tirta membuat Bella langsung heran.
"Ah, kau butuh colokan listrik?" tanya Bella mendekat ke arah Tirta.
"Tidak perlu, serahkan semua padaku."
Bella diam lalu terduduk di samping Neil. Ia sekarang hanya bisa menyimak apa yang dilakukan Tirta.
"Hei Neil, di mana kau dapat makhluk menyeramkan semacam ini?" ucap Bella pada Neil.
"Jangan berbicara seperti itu, dia mendengarnya."
"Sejak kapan kau jadi sopan begini?" tanya Bella.
Sebetulnya Neil memang kasar, namun semenjak terluka di dunia Tirta, ia menjadi lebih jinak.
"Kau tidak boleh begitu Bella, aku mendengarnya lo," ucap Tirta tersenyum, "Atau kau mau melihat aku berpresentasi untukmu?"
Mendengar ucapan Tirta, tubuh Bella mulai sedikit merinding. "Ah, baiklah, aku mengerti. Kuserahkan padamu, Neil. Aku akan mengambil minuman."
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Travel in a Different Sky
FantasiaHidupku terasa hampa dan melelahkan. Meskipun sudah melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, aku masih terjebak dalam dunia korporasi, ekonomi, dan politik yang monoton. Tidak ada lagi orang yang percaya padaku, terutama setelah aku dipecat karena f...