"Kalau begitu mari kita berangkat." Doreran kemudian mulai meninggalkan tempat itu, diikuti oleh putri Naimi.
Saat putri Naimi melihat ke arah prajuritnya yang telah meninggal, ada bayangan gelap yang menghisap mayatnya termasuk kuda tersebut pun hilang tak bersisa yang membuatnya bergidik.
Ia mau tidak mau mengikuti Doreran dengan berjalan menggunakan sepatu hak tinggi yang agak merepotkan baginya.
"Apa yang kau lakukan padanya?" tanya Naimi yang sedari tadi penasaran, meskipun ketakutannya belum reda, ia masih berusaha mengorek informasi dari Doreran.
"Aku tak bisa membangkitkan kembali tanpa mayat mereka, kau tahu, ini kesepakatannya bukan?"
Naimi pun diam setelah mendengar perkataan Doreran lalu kembali mengikutinya.
Langkah Naimi terhenti sesekali oleh ranting dan daun tajam yang menyelinap di antara rerimbunan pepohonan. Suara desiran angin dan gemuruh dedaunan menyelimuti mereka.
Ranting-ranting yang kasar terkadang mencabik baju mewah dan lembutnya kulit Naimi, namun ia terus melangkah agar tak tertinggal.
Suara kaki mereka menghantam tanah berbatu, menciptakan irama yang mengiringi perjalanan mereka.
Sesaat kemudian gerimis pun turun karena mendung sedari sebelumnya sudah berkumpul semakin pekat, tetes air mulai membasahi pakaian putri Naimi termasuk juga Doreran.
Namun Doreran seperti tak menggubris turunnya air yang semakin deras dan angin yang kian kuat.
***
"Hei! Sampai kapan kita akan terus berjalan!" teriak putri Naimi yang sudah hilang kesabaran, tubuhnya penuh luka karena ranting dan duri tajam di hutan, sementara ia juga sesekali hampir terhuyung karena cuaca yang buruk.
Terkadang ia berteriak karena suara petir yang menggelegar di langit, dalam hal seperti ini tubuh putri Naimi dengan kesakitan dan rasa lelahnya hampir mencapai batas, namun Doreran tak mempedulikannya.
"Apa kau berniat ingin membunuhku lagi?!" Naimi masih berusaha agar perkataannya didengarkan.
"Jika kau mati, aku tinggal menghidupkanmu lagi," jawab Doreran dengan nada yang cukup santai.
"Apa, kau kejam sekali--Aghh!"
Ketika putri Naimi hendak mengikuti langkahnya, namun ia terpeleset membuatnya tersungkur di tumbuhan berduri sebab ia terpeleset oleh bebatuan yang berlumut.
Hal itu membuat duri-duri itu menusuk kulit tubuhnya, serta terpeleset yang tak disengaja tersebut membuat kakinya terkilir.
"Hei-hei, aku tak menyuruhmu berhenti."
"Setidaknya kau bisa menolongku-- kenapa juga kau tak memakai semacam kendaraan."
"Lemah sekali kau ini, jika aku memakai kendaraan itu akan melewatkan banyak hal di sekitar."
"Aku bukan sepertimu."
Doreran bernapas panjang ketika mendengar ocehan dari putri Naimi, ia kemudian mendekat ke arahnya mecniptakan api di tangannya, "Kalau begitu akan aku bantu."
"Tunggu-- Apa yang kau-- Aaaaa!--"
Tanpa diduga Putri Naimi dibakar dengan ledakan api yang cukup kuat sehingga menghancurkan tubuh Putri Naimi. Lalu dengan kekuatan Doreran, ia membangkitkannya seperti sedia kala, membuat kekuatan fisik serta penampilannya kembali seperti semula.
"Apa yang kau--"
"Ingin merasakannya lagi," ucap Doreran menyeringai, layaknya seekor binatang buas yang tak memiliki hati.
"Apa salahku! Kenapa kau menyiksaku!"
Emosi Putri Naimi mencuat, ia tidak lagi merasakan tenang, tubuhnya kembali gemetar, air matanya mengalir meski air hujan nampak menyamarkan, ia tak sanggup berdiri, bahkan untuk lari.
"Ayo berdiri dan bergerak, atau kau ingin merasakannya lagi?" Doreran nampak tak peduli, ia menarik rambut halus dari Sang Putri, membuatnya meringis kesakitan.
"Apa mentalmu sudah rusak atau haruskah aku menulis ulang memorimu agar mau menurut padaku?"
"To--long jangan ... Aku mohon," pinta Naimi yang hanya bisa memegangi rambutnya dengan kedua tangannya, berharap itu tak lepas dari kepalanya.
"Bukankah kalian yang membawa kami ke dalam situasi yang berbahaya? Memanggil kami yang tak ada sangkut pautnya untuk melawan raja iblis, sungguh mengerikan."
"Aku tidak--"
"Ya, kau tidak bersalah atas semua ini, tapi setiap pemanggilan pahlawan kalian pikir tidak memberikan resiko? Inilah yang terjadi, kalian memanggil orang sepertiku tanpa memikirkan lebih jauh dampaknya."
Doreran kembali menciptakan api dari tangannya bersiap untuk menyiksa Naimi, namun kemudian sesaat sebelum Doreran melakukannya. Sebuah tombak terhuyung menyasar kepalanya.
Dengan langkah yang cukup sigap Doreran berhasil menghindarinya.
Seseorang yang menyasar Doreran tersebut langsung memperlihatkan wujudnya, yang kemudian menyerang Doreran dengan tendangan kaki, membuat Doreran terlempar menerjang pepohonan.
Seorang pria berambut merah dengan tudung baju anti hujan, ia kemudian mengambil kembali tombaknya, itu tidak lain adalah pahlawan sebelumnya yang kabur lebih dulu berniat mengejar Doreran.
"Si-siapa kau?" tanya Putri Naimi yang kebingungan dengan situasi drastis yang berubah.
Pria itu berbalik lalu mengulurkan tangannya ke arah Putri Naimi, "Panggil saja Laruma, Tuan Putri, anda bisa berdiri?"
"Em ..."
Putri Naimi menerima uluran tangan dari Laruma, setelahnya Laruma kembali melihat ke arah dimana ia menendang Doreran sebelumnya.
Doreran tubuhnya nampak bertumbuk dengan bebatuan dan pepohonan yang tumbang namun luka seperti itu tentu saja akan sembuh dengan cepat, "Sepertinya aku tak perlu mencarimu, kau benar-benar datang sendiri ya." Doreran tersenyum sinis seolah menemukan mangsa yang ia cari sejauh ini.
"Mari kita akhiri ini, sejak dipanggil kesini, aku tahu kalau kau akan membahayakan orang-orang di dunia ini, Doreran!"
"Kau masih tak mengerti."
"Apa--" Laruma kaget dengan kecepatan luar biasa dari Doreran, tangannya sudah teraliri dengan api yang cukup besar melesat ke wajah Laruma.
Dar!
Sebuah ledakan besar, memporak-porandakan hutan dan permukaan tanah akibat serangan dari Doreran.
"Itu hampir saja," ucap Laruma yang ternyata dalam waktu singkat sudah berpindah dalam radius setengah kilometer, meskipun pipinya nampak gosong, namun ia berhasil membawa Putri Naimi dan dirinya menghindari luka fatal.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Travel in a Different Sky
FantasiHidupku terasa hampa dan melelahkan. Meskipun sudah melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, aku masih terjebak dalam dunia korporasi, ekonomi, dan politik yang monoton. Tidak ada lagi orang yang percaya padaku, terutama setelah aku dipecat karena f...