116. Mudah, Tapi Tidak Mudah.

3 0 0
                                    

Suara yang agak sayup pelan terdengar, itu adalah Pinova, ia nampak membawa beberapa tumpuk buku di kedua tangannya. Sepertinya kemarin aku melihat ia bersama Tirta masuk ke dalam perpustakaan, dugaanku ia sepertinya membaca beberapa sejarah soal dunia ini terlihat dari beberapa sampul yang terlihat dalam buku tersebut.

Aku segera berdiri lalu mendekat ke arahnya. "Biar aku bantu." Aku mengambil setengah tumpuk buku yang ada di tangannya tersebut untuk meringankan bebannya.

"Terima kasih Mikka," ucapnya.

Pinova lalu berjalan beriringan denganku, lalu berada di sisi atas perpustakaan untuk mengembalikan buku-buku tersebut, dalam keadaan menata buku-buku ini aku kemudian menyempatkan diri untuk berbicara dengannya.

"Pinova, apa kau sudah menyelesaikan membaca buku-buku ini dalam semalam?" Sebenarnya aku penasaran, karena yang kami bawa ada sekitar dua puluh buku, aku tidak yakin ia membaca semuanya.

"Setidaknya aku sudah paham isinya, kau tahu dalam sebuah buku biasanya setengahnya adalah hal utama yang dibahas, lalu setengahnya lagi adalah informasi mendetail yang bisa kau lewati."

"Kau yakin tidak mendapatkan pemahaman yang salah jika melewatkan beberapa hal?" Aku tahu dia jenius, aku saja dalam semalam paling cepat hanya dapat menyelesaikan satu buku rerata. Lalu belajar bahasa tulisannya aku sendiri butuh kurang lebih satu bulan. Tapi dia dalam semalam saja. Itu bukanlah sesuatu yang normal.

Tapi untuk masalah melewati beberapa halaman, apakah tidak masalah?

"Aku paham maksudmu, tapi terus terang aku tak memiliki banyak waktu untuk melakukan itu, kau sendiri sedang apa Mikka?"

"Aku sedang..."

**

Setelahnya aku mengatakan pada Pinova bahwa aku sedang mempelajari kekuatanku sendiri, mencoba membuat beberapa pemecahan masalah soal skill, astral, dan juga sihir. Karena tiga jenis kekuatan ini memiliki karakteristik yang berbeda, jadi aku mencoba mendalaminya lebih baik, sehingga aku bisa melanjutkan pembelajaran kepada Neil dan juga Bella yang berkeinginan untuk bisa terbang.

Saat aku kembali beberapa waktu lalu, Bella terus-terusan menanyaiku soal pembelajaran kekuatan, padahal aku juga tidak yakin apakah itu berhasil untuk orang-orang di dunia mereka.

"Mempelajari soal kekuatan ya, kurasa konsep yang kau buat sudah salah Mikka." Ia menunjuk kepada kertas yang kucoret-coret dan kuberi keterangan.

"Salah bagaimana?"

"Itu seharusnya tidak dikonsepkan, apa kau lupa soal perkataanku bahwa sesuatu yang tak terlihat itu lebih cepat berubah tinimbang yang terlihat? Lagipula logika manusia takkan cukup untuk memahami sifat sejati dari alam sebenarnya."

"Aku tidak bertanya soal sifat alam sebenarnya, tapi aku bertanya tentang memahami sifat dasar beberapa kekuatan yang kumiliki."

Aku tidak tahu kenapa, tapi rasa-rasanya terkadang apa yang ingin aku tanyakan tidak tersambung dengan benar pada tanggapan Pinova, entah aku yang terlalu bodoh atau memang karena kami dua makhluk yang berbeda jadi ada sekat tertentu yang membuat kami tak bisa menyamakan frekuensi untuk beberapa hal.

"Baiklah akan kujelaskan secara singkat, supaya manusia sepertimu bisa memahaminya dengan mudah meskipun masih jauh dari kenyataannya."

"Ucapanmu terdengar seperti Tirta, apa kau sudah dicuci otaknya kemarin?"

"Kau mau penjelasanku atau tidak?"

"Baiklah, jelaskan saja." Aku menjawabnya serentak. Pinova nampak menggunakan nada tegas ketika aku berkata seperti itu, nampaknya ia kurang suka diajak bercanda, tapi memang sejak awal aku bertemu dengannya, ia memang memiliki sikap seperti itu.

Travel in a Different SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang