Beberapa hari telah berlalu, situasi genting yang terjadi akhirnya telah berhasil kami atasi, meskipun keadaan saat ini belum benar-benar pulih, tapi setidaknya ancaman terbesar telah sirna.
Namun begitu masih banyak kesibukan yang kami lakukan untuk memulihkan beberapa tempat, kerajaan pun mau tidak mau mereformasi ulang tatanan pemerintahan disebabkan banyak yang gugur, baik para pejabat maupun militer di dalamnya.
Meskipun rencana untuk menyergap Doreran dengan banyak ksatria dan prajurit menggunakan persenjataan besar merupakan langkah yang terbilang efektif dalam strategi pertempuran. Namun, kami tak benar-benar memperkirakan bahwa kemampuan Doreran bisa lebih besar dari itu.“Bahkan dalam sejarah, ini adalah pertama kalinya dunia dalam keadaan yang benar-benar hampir kiamat,” ucap Raja Luvlia yang berdiri di belakangku. Aku sendiri sedang duduk di tangga dekat istana melihat beberapa pasukan dan pekerja membersihkan puing-puing bangunan yang terbuat dari beton.
Memang sudah separuh lebih wilayah dunia dikuasai iblis, tentunya itu memberi tekanan tersendiri bagi setiap wilayah, terlebih akibat Doreran, orang-orang yang disebut penjaga dunia ini telah tiada, tak ada lagi namanya benteng pertahanan yang berada diluar lingkup politik.
Lalu saat ini hanya ada beberapa kerajaan saja yang masih memiliki sisa kekuatan dan mampu mendirikan ulang kerajaannya.
Aku melirik sebentar, wajah Raja Luvlia nampak puas, aku tidak tahu apakah itu rasa puas karena telah berhasil membawa pahlawan yang telah mengakhiri perang ini atau sesuatu yang lain?
“Kudengar kalian berempat ingin kembali ke dunia kalian, rasanya amat disayangkan, apa kalian tidak tertarik dengan hadiah yang kami tawarkan?” ucap Raja Luvlia. Sudah pasti, karena kami pahlawan, maka itu akan membuat wilayah ini menjadi unggul terlebih dengan situasi beberapa kerajaan yang sudah hancur, itu mungkin akan menjadi kesempatan bagus bagi negeri Luvlia untuk mencaplok wilayah lain, aku tidak tahu persisnya tapi meski Raja Luvlia sendiri mencoba membantu wilayah lain yang terkena dampak, namun beberapa bangsawan pastinya juga memiliki rencana lain, terlebih kekaisaran yang sudah hancur, maka formasi dapat berubah ke arah manapun.
“Maaf Paduka Raja, kami juga memiliki dunia yang harus diselamatkan.”
“Kalau begitu, apa boleh buat, sepertinya aku terlalu meminta lebih.”
Matanya memejam sejenak nampak menerima dengan lapang atas keputusan yang kukatakan, meskipun ia seorang raja, nampaknya ia adalah seseorang yang mudah dekat dengan orang lain, ia terlihat mampu menggerakkan suasana sekitar.
“Apa kau ada permintaan lain? Sangat disayangkan hadiah ini terbuang sia-sia, aku juga tak bisa memberikan semua hadiah kalian pada satu orang pahlawan,” ucap Raja Luvlia kembali.
“Jika anda berkenan, bolehkah anda menghapuskan sistem perbudakan di negeri ini?”
“Begitu ya, memang benar seharusnya hal semacam ini perlu dihilangkan, aku juga berpikir bahwa hal ini tidak akan efektif untuk perkembangan kerajaan ini. Tapi, baiklah. Karena ini adalah permintaan pahlawan dan juga hati kecilku, aku akan memenuhinya sebelum turun tahta.”
Sangat mengejutkan, kupikir ia akan berbicara berbelit-belit, tapi sepertinya ia mungkin akan melaksanakannya.
“Rasa-rasanya perkataan anda seperti mimpi indah di siang bolong.”
“Hahaha, memang rumit tapi mengingat kondisi yang runyam saat ini, pasti akan jadi cara terbaik untuk memperbaiki semuanya. Jangan remehkan raja yang sudah tua ini.”
Perkataannya benar, umumnya membangun ulang sesuatu akan lebih mudah bila memulainya dari awal, ketika suatu sistem carut-marut itu akan lebih dekat dengan perbaikan. Seperti halnya ketika merencanakan kegiatan di pagi hari, jika mengubahnya di siang hari itu akan nampak sedikit sulit bila sudah direncanakan sebelumnya.
***
Beberapa saat setelah pembicaraan kecil itu, raja kembali melakukan rapat dengan petinggi lainnya, termasuk dengan putri Naimi dan juga Laruma. Kemudian Sonra beberapa hari ini melakukan pemulihan ekonomi di masyarakat dibantu oleh Ryuna, nampaknya hubungan mereka sedikit lebih dekat setelah pertempuran yang terjadi.
Aku sendiri hari ini pekerjaanku tidak terlalu banyak, aku hanya menunggu Pinova menyelesaikan formula sihir untuk kembali ke duniaku. Sekarang aku berjalan di sungai dekat istana, udara disini kupikir lumayan menyejukkan, awan di langit bergerak perlahan serta angin halus menerpa dedaunan, gemerisik suaranya seperti mengalunkan nada kedamaian yang cukup merdu.
Bukannya aku ingin berpuitis. Tapi, sudah lama aku tak merasakan kedamaian dengan suasana rindang semacam ini.
Kulangkahkan kakiku ke depan, sampai kemudian di dekat sungai yang terdapat pohon cukup besar terlihat seorang perempuan sedang duduk sembari fokus pada beberapa lembaran kertas dan buku, tidak lain adalah Pinova.
“Oh, Mikka, apa kau sudah menemukan buku yang aku cari?—Eh,” ucap Pinova menyadari keberadaanku. Namun hembusan angin yang agak kencang tiba-tiba menginterupsi perkataannya, membuat beberapa lembar kertas terbang, dengan sigap aku menangkapnya lalu memberikan kertas-kertas itu kembali kepadanya.
“Sayang sekali, sebagian buku sudah hancur terkena ledakan, kupikir itu juga termasuk buku yang kau cari itu.”
Sebenarnya buku yang ia cari adalah soal beberapa sihir kuno yang ada di dunia ini, itu nampaknya berhubungan dengan sihir pemanggilan yang digunakan oleh para penyihir kerajaan ini untuk memanggil kami. Yang ingin ia ketahui adalah bagaimana bisa perpindahan dunia dapat langsung menambah status kemampuan kami, lalu apakah itu akan menghilang ketika kembali ke dunia kami. Itu yang ingin Pinova ketahui.
“Tak apa, setidaknya aku memiliki cara untuk mempertahankan status kita ketika pindah dunia.”
“Jika begitu kenapa aku harus mencari bukunya?”
“Ada banyak jalan untuk menuju suatu tempat, anggaplah aku tertarik dengan jalan lain itu.”
Aku bisa merasakan kalau Pinova sebenarnya memiliki ketertarikan sekaligus kemampuan intelektual tinggi. Itu terlihat dari cara berbicaranya saat ini, setelah ingatannya kembali, ia nampak menjadi dirinya walaupun terkadang ia termenung. Entah apa masalahnya, tapi untuk sementara aku takkan menanyainya lebih jauh.
Aku kemudian duduk di sampingnya menemaninya menulis beberapa catatan penting yang sepertinya ia lingkari. Ia nampak antusias mempelajari setiap lembaran, terkadang rambut birunya itu menyibak pandangannya, sesekali ia membenarkannya.
Bisa kubilang ia sedikit lucu terkadang. Bagaimana tidak, ia bilang lebih bisa fokus belajar di alam terbuka daripada ruangan yang disediakan khusus untuk belajar.
“Apa yang kau lihat?” ucapnya menyadari pandanganku.
“Apa kau benar-benar tidak merasa terganggu dengan angin yang terkadang menerbangkan catatanmu, lalu rambutmu itu beberapa kali berkelebat menutupi pandanganmu.”
“Semua orang punya caranya sendiri-sendiri kan?”
“Itu—Benar juga.”
Aku tidak akan menyangkal, tapi cara yang dilakukannya cukup unik. Yang ia lakukan sekarang mencoba merangkai beberapa diagram sihir yang akan digunakan kami berempat untuk ke tempatku, tiap simbol memiliki fungsi sendiri, jadi ada beberapa pengaturan yang perlu disesuaikan agar kami mendarat di tempat yang sesuai saat aku dipanggil kesini.
“Pinova, bolehkah aku bertanya sesuatu?”
“Tentu saja.”
“Mengenai saat aku pingsan, apa yang kau lakukan waktu itu?”
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Travel in a Different Sky
FantasyHidupku terasa hampa dan melelahkan. Meskipun sudah melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, aku masih terjebak dalam dunia korporasi, ekonomi, dan politik yang monoton. Tidak ada lagi orang yang percaya padaku, terutama setelah aku dipecat karena f...