Di ruang interogasi
Tirta berdiri dengan tenang, memandang Airoth dengan tatapan yang nyaris malas. Dinding-dinding ruangan tampak polos, namun ada ketegangan yang tak kasat mata menyelimuti setiap sudut. Perlahan, sistem keamanan ruangan aktif, menghasilkan suara klik mekanis yang samar. Senapan dan drone otomatis mulai bergerak, mengunci Tirta sebagai target.
"Lupakan soal tadi, jadi aku menawarkan kerjasama padamu. Jika kau butuh pasukan, kami akan membantumu. Namun dengan bayaran kau akan memberitahu bagaimana teknologimu," ucap Airoth dengan nada penuh percaya diri.
Airoth melanjutkan, "Bagaimana, bukankah itu tawaran yang menarik?"
Tirta mengangkat alisnya sedikit, seakan mempertimbangkan. "Itu memang benar, jika kita berada di posisi yang sama, tapi aku berada jauh di atas kalian."
Airoth tersenyum tipis, nadanya berubah menjadi lebih menantang. "Kau pikir, kau bisa mengalahkan kami? Sadarilah posisimu."
Tirta hanya mengamati Airoth tanpa mengucapkan sepatah kata. Dia perlahan mengangkat tangannya, menjentikkan jarinya dengan gerakan sederhana. Seketika, drone dan senjata di sekitar mereka berderak, mekanisme mereka rusak dan tak berfungsi. Suara lembut dari jentikan Tirta menggaung, seolah memerintahkan segala sesuatu untuk tunduk.
Tirta menatap Airoth, matanya memancarkan kilatan penuh keyakinan. "Apakah kau sudah sadar? Robot rongsokan? Kau telah menghilangkan unsur penting dari manusia yaitu kebebasan mereka, itulah mengapa kau tak bisa mengalahkanku."
"Kau pikir begitu?"
Beberapa peralatan yang di rusak oleh gelombang kejut yang dilancarkan Tirta kembali bergerak dan mulai menembakinya. Tirta sedikit terkejut lalu menghindari tembakan-tembakan itu, sesekali menangkis dengan menciptakan perisai tak kasat mata.
"Serang!" teriak Airoth.
Para pasukan yang mengawal Tirta sebelumnya kemudian mulai mengeluarkan senjata, mereka memakai armor otomatis lalu dengan sigap melancarkan serangan. Terjadi pertikaian beberapa pasukan yang menyerang mampu dengan mudah dihindari oleh Tirta, beberapa kali Tirta menendang, memukul, melumpuhkan setiap pasukan yang menyerangnya.
Beberapa saat kemudian hampir setengah pasukan sudah berhasil dikalahkan, Airoth menyuruh pasukannya berhenti menyerang.
"Lihat? Kau tak bisa mengalahkanku," ucap Tirta. Ia kemudian melenggang membelakangi Airoth, dan berjalan ke pintu keluar.
"Mau kemana kau? Kau takkan pergi dari sini," ucap Airoth menggunakan armornya.
Disusul pasukan lain yang mulai mundur di tiap sisi, tersisa Vall yang juga menggunakan armor untuk bertarung.
"Jadi, kalian masih mau mencobanya?" tanya Tirta.
"Ya, ambil ini Vall," teriak Airoth melemparkan sebuah chip padanya yang kemudian dipasang di armornya. Sejenak perubahan terjadi di setiap bagian armor mereka berdua menyalakan garis-garis kecil berwarna biru. Armor yang meningkatkan kekuatan fisik pengguna dan juga analisa gaya bertarung lawan.
"Baiklah, akan kulayani, kita lihat seberapa jauh peningkatannya," ucap Tirta masih dengan gayanya yang cukup santai, ia hanya memandangi apa yang mereka lakukan tanpa melakukan ancang-ancang.
Dengan penuh konsentrasi serta menggunakan perhitungan matematis dari data pertarungan sebelumnya Vall mulai menyerang mengeluarkan drone lalu menembaki Tirta.
Tapi dengan mudah Tirta menghindar, tak cukup sampai disitu Airoth menggunakan percepatan fisik lalu langsung berada di belakang Tirta mencoba memukulnya.
Bakk!
Airoth melayangkan pukulannya membuat kepala Tirta terhantam tinju besinya yang menggunakan pegas, membuat Tirta terpental jauh membentur dinding baja di markas tersebut. Tak berhenti sampai disitu Vall kemudian mengeluarkan rudal yang dalam waktu singkat menghantam tubuh Tirta, menciptakan ledakan yang luar biasa hingga membuat dindingnya hancur terkena rudal-rudal itu.
Namun dari kepulan asap tersebut, terdengar langkah kaki yang tak lain adalah Tirta, meski dengan serangan sekuat itu, ia masih sanggup berjalan tanpa terluka sedikitpun.
"Tadi itu kasar sekali, bisakah kalian sedikit lembut pada seorang wanita?" ucapnya sembari sedikit memiringkan kepalanya dengan bibir yang sedikit terangkat.
"Ah, rambutku jadi sedikit kotor."
Tirta melepas ikatan rambutnya sembari menepuk sebagian sisi dan mengibaskannya sehingga rambutnya tergerai.
Tak tinggal diam, Airoth memanfaatkan kelengahan Tirta untuk melancarkan serangan. Sebuah tembakan laser melesat dari tangan Airoth menuju Tirta. Namun, cahaya laser itu tiba-tiba berbelok sebelum mengenai target, menghantam bangunan di sekitarnya. Para pasukan yang berada di dekatnya berhamburan, berusaha menghindari puing-puing yang runtuh akibat serangan tersebut.
Tirta tetap berdiri tenang, matanya menatap dingin ke arah Airoth yang tampak bingung. Airoth tidak mengerti bagaimana Tirta bisa menghindari serangannya dengan cara yang begitu tak terduga, jauh di luar perhitungan matematisnya.
"Apa sudah selesai?" tanya Tirta.
"Belum!" jawab Airoth dengan marah. Tubuhnya mulai bertransformasi menjadi kumpulan mesin nano yang bekerja cepat merestorasi bangunan yang hancur. Energi mulai mengalir dari lantai ke tubuh Airoth, membuat daya di sekitar mereka turun drastis. Kini, tubuh Airoth memancarkan reaksi energi bertegangan tinggi, siap untuk melancarkan serangan berikutnya.
"Itu pasti akan berbahaya," ucap Tirta pelan, matanya tetap mengamati setiap gerakan Airoth, tetap waspada namun tak menunjukkan kepanikan sedikit pun.
Saat Airoth bersiap melancarkan serangan dengan tubuhnya yang dipenuhi energi bertegangan tinggi, Tirta menengadahkan tangannya. Seketika, seluruh energi dari robot pintar itu lenyap, membuat Airoth terhenti di tempat.
"Apa yang kau lakukan?!" teriak Vall, salah satu anggota pasukan, dengan nada heran dan panik. Ia tidak menyangka bahwa pasukan satu peleton dan pemimpinnya, Airoth, tidak dapat menghadapi Tirta.
"Singkatnya, kalian takkan bisa menandingiku," jawab Tirta singkat, yang kemudian dari pintu terbuka sudah ada Bella dan Neil yang menantinya.
"Apa kami terlambat?" tanya Neil, sembari membawa sebuah kapsul. "Eh ... Tunggu?! Bukankah ini?" Neil tercengang ketika melihat seluruh pasukan sudah dilumpuhkan oleh Tirta, menyisakan Vall saja.
"Tidak, kalian tidak terlambat," ucap Tirta sambil menatap ke arah Vall. "Jadi bagaimana, Vall? Mau ikut bersama kami?"
Vall melihat ke arah kapsul yang dibawa Neil dan matanya melebar. "Tunggu, itu? Apa yang kau lakukan pada Lina!" teriaknya dengan nada penuh kepanikan.
Tirta menghela napas, matanya tetap tenang. "Apa maksudmu? Apa kau buta, sadarlah, justru negerimu sendiri yang memanfaatkanmu."
Vall memandang kapsul itu dengan penuh keraguan, baru menyadari bahwa Lina berada di dalamnya. Namun, ia masih tidak percaya sepenuhnya. "Apa? Aku takkan percaya padamu begitu saja."
Dengan tekad yang tersisa, Vall mencoba menyerang Tirta sekali lagi. Namun, sebelum ia bisa mendekat, langkahnya terhenti. Sebuah penghalang tak terlihat muncul di depannya, menghalangi semua upayanya untuk melawan.
"Hei, berhenti! Kita belum selesai!" teriaknya.
Namun Tirta kemudian diam, dan mereka pergi dari hadapan Vall. Vall hanya mampu terduduk atas ketidak berdayaannya. Kemarahan dan kebencian terpancar jelas dari wajahnya.
"Lihat saja! Aku akan membalas seluruh penghinaan ini!" teriakannya semakin keras meskipun Tirta dan yang lain sudah pergi dan tak mendengarnya. Giginya menggeretak dan tangannya menggenggam hingga berdarah.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Travel in a Different Sky
FantasyHidupku terasa hampa dan melelahkan. Meskipun sudah melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, aku masih terjebak dalam dunia korporasi, ekonomi, dan politik yang monoton. Tidak ada lagi orang yang percaya padaku, terutama setelah aku dipecat karena f...