Kami sampai di kota Yamaela, sebuah kota yang berada di tepi hutan monster yang ada beberapa Guild yang melayani permintaan atau bahasa kerennya Quest.
Benar-benar sesuai dengan apa yang berlatar pada dunia fantasi abad pertengahan, kami memutuskan menginap beberapa hari di tempat ini serta melakukan pekerjaan untuk biaya ke kota berikutnya.
Saat ini aku sedang bersama dengan Pinova, kami memutuskan untuk membagi dua tim, sementara Sonra dan Ryuna melakukan perdagangan, kami mengerjakan quest kecil untuk berlatih dan juga menambah pemasukan. Kami juga mengumpulkan beberapa informasi soal iblis yang muncul beberapa waktu lalu.
Ternyata di kota petualang ini juga muncul, dimana beberapa petualang kemudian mengalahkan iblis-iblis itu.
Lalu menurut kabar dari orang-orang, saat ini raja iblis mulai melakukan invasi di negara sebelah yang berdekatan dengan tempat ini. Itu artinya penjagaan pun lebih diperketat.
"Gagal lagi," gumamku.
Aku memfokuskan energi astral dengan skill, namun sepertinya belum ada perkembangan. Mungkin aku perlu menekannya lebih kuat.
Namun saat memekatkan energinya, energi itu menghempas menciptakan ledakan.
"Aggh!"
Tubuhku terhuyung keras ke belakang merasakan beberapa gesekan rumput ranting dan akhirnya menatap bebatuan.
"Ah, sakit sekali-Agghh."
"Mikka, kau tak apa?" Pinova tiba-tiba berada di depanku yang sedari tadi masih sibuk mengambil beberapa tanaman obat, nampaknya ia mendengar ledakannya, rasanya telingaku berdenging dan separuh tubuhku ingin lepas.
Wajahnya nampak menyiratkan kekhawatiran ketika menggenggam tanganku. Tanganku rasanya panas, lenganku gemetar, telapak tanganku juga agak gosong. Sepertinya aku telah mencoba sesuatu yang berbahaya.
Sesaat kemudian tubuhku serasa hangat, ia menggunakan skill penyembuhannya untuk mengobati lukaku.
"Yang kau lakukan itu berbahaya sekali, bagaimana jika terjadi sesuatu yang lebih parah lagi?"
"Maafkan aku, aku merasa aku butuh untuk menjadi lebih kuat agar lebih berguna."
"Lain kali, kau butuh buku panduan untuk ini."
"Jika saja itu ada."
"Aku sudah mendapatkan tanaman obat mari kita kembali." Pinova melepaskan tanganku yang sudah ia sembuhkan, lalu ia berdiri dan mengambil keranjangnya.
Aku mencoba berdiri kemudian berjalan beriringan bersamanya, mau dimanapun pemandangan hutan benar-benar menarik, aku tak bisa memalingkan diri untuk memperhatikan sekitar.
***
"Konsep energi astralmu sepertinya lumayan tinggi, sedangkan skill dan sistem yang kita miliki hampir selevel namun itu lebih kaku," jelas Pinova. Setelah beberapa waktu ia mulai mengingat masa lalunya, itu terkait pelajaran energi, nampaknya rasnya memiliki fokus dalam hal itu, mungkin ini bisa kusebut keberuntungan.
"Daripada menggabungkannya, kenapa tidak kau coba menyambungkannya saja. Mikka?"
Niatnya, aku ingin membuat serangan kuat dengan ini. Tapi sepertinya langkahku terhenti seperti melihat kedua pulau tanpa sebuah jembatan.
"Memangnya bagaimana caranya?"
"Setiap ras memiliki cara dan bentuk yang berbeda, apa yang ada dalam alam lain sangat berbeda dengan alam nyata, sulit untuk menentukan secara pasti untuk mengukurnya. Teknologi peradaban manusia seperti kalian selalu berubah setiap tahunnya, tapi pada unsur alam yang lebih tinggi, sesuatu berubah pada tiap detiknya."
"Lalu apa gunanya belajar, kalau seperti itu jadinya."
Hampir mirip dengan yang dikatakan Tirta bahwa astral memiliki sesuatu yang tak pasti, namun pada intinya sama, Pinova juga terlihat mengalami keraguan tentang hal itu.
"Setidaknya kita bisa menggapai seperseratusnya daripada tak dapat menggapainya sama sekali, mau kuperiksa aliran tubuhmu?"
"Memangnya kau bisa memeriksa? Bukannya karena kau hilang ingatan, kau jadi melupakan beberapa konsep yang telah kau pelajari."
"Jangan khawatir, meski begitu aku bisa memeriksa permukaannya, begini-begini aku dulunya adalah murid dari pertapa bumi."
Kurasa tak masalah jika sedikit memeriksanya, lebih baik daripada aku mencobanya random, kami kemudian berteduh di pohon dan rerimbunan yang agak jauh dari jalan utama.
"Apa pertapa bumi yang kau sebut itu hebat?"
"Tidak, bahkan dia pesakitan dan tingkahnya aneh, lepas bajumu."
"Eh, kenapa aku harus melepasnya?"
"Ayolah, tidak ada yang memalukan, aku sudah sering melihat tubuh orang telanjang, lagipula aku hanya ingin melihat punggungmu," ucapnya sembari menarik-narik bajuku untuk ia lepas.
"Apa-apaan perkataanmu itu, biar aku melepasnya sendiri."
"Baiklah."
Ini memalukan, tapi demi Tirta dan keselamatan misi, aku harus melakukan hal-hal begini, tapi aku sebenarnya masih agak ragu dengan Pinova. Aku kemudian membalikkan badanku, menyerahkan pemeriksaaan padanya sembari melihat pemandangan sekitar. Ia mulai menyentuhkan jarinya pada permukaan punggungku, rasanya agak geli.
"Jadi, kau sering melihat tubuh orang telanjang? Apa pekerjaan di duniamu?"
"Jangan salah paham, aku hanya sering mengobati orang, lagipula itu hanya ruang lingkup rasku dimana semuanya adalah perempuan."
"Oh, tunggu ... Kenapa kau tak merasa terganggu dengan ini-- Aww, apa yang kau lakukan." Ia sedikit menekan telunjuknya di salah satu sisi punggungku.
"Apa kau merasa terganggu ketika membawa seekor ayam betina."
"Apa kau sedang menyamakanku dengan makhluk rendahan-- Aghh, apa yang kau lakukan lagi."
"Maaf, mungkin itu karena kami makhluk setengah dewa, apa di sekitar sini sakit?"
"Aghh-- Sakit sekali."
"Baiklah, pemeriksaan selesai."
Rasanya sakit meski hanya ditekan dengan jari. Aku kemudian mengambil bajuku kembali lalu kembali melanjutkan perjalanan dengan Pinova.
"Apa yang terjadi pada tubuhku?"
"Kau mengalami sindrom energi."
"Apa itu buruk?"
"Buruk sekali, sayangnya aku tak bisa melakukan sesuatu dengan itu, apa kau pernah memakan suatu pil peningkat atau penyokong?"
Seingatku aku pernah diberi Tirta pil-pil itu. Apa efeknya mulai terjadi sekarang. Ini jadi sedikit menakutkan.
"Pernah, apa tak bisa disembuhkan?"
"Mungkin, kau harus menemui pertapa di duniaku, untuk memperbaikinya, terus terang aliranmu harusnya bisa lebih baik dan menerima skill itu, tapi sepertinya pil itu memberikan sedikit kekakuan energi. Yang mengakibatkan saling menusuk satu sama lain," ucapnya sedikit wajah khawatir.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Travel in a Different Sky
FantasyHidupku terasa hampa dan melelahkan. Meskipun sudah melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, aku masih terjebak dalam dunia korporasi, ekonomi, dan politik yang monoton. Tidak ada lagi orang yang percaya padaku, terutama setelah aku dipecat karena f...