108. Apakah Moral Layak Diberi Kompas?

29 2 0
                                    

Dalam beberapa hari kami menemui Laruma yang sedang membangkitkan sisa kekaisaran dengan putri Naimi, tak kusangka hubungan mereka semakin erat. Setelah penaklukkan Doreran, membuat nama Laruma menjadi lumayan tersohor.

Meskipun sebetulnya Pinova yang mengalahkannya, kami mengumumkan bahwa yang paling berjasa adalah Laruma sebab jika itu adalah kami atau Pinova sendiri, kami akan sangat kesulitan untuk keluar dari sini, karena tujuan kami bukanlah untuk menetap kecuali Laruma. Sejak awal ia memang ingin membuat tempat ini damai dan menjadikannya tempat untuk hidup.

Di gedung istana lantai dua tepatnya di pelataran kami berlima melakukan pertemuan, aku, Pinova, Sonra, Ryuna, Laruma, dan juga Putri Naimi, kami dijamu dengan banyak makanan mewah. Aku tak menyangka meski saat ini masih dalam posisi pembangunan mereka bisa memasak hidangan mewah. Walaupun bagiku, tidak benar-benar mewah. Layaknya dunia barat abad pertengahan, jamuannya tidaklah kaya akan rempah-rempah, jadi sebagian rasanya cukup hambar bagiku yang aslinya dari duniaku sendiri adalah orang timur.

Seperti yang terlihat mereka nampak makan dengan cukup elegan kecuali Ryuna yang nampak serampangan dan bisa dibilang nampak rakus bagi beberapa orang yang memandangnya, "Ah ... Ryuna?"

"Em ..." Ryuna nampak tak mengerti dan terus melahap hidangannya. Jika begini aku sendiri tak bisa membuatnya sedikit sopan, ia nampak begitu lapar, mungkin hal ini juga kebiasaan dari rasnya?

"Tak perlu terlalu formal, kita disini hanya makan malam bersama bukan?" ucap Putri Naimi yang menginterupsiku, nampaknya ia sendiri tak terlalu mempermasalahkan tingkah laku kami.

Tapi, baiklah jika ia berkata seperti itu.

"Putri, kau seharusnya menunjukkan martabatmu, meskipun mereka pahlawan bukan berarti tindakan semacam itu bisa dipertontonkan begitu saja, bagaimana jika rakyatmu nanti juga melakukan hal sama dan menjadi kebiasaan," ucap Laruma. Ia nampaknya cukup ketat, Laruma dulunya adalah orang yang terbuang di dunianya, di waktu lalu ia pernah bercerita bahwa dunianya mengalami kiamat, jadi dia sepertinya sangat bersyukur dengan situasi sekarang ini. Disamping itu ambisinya benar-benar kuat untuk menjaga kedamaian.

"Santai saja Laruma, lagipula kita akan berpisah dengan mereka bukan?"

"Itu ..."

Wajah Laruma agak menunduk aku tak tahu apakah itu kesedihan disebabkan kami yang akan pergi atau ekspresi terpaksa ketika ia dilarang oleh Putri Naimi untuk bersifat terlalu kaku. Ia kemudian terdiam lalu makan setelahnya. 

**

Setelah acara perjamuan selesai, kami kemudian kembali berdiskusi tentang hal yang kami lakukan. Mereka berkata bahwa mereka akan membuat pesta yang meriah untuk acara pengembalian ke dunia kami. Sebenarnya itu tak terlalu diperlukan, tapi karena itu keinginan mereka jadi kami mau tak mau harus mengikutinya.

Di tengah diskusi, kami juga membahas soal beberapa sisa-sisa pasukan Raja Iblis, meskipun raja iblis dan para komandan sudah kalah, namun tetap saja sisa-sisa monster dan pasukannya masih ada.

"Kami sudah menyerahkan senjata kami ke beberapa ksatria terpercaya dan beberapa kemampuan, seharusnya cukup untuk membasmi sisa-sisa pasukan raja iblis," ucap Pinova.

"Haruskah itu diperlukan, bukankah kalian lebih butuh kemampuan kalian untuk masalah yang akan terjadi di dunia Mikka?" ucap Laruma.

"Memang benar, tapi kemampuan yang kami berikan kurang efektif atau bahkan tak pernah kami pakai, jadi kemampuan itu pasti berguna untuk para ksatria yang masih bertugas, itu juga bisa mengatasi krisis lebih cepat."

"Aku sendiri juga bisa mengatasi—Aa—"

"Jangan sok kuat, Laruma," ucap Putri Naimi sembari mencubit pipi Laruma. Lalu ia kembali berbicara, "Ingat tanpa bantuan mereka, kita juga takkan bisa mengalahkan Doreran."

Travel in a Different SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang