Aku pernah membaca di perpustakaan milik Tirta, memang ada banyak ras di dunia ini, ragamnya bahkan lebih banyak dari dunia fantasi yang ada dalam cerita di duniaku.
Aku melihat ke arah kanan dan kiri, lalu lalang aktifitas orang-orang seperti tak terhenti di cuaca dingin seperti ini.
"Tirta?" Aku mendekat ke arahnya untuk kembali membisikkan sesuatu, "Tidakkah kita sebaiknya pergi dari sini."
"Inginnya aku juga begitu Mikka, tapi sepertinya mataku belum bisa melihat jalur yang pas menuju kesana."
Ia menggerakkan lengannya lalu jari telunjuk dan ibu jarinya ia bentuk bulat melingkari pandangan matanya. Melihat berbagai arah seolah memindai cukup banyak ruang yang tak terlihat oleh mata biasa.
Ia pernah menuturkan bahwa kepekaan pandangan matanya tidak hanya melihat dari sudut pandang tiga dimensi, ia bisa melihat empat hingga lima.
Meski tak memberitahuku detailnya, mungkin juga ia memiliki kemampuan melihat masa depan. Hanya dengan ia membeberkan sudut pandang matanya pada dimensi kelima, aku rasa bisa menerka sepeka apa penglihatannya itu.
**
"Masih belum ada, mari kita berbaur sejenak."
Tirta kemudian mendekat ke arah anak kecil yang kami tunjuk tadi, ia sedang berdoa di sebuah kuil, begitu usai Tirta kemudian mendekat ke arah gadis itu. "Hei gadis kecil siapa namamu?" ucapnya dengan pelan memperlihatkan lengkungan manis di bibirnya.
"Kakak siapa?" ucap gadis kecil itu dengan tatapan layaknya ikan.
Sudah jelas, anak kecil pastinya cukup polos, ia juga belum terlalu ekspresif dalam menunjukkan emosinya.
"Kakak adalah petugas bersih-bersih. Namaku Mili, ya Mili."
"Oh, petugas kebersihan, pasti mau ke tempat itu, akan aku antar."
Tiba-tiba gadis Tellin itu langsung menggandeng tangan Tirta, lalu menariknya melawan arus kerumunan. Aku pun mengikutinya berjalan di gang-gang.
Aku jelas tak mengerti apa yang sedang direncanakan Tirta, ia seperti dapat membaca situasi lebih baik dariku, melihat bagian yang tersembunyi dalam penglihatan makhluk normal pada umumnya.
Mungkin saja ia telah membaca ingatan gadis itu tanpa sepengetahuanku, langkahnya sangat halus seperti warna udara yang tak pernah bisa dilihat oleh mata normal.
Tak berapa lama kami sampai di sebuah hutan lebat yang tertutupi salju, gadis itu kemudian pergi meninggalkan kami disini.
**
Pohon-pohon dan rerimbunan dedaunan yang tebal tak tertembus oleh salju, ini seperti dinding alami yang memisahkan putihnya warna salju dengan rindangnya hijau dedaunan.
Tirta mulai berjalan, langkahnya menembus keheningan hutan, aku pun mengikuti langkahnya masuk ke dalam hutan yang cukup rindang.
Satu sampai dua langkah masuk ke dalam, tubuhku mulai merasakan suhu udara yang menghangat, beberapa kali tetes air dari kubah salju yang menutupi dedaunan jatuh membuat permukaan yang kami pijaki penuh dengan air.
Sampai ketinggian air memenuhi tumitku, Tirta kembali berhenti.
"Ada apa Tirta?"
"Dia baik sekali menunggu kita, bahkan membuatkan arena pertempuran."
"Maksudmu Raja Iblis itu?"
"Ya, siapa lagi."
Itu benar-benar mengejutkan, apa raja iblis yang satu ini adalah raja iblis yang baik? Tapi entah kenapa ini membuatku sedikit merinding.
"Tirta, aku ingin bertanya sesuatu, bagaimana kau tahu kalau dia sudah menunggu kita?"
"Agak rumit menjelaskannya sekarang, kau belum sampai di level itu, ikuti saja arahanku."
Kalau dia bilang seperti itu, baiklah. Aku harap pertempuran ini akan baik-baik saja.
TIrta kemudian kembali berjalan, tiap kali kami memasuki hutan lebih dalam, ketinggian air juga semakin naik sampai kemudian Tirta melompat lalu seperti menapaki air tersebut sebagai sebuah pijakan padat.
Ini mengingatkanku pada sebuah film, tapi sekarang bukan itu masalahnya, "Tirta bagaimana caranya melakukannya?"
Masalahnya air ini sudah menenggelamkan seperempat tubuhku, jadi mau tak mau jika aku ingin berada di sampingnya, aku juga harus bisa melakukan itu.
"Mikka, kau hanya perlu melakukan hal yang sama sepertiku."
"Apa itu bisa kulakukan?"
"Tentu saja kau bisa, kau hanya perlu memadatkan sifat airnya agar bisa kau pijaki."
Dia berkata begitu santainya. Tapi baiklah, akan aku coba. Aku hanya perlu memfokuskan titik tumpunya lalu mengendalikan elemen di sekitar.
Aku merapatkan kedua tangan untuk fokus, lalu mulai menaiki air tersebut dengan kaki, rasanya seperti menaiki tekstur agar-agar yang agak menggelikan. Setelahnya ku jenjangkan kaki dan berdiri merasakan keseimbangan yang rapuh di atas elemen yang tidak biasa.
"Oh, aku bisa melakukannya."
"Sudah kubilang kau pasti bisa."
Ini mengingatkanku pada film yang pernah ku tonton dulu, tapi berjalan di atas air ini tidak cukup buruk juga, mungkin aku juga bisa menerapkan bersepedah di lautan ketika ada kesempatan untuk melakukannya.
"Mikka, jangan melamun, mari kita lanjutkan," ucap Tirta, ternyata ia sudah cukup jauh dari tempatku berdiri. Aku kemudian segera mengejarnya dengan langkah gontai karena belum dapat membiasakan diri. Aku bisa mengimbangi lalu berjalan beriringan dengannya.
"Bagaimana, sudah mulai terbiasa?"
"Lumayan, apa ini juga bisa diterapkan berjalan di pepohonan, Tirta."
"Bisa saja, kau bahkan bisa menerapkannya dengan berjalan di udara, namun teknik dan caranya berbeda. Ini lebih mirip pengendalian, seperti memusatkan udara hangat yang aku jelaskan di gua sebelumnya, cukup praktis, tapi lama-kelamaan itu akan berefek pada tubuh fisikmu."
Sembari menjelaskan, Tirta kembali menginjakkan kaki ke permukaan tanah dimana airnya sudah tak terlalu tinggi, aku pun mengikutinya.
"Ini?" Tubuhku hampir terjatuh ketika melepas efeknya, untungnya Tirta menangkapku.
"Nah, kau mulai merasakannya bukan?"
"Iya."
Rasanya kesemutan dan juga kaku, ini hampir mirip ketika aku baru pertama kali mencoba kekuatan astral untuk mengendalikan sesuatu.
"Berdirilah." Tirta membantuku berdiri lalu kembali berjalan.
"Karena fisik juga butuh adaptasi secara sempurna, jadi penggunaan diluar itu tanpa pembiasaan jadinya akan buruk," jelasnya.
"Mungkin aku bisa makan pil-pil itu lagi?"
Jadi teringat saat aku berada di negeri Neil. Dimana aku nekat memakan pil-pil yang dikatakan Tirta dapat memberikan kemampuan instan.
"Pil itu hanya semacam ramuan, kedepannya kau mungkin akan tahu efek samping sebenarnya."
"Jadi apa sebenarnya efek sampingnya?"
"Nanti kau juga akan tahu sendiri."
Benar-benar pelit sekali, dalam beberapa langkah kami berjalan, kemudian mulai terlihat dataran yang dipenuhi dengan bebatuan. Lalu pandanganku mengarah ke kejauhan, ada sela-sela bebatuan yang sebesar gunung, mulai terlihat sebuah badan bersisik yang tertutup oleh kabut.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Travel in a Different Sky
FantasiaHidupku terasa hampa dan melelahkan. Meskipun sudah melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, aku masih terjebak dalam dunia korporasi, ekonomi, dan politik yang monoton. Tidak ada lagi orang yang percaya padaku, terutama setelah aku dipecat karena f...