31. Konsekuensi Menyelamatkan

93 7 0
                                    

Selama beberapa hari aku beristirahat, tubuhku mulai pulih. Kemudian aku keluar melihat sekitar, nampak Vall dan lainnya seperti sedang mendiskusikan sesuatu dengan beberapa alat mereka.

Tubuhku masih sedikit kaku, tapi sudah lumayan, aku bisa menggerakkan badanku sesuai keinginan meski masih banyak perban. Dengan luka yang kualami, penyembuhannya termasuk sangat cepat, sudah seperti keajaiban.

Dan bagusnya, ini gratis!

Jika dibandingkan dengan rumah sakit di duniaku, mungkin aku masih koma atau bahkan berakhir dengan kematian seketika. Setelahnya, akan muncul banyak tagihan yang membengkak, membebani keluarga. Banyak orang di sana yang mengalami hal itu, karena rumah sakit lebih mirip bisnis daripada tempat penyembuhan.

Sambil memikirkan itu, aku mendekat ke arah Vall dan yang lainnya, penasaran dengan apa yang sedang mereka kerjakan.

"Hei, kupikir pahlawan kita sudah mati," ledek Vall ketika baru saja aku akan mendekatinya.

Dia benar-benar punya sifat yang liar dengan melemparkan kata-kata yang menggelikan, tapi aku akan tetap bersifat santai, aku tidak bisa terintimidasi seperti sebelumnya.

"Ya, maaf membuatmu kecewa, kalian sedang memperbaiki apa?"

"Kami sudah kehabisan bahan," ucap Vall.

"Lebih tepatnya, amunisi untuk melakukan pertarungan," timpal Lina.

Aku bisa mengerti, akibat pertarungan sebelumnya mereka menghabiskan banyak sumber daya. Ditambah lagi, mereka tak dapat memasok ulang senjatanya karena dunia ini sudah berbeda.

"Ngomong-ngomong gadis yang kau tolong itu..."

Lina menceritakan beberapa hal yang mereka alami setelah kembali ke tempat ini, diantaranya melakukan operasi pada gadis itu lalu mengkarantinanya di ruang bawah tanah, aku pun segera menuju kesana setelah mendengar perkataannya.

**

Entah apa yang ada di pikiran Tirta ketika ia menyarankan agar gadis itu dikarantina.

Lina sebelumnya bercerita bahwa gadis itu sempat mengamuk. Tindakan pengangkatan kandungannya sudah dilakukan, tetapi setelahnya, gadis itu tampak merasa sangat kehilangan, meski makhluk parasit yang ada dalam perutnya itu sangat menyakitinya.

Aku menyusuri labirin, aku sudah lumayan hafal dengan labirin disini, jadi aku tak butuh tuntunan dari Tirta. Sebelum sampai ke tempatnya, aku melihat Tirta berdiri dan bersandar di tembok, menantiku dengan wajahnya yang nampak tenang.

"Aku sudah menunggumu."

"Apa yang kau lakukan disini?"

"Sudah jelas bukan?"

Ya, aku tahu. Dari senyum tipisnya itu, terlihat bahwa ia mencoba menemaniku untuk melihat gadis itu. Ada sesuatu dalam tatapan Tirta yang membuatku merasa ada lebih banyak hal yang harus kupahami tentang situasi ini.

"Bagaimana keadaannya."

"Cukup parah, mentalnya benar-benar rusak, tapi ..."

"Tapi apa?"

"Tapi apa yang tidak untuk permintaan dari Mikka, jadi kita akan berusaha menyelamatkannya."

Padahal sebelumnya ia menolak, aku tak tahu apa yang ada dipikiran Tirta sebenarnya, disisi sebelumnya ia sangat menolak untuk menyelamatkannya, namun sekarang ia nampak menyetujui keinginanku.

"Apa ini cukup menguntungkan bagimu?" tanyaku padanya. Sejujurnya aku agak heran.

"Mikka, dalam menyelamatkan seseorang tidak penting apakah itu menguntungkan bagimu atau tidak, bukankah begitu?"

Tirta tersenyum padaku, aku mengerti soal yang dikatakannya itu, seolah hal ini mengambil sudut pandang diriku sendiri.

Dalam pikiranku sekarang, ia benar-benar seorang ratu yang mengerti bagaimana polah tingkah rakyatnya.

Tapi, yang membuatku ragu, apakah ia benar-benar berjuang juga atas keinginanku atau ada sesuatu yang ingin ia tunjukkan padaku.

Sesaat aku mendengar jeritan suara gadis, semakin dekat, suara itu semakin jelas. Yang tak lain adalah suara dari gadis yang kuselamatkan sebelumnya.

Dia dikerangkeng di kasur, seperti mengamuk. Itu tentunya sangat membuatku terkejut.

"Apa yang kau lakukan padanya Tirta!"

"Yang kulakukan? Sudah jelas, agar ia tak mencoba kabur dari sini."

Dengan kepala dingin aku mencoba menelaah apa yang dikatakannya.

"Apa yang kau—Apa yang sebenarnya terjadi padanya?"

"Pertanyaan yang bagus, inilah yang terjadi ketika seseorang menjadi budak para iblis. Akal sehat mereka sudah rusak dengan siksaan yang telah terjadi, ini sama saja seperti kau memungut apel yang sudah busuk."

"Maksudmu yang kulakukan sia-sia, kita masih bisa memberikan terapi untuknya—"

"Berapa lama?" Sanggahnya sebelum aku menyelesaikan perkataanku.

"Itu ..."

Aku terdiam, aku tak bisa meyakinkannya untuk itu, bahkan tenaga medis profesional, kebanyakan dari mereka kesulitan menangani pasien yang memiliki trauma, apalagi aku yang tak memiliki pengalaman apapun.

"Maaf ..."

"Tidak masalah, kau baru mengetahuinya, dan ada satu masalah lagi. Setiap budak iblis jenis seperti ini, akan di tanam di dalam jiwanya inang raja iblis. Yang akan aktif dan menciptakan raja iblis baru yang sama kuatnya dengan raja iblis aslinya."

Aku sungguh kaget, apakah ia hanya becanda terhadapku? Tapi melihat raut wajahnya yang serius dari biasanya, itu bisa saja terjadi.

"Kenapa kau tak memberitahuku sejak awal?" tanyaku dengan nada panik. Namun kemudian ia tersenyum padaku, seolah semua sudah terkendali.

"Kau pikir siapa seseorang di hadapanmu ini?" katanya, tersenyum lebar.

"Eh, jadi?"

"Jangan khawatir, selama ada ratu sekaligus putri yang cantik, pintar, bijak, dan kuat ini, semua masalah pasti bisa teratasi."

Benar-benar percaya diri sekali, tapi apa yang ingin ia rencanakan? Jika itu kata Tirta, sudah pasti tubuh gadis itu sudah teracuni oleh para iblis. Jika itu inang mungkin seperti sel kanker.

"Tunggu Tirta?"

Ia mendekat ke arah gadis itu, terlihat gadis itu ingin menyerangnya, namun dengan penuh keyakinan ia mendekat lalu melepas rantai yang membelenggu gadis itu. Namun tiba-tiba gadis itu berusaha untuk menyerang Tirta.

"Jadi begini, caramu membalas budi?" ucap Tirta dihadapan gadis itu.

Ia menangkap kedua tangan gadis itu yang mencoba menyerang, ia tetap tenang, namun kemudian gadis itu berteriak keras yang memekakkan telinga, sehingga itu membuatku menutup pendengaranku. "Apa yang terjadi?"

Tirta mundur ke belakang, ada hawa gelap yang keluar dari tiap lubang di tubuhnya, rasanya terlihat begitu memuakkan, tekanannya begitu kuat hawa gelap itu menjadi asap kemudian berkumpul menciptakan sosok yang cukup menyeramkan.

"Itu Goblin?"

"Lebih tepatnya raja iblis Goblin."

"Bagaimana bisa?"

"Tenanglah Mikka, aku akan mengatasinya."

Seketika, ia mengeluarkan sebuah tombak di tangannya, lalu dengan satu lemparan serangannya menusuk raja iblis itu, yang secara tiba-tiba muncul portal hitam yang kemudian menenggelamkannya.

"Sudah selesai?" tanyaku padanya.

"Ya, semuanya aman sekarang."

Gadis itu tiba-tiba pingsan, sebelum ia terjatuh aku segera menangkapnya.

"Selanjutnya kau rawat dia."

*****

Travel in a Different SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang