Aku segera menciptakan es dari tanganku lalu melayangkan ke arahnya, ia sanggup menghindari itu dengan mudah. Aku langsung melaju dengan mengayunkan pisau Renkarna.
Ding!
Ia menangkis dengan sabit, aku seperti terkomando olehnya, rasa-rasanya ini semakin sulit saja. Tapi rencana sekarang bukanlah menang, namun untuk bertahan.
"Hanya ini kemampuanmu?" Zero nampak menyeringai puas, tatapannya seolah sama dengan Doreran.
"Ya, hanya ini, bisakah kau sedikit lebih lembut?"
Ia tiba-tiba langsung menghempaskanku dengan sabit yang dialiri oleh angin, ia kemudian menghentakkan gagang sabit tersebut ke tanah dengan menatapku tajam. "Apa-apaan itu, setidaknya kobarkanlah sedikit semangat juangmu."
"Maaf saja, aku bukanlah seorang ksatria dengan harga dirinya yang tinggi."
Yang benar saja, selain dia kuat dia juga nampak rewel. Aku jelas tidak akan mau terpancing dengan mengerahkan seluruh tenagaku, karena itu bukan strategi utamanya.
Aku kemudian menciptakan api, ia mulai menyerang kembali dengan mengendalikan tanah.
Setelahnya sembari menghindar aku menciptakan es di sekitar, menabrakkan kedua es dan api sehingga menciptakan uap kabut.
"Kabut uap ya? Hal bodoh seperti ini, takkan bisa menghalangiku."
Ia memutar sabitnya lalu menghempaskan angin sehingga kabut yang kuciptakan langsung menghilang begitu saja.
Awal niatku menciptakan kabut tidak hanya ingin menghalangi pandangannya, melainkan juga mendeteksi gerakannya dengan menggunakan partikel kabut dari kekuatan astral yang kumiliki, namun hasilnya tidak sesuai dengan dugaanku. Ia malah menghempaskannya.
Tidak ada hal lain yang bisa kulakukan sekarang, selain terus bertarung dengannya, aku kemudian kembali menyerang sesekali memanfaatkan medan sekitar seperti bebatuan untuk menganggu pergerakannya, namun dalam waktu kurang lebih beberapa menit, lukaku bertambah begitu banyak.
"Kau sepertinya orang yang suka menyiksa ya?"
"Jadi kau ingin langsung di eksekusi?" Ia tiba-tiba sudah berada di belakangku dengan memutar sabitnya,
Gawat, aku tak dapat menghindar.
Ding!
Tiba-tiba serangannya dihentikkan oleh Pinova, ia langsung berada di belakangku menghentikkan ayunan serangan dari Zero.
Sebuah serangan es kemudian melaju mengarah ke Zero membuatnya, mundur.
"Sekarang saatnya, mendekatlah ke arahku!" teriak Laruma.
Kami berdua pun mendekat ke arah Laruma begitu juga dengannya. Namun hal yang tak terduga terjadi, saat kurasa Laruma mengaktifkan skillnya untuk memindahkanku dan juga Pinova, yang terjadi malah Laruma dan Pinova yang sepertinya sudah pindah.
Sementara aku masih berada disini.
"Kasihan sekali, kau ditinggal seorang diri," ucap Doreran yang kemudian tertawa memandangku. Zero juga sudah disamping Doreran.
"Apa yang sudah kalian lakukan?" Ini gawat sekali, masalah utamanya adalah aku sendiri juga disini, menghadapi mereka berdua sekaligus adalah hal yang mustahil.
"Apa yang sudah kami lakukan? Bukankah kau sendiri yang ditinggalkan oleh mereka."
Itu tidak mungkin, lagipula jika Laruma ingin pindah, ia akan meninggalkan kami. Dan meski ia berniat menumbalkanku, pastinya Laruma dan Pinova sudah pergi sebelum mencoba menyelamatkanku.
"Jadi, kau sedang bermain kata-kata dan mencoba menipuku?"
"Aku tidak menipu, bagaimana jika kau bergabung dengan kami saja."
Itu tawaran aneh, jika aku jadi musuh mungkin aku akan berkata seperti itu untuk memperdaya lawan sepertiku.
Tapi Laruma pasti akan kembali kemari, jadi sementara aku akan meladeni ocehannya itu.
"Apa yang akan kudapatkan jika aku bergabung denganmu?"
"Kau akan mendapatkan kekuatan yang hebat, lebih hebat dari dirimu sekarang," jawab Doreran dengan senyumnya yang tipis, "Tapi pertama-tama, kau harus mati."
Tiba-tiba Zero menyerangku dari depan dengan mencoba membelah tubuhku. Aku menahannya kembali dengan pisau namun kekuatannya lebih kuat dari sebelumnya.
Dash.
Meski menahannya aku terlempar beberapa kali dengan menabrak beberapa bebatuan, saat aku mencoba berdiri. Terlihat air yang nampak besar berwarna merah entah keluar dari mana langsung menerjangku.
Aku kemudian menciptakan dinding es, lalu melompat ke atasnya. Aku sudah mulai kelelahan, haruskah aku berteleportasi?
"Kenapa aku harus mati terlebih dahulu, kau sengaja membuatku menjadi pasukan mayat hidupmu?" Luka-luka yang menyayat di sekitar badanku belum juga sembuh, rasanya tubuhku juga beberapa bagian mendapat kerusakan organ. Aku kehabisan banyak darah, ini menyakitkan.
"Ya, tentu saja. Tapi kau mendapatkan kekuatan yang hebat dengan menjadi mayat hidup," jawab Doreran tanpa ragu.
Orang ini sudah gila, tipe lawan yang tidak ingin aku temui, malah aku temui sekarang. Aku merasakan tubuhku agak bergetar, ini bukan rasa takut, melainkan kelelahan dan luka yang aku alami semakin besar.
"Maaf saja, tapi itu bukan tawaran yang bagus." Aku segera berdiri, apa boleh buat, jangan pernah mengharapkan orang lain disaat genting seperti ini.
Kalau tidak salah Pinova pernah bilang bahwa aku hanya perlu menyambungkan kekuatan skill dan kekuatan astral agar mereka tak saling bertolak belakang.
Pertama, aku gunakan skill bola api dan juga bola api yang terbuat dari astral.
Rasanya agak sakit ketika menggunakannya bersamaan, tapi tidak masalah, aku pasti.
Mereka berdua masih berdiri di atas air dengan penuh percaya diri, cukup seperti itu saja. Dengan begitu aku akan fokus.
"Apa yang sedang kau lakukan?" ucap Doreran.
Namun ia tiba-tiba berada di belakangku, secara cepat ia menendangku kuat.
Dar!
Tubuhku terdorong menabrak air berwarna merah hingga menghantam tanah.
"Jangan kau pikir, aku akan diam saja, setelah kau mencoba melakukan sesuatu."
Dak!
"Aghh!"
Kepalaku terinjak, ia benar-benar musuh yang tak memiliki tolerir pada apapun. Rasanya tubuhku remuk, tubuhku tertekan kuat, aku mulai merasakan mati rasa.
Apa aku akan mati?
Aku bisa merasakan energi besar, aku akan-- berteleportasi.
Crakk!
"Aghh!"
Aku langsung berpindah menjauh darinya dengan teleportasi, aku melakukannya, tapi tubuhku rasanya hancur.
"Hoo, kau masih memiliki kemampuan lain rupanya." Dari tempat aku terkapar sebelumnya Doreran ternyata sudah menciptakan bola hitam keunguan sepertinya digunakan untuk membunuhku.
Sepertinya keputusanku, tepat-- Tapi, tubuhku sudah benar-benar rusak.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Travel in a Different Sky
FantasyHidupku terasa hampa dan melelahkan. Meskipun sudah melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, aku masih terjebak dalam dunia korporasi, ekonomi, dan politik yang monoton. Tidak ada lagi orang yang percaya padaku, terutama setelah aku dipecat karena f...