"Aku rasa begitu," jawabku pada Sonra.
Sepanjang pengamatanku kabut sekitar mulai menghilang dan tak ada hawa aneh lagi yang serasa mengikuti kami.
"Tapi siapa Doreran?" Pinova merasa agak cemas dengan situasi saat ini, masalahnya dia bukanlah orang utama yang mengincar kami. Mengingat perkataannya itu, nampaknya ia adalah bawahannya.
"Entahlah, lebih baik kita berjalan kembali dan mencari tempat berlindung terdekat."
"Kau benar, mari kita cari tempat berlindung? Mereka pasti takkan menyerang lagi ketika bawahannya sudah mati," tanggap Sonra.
"Semoga saja."
Kami sudah kelelahan, Pinova masih terlihat cemas, Sonra sendiri cukup khawatir, ketika aku mengamatinya, ia nampak masih menengok ke segala arah memperhatikan apakah terdapat ancaman.
Kalau Ryuna? Terus terang diantara kami bertiga, dia terlihat paling sehat dan tidak khawatir sama sekali. Padahal dia terkena tendangan kuat sebelumnya, malah kupikir wajahnya menyiratkan kepuasan diri.
**
Kami kemudian berjalan tanpa menggunakan perlindungan apapun, sebab kendaraan Sonra sudah hancur, dalam jarak 15 menit kami berjalan, untungnya terdapat gua sebagai tempat berteduh.
Kami kemudian masuk di dalamnya, beberapa permukaannya terdapat tanah dan rerumputan, nampaknya beberapa kali terjadi longsor sehingga lubangnya tak terlalu luas. Langit-langit gua terkadang meneteskan air, hasil dari rembesan permukaan tanah.
"Sonra, apa kau bisa membeli meja panjang untuk tidur dan beberapa sekat lalu beberapa handuk?"
"Kenapa aku harus melakukan itu?"
"Bisakah kau sedikit lebih peka?" ucapku padanya.
Aku bisa melihat Pinova nampak kedinginan, ia memeluk tubuhnya sendiri hanya untuk mendapatkan kehangatan, bajunya yang basah itu, tentunya akan sangat sedikit menganggunya.
Sedangkan Ryuna, tebak dia sedang apa? Ya, dia sedang berada diluar gua bermain dengan air hujan serta mengumpulkan kayu, kami bertiga sudah melarangnya, tapi tetap saja dia tidak mau, sepertinya dia sangat menyukai hujan. Namanya juga, anak-anak.
Sesaat setelah aku melihat ke arah Pinova, Sonra pun mulai menyadari, "Aku mengerti, setidaknya aku memiliki beberapa koin untuk membelinya."
Setelah Sonra membelinya, aku mulai menatanya disamping dan mengambil beberapa sekat untuk menutupinya. "Kalian sedang apa?" tanya Pinova nampak kebingungan.
"Kami sedang membuatkan tempat beristirahat untukmu."
"Untukku? Tapi kalian?"
"Tidak apa-apa, kami juga akan melakukannya setelahmu," ucapku padanya. Nampak wajahnya menyiratkan kekhawatiran pada kami, namun saat ini kesehatannya harus diutamakan.
"Ya, lagipula kau adalah MVP hari ini," ucap Sonra sembari menyodorkan pakaian dan handuk yang baru saja ia beli melalui skill internetnya.
Pinova kemudian menerima itu sembari agak kebingungan dengan perkataan Sonra, "MVP?"
"Itu artinya kau telah menyelamatkan kami, kemarikan bajumu, kami akan mengeringkannya."
"Ba-baiklah." Pinova nampak ragu dengan perkataan Sonra, tapi kalau tidak dikeringkan baunya akan semakin tidak enak.
Sembari memperhatikan percakapan mereka aku mulai mengumpulkan kayu di sekitar lalu membuat api unggun.
Sesaat kemudian Pinova mulai menutup dirinya dibalik sekat lalu setelah usai ia kemudian menyerahkan pakaiannya pada Sonra.
"I-ini."
"Oh ..."
Aku memperhatikan mereka berdua, nampak Sonra agak terpaku ketika memandangi set pakaian Pinova.
"Hangat dan basah, bau Pino-"
Tak!
Aku langsung melempar kayu tepat di kepalanya, kemudian berdiri dan menyahut pakaian Pinova.
"Apa yang kau lakukan?!" protes Sonra.
"Perhatikan perilakumu. Maaf Pinova, sepertinya dia sedang tidak waras."
"Tidak apa-apa--"
"Kau harus sedikit tegas dengan laki-laki sepertinya."
**
Setelah beberapa menit, aku menata pakaiannya dekat api unggun lalu mulai mengeringkannya dengan sekalian berlatih mengendalikan angin menggunakan energi astral, sepertinya Sonra akhirnya mau mengerti situasinya, walaupun ia belum sepenuhnya setuju ketika aku melemparkan tongkat ke kepalanya.
"Bagaimana caramu melakukan itu?" ucap Sonra heran ketika duduk di dekat api unggun dengan pakaiannya yang masih agak basah.
"Susah untuk menjelaskannya, tapi ini cukup praktis dalam kondisi tertentu, dalam waktu beberapa menit, ini akan kering."
Selain menggunakan angin aku juga mengambil secara perlahan air yang menyerap melalui pori-pori baju.
"Anginnya jadi bau Pin--"
"Kau mengatakan apa?!"
"Tidak-tidak, hanya saja anginnya jadi hangat."
Aku tahu apa yang sebenarnya ia ingin katakan, dia bilang bahwa anginnya memiliki aroma tubuh Pinova karena aku mengeringkannya dengan angin dan juga suhu api unggun.
Tapi becanda juga ada batasnya, apalagi jika ada perempuan disampingmu yang mendengarnya. Itu akan jadi candaan yang buruk.
Paling untuk berkata Pinova manis, atau rajin aku masih bisa setuju, tapi dalam kata-kata semacam ini, aku tak setuju dengan Sonra, itu sudah masuk hal yang terdengar melecehkan.
Bukannya aku munafik, tapi ini soal kesopanan, lagipula dalam interaksi hal seperti itu akan membahayakan baginya, jadi aku berharap ia bisa menjadi lelaki yang baik bagi perempuan. Sehingga mereka takkan menjauhinya.
"Sonra! Hei," ucap Pinova dari balik sekat, ia menyerahkan handuk yang sebelumnya ia gunakan.
"Ah, baiklah." Ia kemudian menyerahkannya padaku untuk aku keringkan sekalian.
"Sonra, mengenai tadi yang kau ucapkan saat bertarung dengan naga?" ucap Pinova dari balik sekat dengan memperlihatkan setengah wajahnya, "Maaf, sekalipun kau memberiku bantuan sampai seperti ini, aku tidak bisa melakukannya, tubuhku tidak diciptakan untuk melakukan itu dengan laki-laki."
"Ahh-- Tadi itu hanya becanda-- Aku--"
"Sonra! Apa yang baru saja kau katakan?" tanyaku padanya, ini mulai sedikit gila, kurasa karena dia ketakutan terhadap naga tersebut. Tapi tetap saja--
"Eh, bukan apa-apa aku bisa jelaskan, tolong jangan tatap aku dengan wajah menakutkan seperti itu."
"Ya, sebaiknya kau menjelaskannya dengan benar," ucapku padanya, aku tak tahu dia mencoba melangkahkan dirinya sampai sejauh itu.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Travel in a Different Sky
FantasíaHidupku terasa hampa dan melelahkan. Meskipun sudah melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, aku masih terjebak dalam dunia korporasi, ekonomi, dan politik yang monoton. Tidak ada lagi orang yang percaya padaku, terutama setelah aku dipecat karena f...