2_Putri Kekaisaran

65 6 0
                                    

Para penjaga disebut sebagai tiangnya dunia ini yang menjaga apabila terdapat kekacauan besar, mereka adalah makhluk yang memiliki usia ribuan tahun yang bertindak ketika pahlawan gagal mengalahkan raja iblis.

Meski beberapa memiliki sifat yang kurang bermoral namun mereka adalah benteng terakhir dari peradaban para manusia dan makhluk lainnya yang berafiliasi dengan para manusia.

Di sebuah kereta kayu berhiaskan pola perak, terdapat barisan pengawal yang tegap menjaga setiap sudutnya. Mereka melingkari kereta tersebut dengan penuh kewaspadaan.

Di dalamnya, terdapat putri berusia cukup belia bernama Naimi, duduk dengan anggun di antara hiasan mahal dan gaun yang berenda berwarna biru muda. Raut wajahnya penuh kepolosan, namun matanya menyiratkan kebijaksanaan.

"Kak Aruman, kapan kita sampai ke Pertapa Pulra?" tanya Naimi pada Kakaknya yang juga ada di dalam kereta.

Aruman adalah seorang putra mahkota yang merupakan kakaknya sendiri, mereka adalah putra-putri kaisar yang direncanakan untuk mengungsi ke Pertapa Pulra yang merupakan salah satu penjaga dunia.

Serangan raja iblis telah hampir meluluhlantakkan kekaisaran dan berita tentang penghianatan seorang pahlawan yang membantai pahlawan lainnya menimbulkan kekhawatiran sendiri bagi kaisar, jadi mau tidak mau mereka harus mengungsikannya.

"Entahlah Naimi, ini memang agak jauh dari kekaisaran, tapi setidaknya kita aman disana."

"Kak Aruman, apa kau pikir disana kita benar-benar aman? Aku sendiri akhir-akhir ini sering bermimpi buruk."

"Mimpi buruk? Jangan bilang kau mendapat penglihatan lagi?" Pangeran bersurai pirang tersebut nampak berkeringat ketika mendengarnya, karena sebenarnya itu bukan pertama kali adiknya bilang seperti itu. Terakhir kali adalah mimpi tentang kebangkitan raja iblis dan setelah beberapa bulan hal itu pun terjadi.

Namun Naimi menggelengkan kepalanya, "Tidak, penglihatanku seperti gelap, sesuatu yang mengerikan menutupinya."

"Haruskah kita berputar arah?"

"Tidak perlu, lagipula dimanapun itu berbahaya, Kakak mau bermain catur lagi denganku." Naimi tersenyum sembari membawa papan catur yang di dalamnya berisi banyak bidak catur.

"Naimi, apa kau pikir kita bisa bermain catur disaat kita sedang melakukan perjalanan dengan kereta kuda."

"Memang tidak, tapi ... Tersenyum dan berbahagialah meskipun keadaan menjadi buruk dan tak terkendalikan, begitu kata Ayahanda, termasuk bermain catur ini, kita bisa memainkannya dimana saja."

Aruman nampak membalas senyum dari adiknya, "Baiklah, mari kita lakukan."

Beberapa saat kemudian keretanya berhenti seketika, itu membuat Aruman dan Naimi yang sedang bermain catur terhenti.

"Apa yang terjadi?" Aruman nampak panik. Terdengar beberapa suara pedang yang saling berbenturan, beberapa pasukan bertarung dengan para bandit.

"Tetaplah di dalam Pangeran, kami akan menyelesaikannya!" teriak salah satu komandan prajurit.

Terjadi beberapa kali pertarungan, namun pada akhirnya itu dimenangkan oleh para penjaga, para bandit yang hanya terlatih tanpa arahan tidak ada apa-apanya bagi para prajurit. Aruman yang menengok mayat yang tergeletak kemudian kembali ke dalam kereta, beberapa pasukan pun menyingkirkan mayat-mayat mereka dari jalanan.

"Ini sudah ketiga kalinya kita diserang oleh para bandit," ucap Aruman dengan mengambil napas panjang.

"Semenjak raja iblis menyerang memang situasinya benar-benar kacau Kak, andai saja ada yang bisa kita lakukan."

"Sebagai penerus kita bisa mempertahankan diri untuk merencanakan ulang dan melihat ke depan, bukankah begitu?"

Mereka pun kembali berangkat dengan kereta kuda hingga dalam beberapa jam mereka sampai di sebuah tempat, namun ada yang berbeda pemandangannya.

Pertapa Pulra seharusnya hidup sendirian berada di sebuah menara yang dibangun tinggi olehnya sendiri, namun menara itu sudah hancur lebur lalu sekitaran hutan seperti terbakar abu.

"Pangeran ini!" Komandan pasukan nampak benar-benar tercengang dengan kerusakan yang terjadi, sebagian dataran seperti terangkat, medannya pun benar-benar kacau.

Tak kalah herannya, mata pangeran nampak terbelalak kemudian memandanginya dengan cukup serius, "Ini bukan bencana, tapi siapa yang berbuat kerusakan sampai sebesar ini?"

"Kakak ini-?" Naimi tak kalah terkejut ia menutup mulutnya dan terduduk melihat betapa rusaknya pemandangan di sekitar. Namun mata adiknya lebih jeli daripada Kakaknya atau pasukan di sekitar.

Ia dapat melihat kejadian beberapa waktu lalu hanya dengan mengaktifkan bakatnya.

Sejak kecil Naimi memang memiliki kemampuan penglihatan yang kuat dan ia tahu siapa yang melakukan itu.

"Oh, kalian ke-mari?" Terdengar suara renta dari seorang laki-laki yang sudah tua, tidak lain dia adalah Pertapa Pulra, ia berjalan dengan tongkat dan pakaian yang lusuh, rusak, dan tubuhnya juga tidak baik-baik saja. Karena terdapat banyak luka yang menganga. "Aku baru saja bertarung dengan seseorang yang benar-benar gila. Maaf saja, tapi kita mungkin akan pindah."

"Kakek? Apa Kakek tidak apa-apa?!" Aruman panik ketika mendapati Pertapa Pulra yang tidak lain adalah leluhur dari kekaisaran sedang terluka parah.

Aruman mendekat tanpa pikir panjang dan mencoba membopongnya, namun begitu Naimi melihatnya ia langsung berteriak, "Jangan Kaka--"

Jrasp!

Tanpa diduga Aruman di bunuh dengan menusukkan tongkat yang dilayangkan oleh Pertapa Pulra tepat di perutnya.

Sesegera mungkin pasukan langsung melindungi Putri Naimi di depan menatap Pertapa Pulra.

"Putri Naimi, mari kita pergi!" ucap salah satu prajurit.

"Tapi ..."

"Mari."

Perasaan Putri Naimin berkecamuk, namun ia harus menyerahkan semua perlindungan itu pada para prajurit, meski Putri Naimi nampak enggan, namun sejak kecil ia sudah diajari jika berada dalam situasi seperti ini, keturunan bangsawan harus lebih diutamakan demi keberlanjutan kekaisaran.

Dalam waktu singkat Putri Naimi langsung meraih tangan dari prajurit tersebut dengan membuang perasaannya, ia kemudian menaiki kuda lalu kabur dari area pertarungan tersebut.

"Maafkan aku, Ka-kak."

Sesaat setelah agak jauh Putri Naimi pergi dengan seorang prajuritnya, ia pun mendengar suara ledakan keras, ia hanya bisa menangis sembari merangkul prajurit tersebut yang menerobos hutan dengan kudanya.

*****

Travel in a Different SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang