Dalam cuaca air yang turun deras, Sonra memacu offroad UTV-nya melintasi medan terjal pada hutan belantara yag memiliki kesan misterius dan menantang.
Roda-rodanya meluncur di atas tanah licin, menapaki setiap bebatuan, rerumputan, dan pepohonan yang basah.
Suara mesin bergemuruh di hutan, dipadukan dengan derap hujan yang menghentak tanah. Dedahan kilat sesekali memperlihatkan pohon-pohon besar yang menjulang tinggi.
"Sonra, ke arah kanan." Sementara ia mengemudi, aku memberi petunjuk kemana kami akan melaju dengan pemantauan kamera dan sensor.
"Baiklah."
Sonra membeli kendaraan ini sebab cuaca hujan deras seperti ini, hanya kendaraan ini yang bisa digunakan, ia menghabiskan setengah penghasilannya untuk membelinya.
"Sonra, bisakah kau mengemudi lebih lembut," ucap Pinova dari belakang, meskipun kendaraan ini lebih nyaman dibanding kereta kuda, tapi tetap saja beberapa medan terjal menggoyang tempat duduk kami.
"Baiklah," ucapnya dengan nada semakin rendah dan malas. Sudah setengah jam perjalanan, dia memang lumayan lihai dalam mengemudikan kendaraan, namun cuaca dingin dan angin yang menyeruak sepertinya membuatnya mengantuk.
"Kak Sonra! Berhenti!" teriak Ryuna.
"Apalagi?" Sonra mendadak berhenti ketika teriakan Ryuna terdengar cukup keras sehingga memberhentikan laju kendaraan kami.
Ryuna kemudian keluar dari kursi duduk kendaraan ini, berjalan ke arah semak-semak yang basah, lalu kembali dengan membawa bunga kecil berwarna biru nila kekuningan, "Ini untuk Ibu."
Ryuna mengulurkan tangannya dengan segenggam bunga itu, aku melihat Pinova nampak ragu namun kemudian ia menerimanya.
"Terimakasih," ucap Pinova sembari tersenyum lalu ia mengelus rambut Ryuna yang masih basah.
"Dan ini untuk Ayah." Ryuna juga memberiku sebuah bunga, meski ini agak aneh, selama dia senang, itu tidak masalah.
"Terimakasih."
Nampaknya Ryuna memiliki pemikiran yang cukup sederhana, kesannya terlihat bermain-main, tapi sejujurnya ia memiliki hati yang hangat.
"Hei, bagaimana dengan Kakak?" Sonra yang sebelumnya diam dan nampak lelah pun ikut-ikutan.
"Kakak kan, tidak suka bunga." Ryuna nampak memalingkan wajahnya dengan rasa malu, Sonra sendiri hanya bisa menatap heran, namun ia tak melayangkan protes apapun.
"Baiklah, mari kita lanjutkan perjalanan."
**
Ada alasan kenapa kami menerjang hujan badai disaat seperti ini, kami terpaksa harus keluar dari kota tersebut, sebab gadis misterius sebelumnya ketika melihat kami, ia juga melihat Sonra dan Ryuna dengan tatapan tajamnya.
Sonra pun menyetujuinya untuk langsung pergi, nampaknya ia merasa paling tidak nyaman dengan situasi setelah ia kembali.
"Ngomong-ngomong, aneh sekali, kupikir disini akan ada beberapa monster berkeliaran," ucapku sembari masih memantau perjalanan.
"Kau tidak tahu? Monster disini kebanyakan takut dengan cuaca hujan, jadi biasanya mereka berteduh, kebanyakan adalah monster jenis api," jelas Sonra.
"Tapi tetap saja, ini cukup sunyi."
"Iya, biasanya dari alur film seperti ini, monster-monster kecil itu sebenarnya melarikan diri untuk menghindari monster super kuat yang akan muncul."
"Jangan katakan seperti itu Sonra, apa kau tak khawatir dan bisa menghadapinya sendirian?"
"Eh, aku juga khawatir, tapi situasinya benar-benar mendukung disaat seperti ini."
"Yang kau katakan itu hanya fiksi." Aku memukul kepalanya pelan dengan sebuah buku kecil.
"Hei, jangan menganggu fokus mengemudiku, aku bisa menabrak!" teriak Sonra yang lumayan gusar ketika aku melakukannya sebelumnya, membuat kemudinya menjadi agak kurang stabil.
"Sonra berhenti," ucap Pinova.
Seketika Sonra memberhentikan kendaraannya kembali, "Ada apa?"
"Entahlah, tiba-tiba anginnya berhenti dan apa kau tak merasakan kalau tempat sekitar jadi agak berkabut?"
"Hei, jangan mengatakan hal mengerikan seperti itu." Sonra terlihat agak panik begitu menyadari sekelilingnya sedikit berbeda.
Ini memang rasanya berbeda, meski hujan situasinya menjadi benar-benar hening, aku melihat sesuatu berwarna hitam dari kejauhan.
"Apa itu?" Pinova nampak tersirat wajah khawatir ketika melihat ke depan.
Aku kemudian mengambil sebuah teropong yang ada di bawah kemudi dan memeriksanya.
Aku melihat bahwa ada gadis bertudung yang kami lihat sebelumnya, ia membawa sebuah sabit dan juga ada sesuatu makhluk yang cukup besar berjubah hitam. Mungkin tingginya sekitar 3 meter, entah kenapa wajahnya terlihat samar-samar. Entah kenapa aku jadi merasa takut, situasi ini terasa mencekam, bulu kudukku serasa berdiri.
"Sonra, ayo kita putar arah, dia ada di depan kita," ucapku padanya. Nampak Sonra sendiri juga kaget. Lalu segera memutar kemudinya.
"Aku tidak tahu kenapa ini jadi seperti cerita horor," ucap Sonra.
Di kursi belakang, nampak Ryuna memeluk Pinova, ia seperti merasakan hawa yang lebih mengerikan.
Aku masih memperhatikan gadis misterius dan bayangan itu, mereka masih diam tak bergerak.
"Kita akan mengambil langkah memutar," ucapku pada Sonra.
"Aku mengerti, entah kenapa ini membuatku ingin pulang ke duniaku saja-- Hei kau mau kemana?"
"Naik ke atasnya, aku tak mau jika ada serangan kejutan, lanjutkan saja kemudimu."
Aku segera naik ke atap mobil dengan membawa senjata Renkarna-ku dengan menggunakan jas hujan.
Kursi di dalam dan bentuk ruang yang penuh dengan perabotan akan menyulitkan pergerakanku untuk mengamati gadis tersebut.
Kami diawasi, ia sepertinya membuat semacam intimidasi untuk membingungkan dan mencoba melunakkan mental perlawanan kami, dari kelihatannya orang itu cukup licik.
Dalam sudut pandangku, mungkin saja gadis itu sudah merencanakan untuk mengincar kami disini.
"Kalian tetaplah waspada," ucapku pada mereka. Aku masih terus mengamati sepanjang perjalanan, sampai kemudian kabut dan hujan semakin deras.
Sesaat kemudian terdengar suara raungan kecil, seperti seekor burung berasal dari arah utara.
Saat aku melihatnya terlihat monster bersayap dengan kuku dan taring yang tajam menukik tajam hendak menyerangku.
Aku segera bermanuver menghindari serangannya lalu mengayunkan pisau dan memotong monster tersebut.
"Mikka, kau tak apa?"
"Ya, jangan khawatir."
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Travel in a Different Sky
FantasiHidupku terasa hampa dan melelahkan. Meskipun sudah melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, aku masih terjebak dalam dunia korporasi, ekonomi, dan politik yang monoton. Tidak ada lagi orang yang percaya padaku, terutama setelah aku dipecat karena f...