Aku terkepung, tidak bisa kabur dari sini. Mau tidak mau aku harus melawan, aku akan bergerak ketika salah satu dari mereka mulai menyerangku. Lalu ketika ada kesempatan ...
Tidak! Aku harus mendapatkan tasku terlebih dahulu. Disitu banyak barang-barang yang penting serta persediaan makan selama seminggu jika aku berhemat. Kalau itu hilang tanpa ada penggantinya, habislah sudah riwayatku.
"Aku ingin ginjalnya!"
"Aku mau bajunya!"
Beberapa di antara mereka berteriak, seolah aku seorang buruan saja.
Ya, memang saat ini aku buruan sebenarnya, salah seorang yang membawa sabit menyerangku dengan mengayunkan senjatanya, aku reflek menghindar, hampir saja sabitnya mengenai tubuhku.
"Hei! Hati-hati A, jangan merusak barang kita!" teriak salah satu anggota mereka.
"Ya, aku mengerti!"
Sepertinya negeri ini menganut sistem hukum rimba, dimana yang kuat dialah yang berhak mengatur hidup seseorang. Salah seorang lagi menggunakan palunya mencoba memukul punggungku, namun aku bermanuver ke bawah untuk menghindarinya. Aku mendengar suara tembakan yang mengarah padaku, ku membelakangi tubuh pria besar yang membawa palu ini untuk berlindung.
Darr
"Gaah!"
"Hoy Bit! kalau kau tak bisa memakai pistol akan kupecahkan kepalamu!"
"Maaf, tidak sengaja."
"Kecoak sial kau!"
Pria besar ini tertembak lengannya oleh temannya sendiri yang mencoba menembakku, gerak mereka cukup lamban dari yang kukira sebelumnya. Atau memang aku yang lebih cepat karena latihan dengan Tirta. Tapi setelah sempat aku merasa unggul, seseorang dari depan memukulku dengan tangan mekanik dan aku tak sempat menghindar.
Bak!
Aku terhempas oleh pukulannya, untungnya aku sempat menangkisnya dengan pisau yang kukeluarkan dari jaket.
"Celahmu terbuka!"
Pemegang sabit tersebut merubah sabitnya menjadi bercabang lalu bergerigi mencoba kembali untuk menebas tubuhku, aku berguling namun lenganku terkena goresan serangannya, ku fokuskan peluru es dari jari-jari lalu melesatkannya ke arah pemegang pistol yang mencoba menembakku.
Dar!
Aku berhasil menjatuhkan pistolnya saat ia menembak sehingga tembakannya meleset, dan 3 peluru es yang kulesatkan padanya 2 diantaranya berhasil melukai lengannya.
"Kecoak kecil sialan!"
Aku fokus ke penguatan badan dan kaki , lalu menahan palu yang di hantamkan padaku. Aku berhasil menahannya, namun yang tak ku ketahui palu itu belakangnya mengeluarkan semacam mesin pendorong.
Celaka! Aku mencoba mengangkatnya lalu menghindarinya.
Blar!
Tanah yang terkena hantaman dari palu itu hancur berantakan. Retakan besar muncul, dan pecahan-pecahan tanah beterbangan ke segala arah. Lubang besar menganga di tempat palu itu menghantam, bisa-bisa kalau aku terkena hal itu bisa remuk tubuhku, untungnya aku bisa menghindarinya.
Namun kemudian terdengar sebuah teriakan dari arah gang sebelah kanan.
"Hei! Hentikan-hentikan itu."
Ia tak lain adalah pria cungkring yang sebelumnya mengobrol denganku untuk menjebakku. Ia mengarah kepada kami untuk menghentikkan pertarungan yang terjadi.
"Ada apa kau Bill, kau telat!" ucap pria yang membawa palu.
"Hentikan! Kalian tidak tahu siapa dia? Dia pemimpin kita," tuturnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Travel in a Different Sky
FantasíaHidupku terasa hampa dan melelahkan. Meskipun sudah melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, aku masih terjebak dalam dunia korporasi, ekonomi, dan politik yang monoton. Tidak ada lagi orang yang percaya padaku, terutama setelah aku dipecat karena f...