115. Kenapa Ryuna Begitu Polos?

8 0 0
                                    

Setelah itu kami kembali melewati pegunungan kembali dengan berjalan kaki, Sonra memberikan pakaian untuk dirinya dan Ryuna karena mereka tidak tahan dengan suhu udara yang lumayan ekstrim, berbeda dengan Pinova dimana ia sendiri sepertinya memiliki pengendalian energi yang baik sehingga dapat tahan dalam suhu udara ekstrim.

"Begitu ya, jadi ini ide Ryuna... Kau jadi ayahnya, sementara Pinova adalah Istri, dan Sonra adalah anak pertama sementara Ryuna adalah— anak kedua, begitu Ryuna?" ucap Tirta di sampingku sembari menengok Ryuna yang berada di belakang.

"Itu, benar!" jawab Ryuna lantang.

Intinya aku sudah menceritakan beberapa kejadian ketika aku berada di dunia sana, beserta hubungan yang sudah kami jalin. Tapi, sejujurnya terkadang aku agak khawatir dengan Ryuna, karena menganggap hubungan ini sebagai hubungan yang serius, tapi karena masih remaja awal, jadi mungkin takkan bertahan lama.

"Kalau begitu Ryuna, bolehkah putri bangsawan ini menjadi istri keduanya?" Entah kenapa Tirta jadi nampak cukup menikmati hal-hal yang di klaim secara delusif oleh Ryuna, aku sendiri sebenarnya agak kaget ketika ia mengatakan itu.

"Tidak boleh, Ayah hanya boleh memiliki satu istri!" Ryuna nampak melepaskan raut wajah marah kepada Tirta, tapi tak kusangka ia memberikan ekspresi yang begitu tidak ramah.

"Kalau begitu, bagaimana kalau jadi selingkuhannya?" Tirta langsung memegang tanganku dengan pose memamerkan layaknya sepasang kekasih yang bergandengan tangan.

"Selingkuhan? Apa itu selingkuhan!" Ryuna dengan polosnya bertanya dengan wajah penasarannya.

"Itu artinya teman bermain, Ryuna," Jawab Sonra yang sedari tadi diam.

"Hoo, seperti bermain game, aku— aku juga mau berselingkuh dengan ayah!"

Seketika Tirta melepas pegangan tangannya, membuat tertawa lepas termasuk juga Sonra yang memberitahunya. Kesalahpahaman ini memang lumayan lucu, aku ingin memberitahu kebenarannya pada Ryuna, tapi takutnya nanti dia malah marah, jadi kubiarkan saja.

Nampaknya Pinova juga sedikit tersenyum ketika mendengar itu.

"Eh, kenapa kalian tertawa?" Ryuna masih nampak bingung.

***

Setelah beberapa obrolan, kami sampai di puncak dataran bersalju yang cukup luas, kami tidak mengambil jalur sebelumnya, setelah Tirta memberitahuku beberapa hal, tempat kastil sudah berpindah di tempat ini.

Ia sudah memperhitungkan akan kemana istananya akan berpindah tempat, dan benar ketika kami terus berjalan di dataran yang kosong penuh dengan salju kami langsung menembus penghalang hingga pemandangannya berubah menjadi wilayah istana kembali.

"Oh... Ini menarik sekali, seperti menemukan oasis di padang gurun." Sonra nampak terkesima melihat wilayah yang langsung berubah drastis dengan pemandangan langit biru dan tanah yang hijau.

Setelah itu di depan kami sudah di sambut oleh Neil dan Bella yang nampak sedang bersih-bersih halaman istana, mereka berdua pun mendekat ke arah kami.

"Kalian kemana saja? Dan tiba-tiba membawa rombongan cukup banyak sekali!" ucap Bella nampak heboh ketika ada tiga orang lainnya bersama kami.

"Ceritanya akan sangat panjang, bisakah kalian mengantar mereka bertiga ke kamar tamu," ucap Tirta.

"Ah... Baiklah!"

"Ngomong-ngomong dimana Lina dan Silya?" tanyaku pada Bella.

"Mereka sedang mandi, kenapa kau bertanya."

Aku kemudian berbisik ke telinganya, "Sebenarnya pria disampingku itu sedang mencari jodoh."

"Ho... " Wajah Bella terlihat menyiratkan sesuatu yang agak antusias, lalu kemudian ia menunjuk wajah pria tersebut dengan jari telunjuknya, "Hei, pria disitu ikut denganku."

"Siapa? Aku." Sonra terlihat bingung. Namun kemudian ia menarik tangan Sonra hingga kemudian terpaksa mengikuti Bella.

Ideku adalah mengenalkan mereka pada Sonra, aku harap ia tidak terlalu tertekan disini ketika mengenal Lina dan Silya, meski dengan pengalaman buruknya mereka berdua adalah perempuan yang baik sekaligus berparas cantik.

"Kalau begitu aku akan mengantar kalian berdua, ikuti aku," ucap Neil. Pinova dan Ryuna pun mengikuti Neil untuk ke tempat beristirahat.

"Apa kau sedang membuka biro perjodohan Mikka?" tanya Tirta yang tiba-tiba mendekat ke arahku.

"Eh, tidak juga, sebenarnya Sonra sedikit terpaksa ketika ikut disini."

"Apa kau memaksanya?"

"Tidak juga, ia hanya tidak ingin terpisah dengan kami, aku harap setidaknya ia bisa menemukan sesuatu disini."

"Jadi kau menjodohkan antara Lina atau Silya."

"Maksudku dia itu pria yang baik, dia itu tipe yang bersemangat ketika ada perempuan di sekitarnya, jadi setidaknya dia mungkin bisa berjuang—"

"Hoo... Mirip sepertimu."

"Itu—"

"Hahaha, sebaiknya kita istirahat dulu."

Dia pun beranjak pergi dariku, ia seperti melihat isi dalam hatiku. Tapi mulai sekarang pekerjaan kami mungkin sedikit lebih ringan lagi karena kedatangan mereka bertiga.

Malamnya pun kami mengadakan penyambutan dan perkenalan anggota baru, besoknya kami mengadakan rapat tentang pembagian tugas karena sudah ada beberapa orang disini. Untungnya hasil rapat berjalan dengan baik.

Soal jadwal kebersihan, memasak, dan perawatan kebun. Tiga orang ditugaskan setiap hari secara bergantian. Itu sedikit memperingan pekerjaan kami.

***

Sore hari aku duduk di kursi perpustakaan, dekat dengan jendela dimana angin spoi-spoi masuk ke dalam bangunan ini membalik beberapa kertas halaman buku yang kubaca.

Aku memang tidak pernah bosan berada disini, disamping tempatnya sepi, sirkulasi udaranya cukup baik. Penerangan yang tak terlalu cerah membuat mataku menjadi tak terlalu berat bekerja. Sesekali aku menguap mencoba merileks kan tubuhku dengan sedikit rasa kantuk.

Meski begitu yang kulakukan disini tidak hanya bersantai, namun juga sedang membaca dan mencatat sesuatu. Tanpa bersantai aku tidak akan bisa fokus mengerjakan sesuatu.

Namun beberapa saat timbul suara dernyitan pintu, lalu terdengar suara seseorang. "Ah, Mikka, kau disini?"

*****

Travel in a Different SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang