Tidak ada yang berbicara setelahnya, kami mendengarkan seksama penjelasan dan permintaan dari raja. Senjata yang ada di depan kami adalah senjata para pahlawan yang disebut juga Renkarna untuk membasmi para iblis. Ada tombak, kapak, pedang, pisau, dan lain-lain. Setiap senjata memiliki pola warna yang menandakan elemen dan jenis kekuatan.
"Sekarang ambilah senjata kalian sebagai tanda seorang pahlawan."
Beberapa orang kemudian mulai mengambil, aku ikut berjalan ke depan seiring yang lain melangkahkan kakinya.
Namun, seseorang dengan gerakan yang cepat dari arah kanan mengambil senjata pedang dengan menyeringai, ia mengangkat senjatanya secara refleks aku menarik kedua orang di samping kanan dan kiriku.
Slash!
Suara halus namun tajam, itu adalah aliran angin yang dipadatkan dan dilesatkan ke sudut kami berdiri, orang-orang yang terpanggil sebagai pahlawan badannya langsung terbelah sebab lengahnya mereka.
"Penghianat! Eksekusi dia!" teriak salah seorang Jendral dengan sigap langsung mengejar orang tersebut.
Mereka mengepungnya, namun langkah lihainya tak terhentikan satu-persatu prajurit terbantai hingga ia tak terkejar oleh para penjaga.
Empat orang pahlawan yang telah terpanggil mati seketika, sisa dua orang dan salah satunya dari sisi kanan yang tadi berhasil menghindar dari amukan orang yang terpanggil sebelumnya.
Beberapa senjata juga ikut hancur terkena bilah angin tersebut, Sang Raja hampir tak mampu berkata sampai kemudian menyuruh para pengawal untuk membereskan jasad yang tergeletak.
"Kalian berempat, mari pindah ruangan."
"Tunggu Yang Mulia, biarkan aku mengejarnya," ucap salah seorang pria yang membawa tombak dan rambut merah. Itu adalah orang tadi yang cukup antusias ketika terlempar di dunia ini. "Aku tak bisa membiarkan orang sepertinya pergi begitu saja."
"Jangan khawatir, tim kami sudah mengejarnya, untuk sekarang kalian fokus saja dengan tugas kalian."
Pada akhirnya pria berambut merah itu menuruti Sang Raja, kami kemudian diberikan tempat tinggal untuk sementara waktu ke penginapan kami masing-masing.
***
Penginapaan di kerajaan memang luar biasa, kami satu-persatu diberikan tempat pribadi, seperti ruangan yang kutempati sekarang.
Perabotannya terbuat dari kayu dengan ukiran tajam, seperti tempat tidur dengan tiang-tiang yang dihiasi dan lemari yang dihiasi pahatan tangan. Seprai dan gorden mungkin terbuat dari kain berat yang mewah, dihiasi dengan sulaman yang rumit. Lilin atau lampu minyak menjadi sumber cahaya dengan penerangan redup, tapi ada juga seperti kristal sihir sebelumnya yang berada di aula kerajaan. Memang sangat khas dengan gaya pertengahan.
Kembali ke topik utama, setelah aku memeriksa beberapa hal. Serta bola dari Tirta yang masih kusimpan di pertarungan sebelumnya sepertinya bola tersebut menunjukkan waktu yang lebih cepat di dunia ini, perbandingannya satu detik di dunia Tirta sama dengan satu hari di dunia ini. Dan dia menyuruhku untuk mencari orang kuat untuk dibawa kesana.
Bilang saja cukup mudah, tapi ia bahkan tak memberitahuku cara kembali ke dunianya. Lalu ada masalah satu lagi dimana aku juga diberi mandat untuk mengalahkan raja iblis disini, ini menjadi rumit polanya.
Kemudian melihat orang tadi yang membantai dengan sesukanya, ia terlihat sebagai orang yang cukup berbahaya, yang jelas aku merasakan kekuatan yang hebat dan dia adalah orang yang harus kujauhi karena ia seperti membunuh tanpa ragu.
Kurebahkan diri ke kasur yang empuk, sensasinya benar-benar lembut aku tak pernah merasakan sensasi istirahat semacam ini, kelelahan di pertarungan sebelumnya dan insiden pemanggilan ini membuat tubuhku benar-benar lelah. Setidaknya aku butuh beristirahat satu sampai dua jam untuk memulihkan tenaga.
Namun terdengar ketukan pintu pelan, membuyarkan relaksasi tubuh yang baru saja ingin kulakukan.
Aku segera berdiri dan membuka pintu kamarku, ternyata itu adalah seseorang yang kuselamatkan sebelumnya, seorang gadis berambut biru dengan mata heterochrome, memiliki ciri fisik bertanduk, ekor seperti ikan dan telinga layaknya naga dalam dunia fantasi.
Ya, tidak semua orang yang dipanggil adalah ras manusia, termasuk dirinya, ia memiliki beberapa sisik layaknya manusia ikan, tingkahnya terlihat enggan untuk kemari, ia merapatkan kedua tangan dan kakinya seperti perlindungan dasar yang diperlukan untuk menghadapi laki-laki sepertiku.
"Aku ingin berterimakasih soal tadi," ucapnya halus, nadanya seperti seorang pengisi suara dalam karakter yang memang tipe pemalu, namun juga lemah. Bisa kutebak ia adalah karakter yang cukup lemah lembut dan perhatian pada sekitarnya.
"Begitu ya."
Aku kemudian mencoba menutup pintu kembali namun kemudian ia menghalangi dengan tangannya, "Tunggu, bisakah kita berbicara sebentar."
"Baiklah."
Tak ada salahnya untuk mulai mengenal satu sama lain, aku salah besar, dia termasuk gadis yang cukup berani. Aku kemudian duduk di ruang tamu bersama dengannya, ternyata dia sudah memanggil seorang lagi, dia juga merupakan orang yang kuselamatkan sebelumnya.
"Namaku Pinova Callulia, panggil saja Pino," gadis itu terlihat cukup sopan dengan memperkenalkan dirinya terlebih dahulu.
"Namaku Sonra, terimakasih soal yang tadi," ucap pria berambut hitam, usianya mungkin sekitar belasan, nampak ia cukup santai duduk dengan kepalanya yang disandarkan ke kursi sementara tangannya ia gunakan sebagai tumpuan. Sepertinya ia bukan tipe orang yang menjunjung sopan santun.
"Aku Mikka, salam kenal." Aku kemudian duduk di salah satu kursi kosong yang ada.
"Maaf, aku tak dapat mengundang satunya lagi." Pinova alisnya mengkerut seolah itu adalah salahnya.
"Tak apa, pria sepertinya mungkin lebih memilih bermain solo dan menganggap dirinya adalah tokoh utama," jelas Sonra dengan cukup enteng. Ia kembali melanjutkan perkataannya dengan duduk tegak, "Jadi disini kita akan membahas kemampuan kita bertahan disini bukan?"
"Iya, aku pikir itu akan membantu kita untuk kedepannya nanti, lagipula ini mungkin bukan tempat yang cukup bagus untuk bersantai," jawab Pinova.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Travel in a Different Sky
FantasiHidupku terasa hampa dan melelahkan. Meskipun sudah melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, aku masih terjebak dalam dunia korporasi, ekonomi, dan politik yang monoton. Tidak ada lagi orang yang percaya padaku, terutama setelah aku dipecat karena f...