102. Hawa Keberadaan

30 5 0
                                    

Seperti yang dikatakan Laruma sebelumnya, perubahan sikap terkadang terjadi secara drastis ketika seseorang dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan. Laruma kini menjadi lebih peka dalam membaca situasi.

Setelah beberapa perubahan pada status dan skill, aku merasa lebih kuat. Tujuanku adalah mengamati pertarungan antara Doreran dan Pinova yang sedang berlangsung.

Sementara Laruma dan Sonra mengevakuasi korban dari pertempuran, aku setelahnya berteleportasi mendekat ke pertarungan mereka, semakin dekat, dentumannya terdengar cukup keras hingga hampir serasa memecahkan gendang telinga, untuk lebih amannya aku melapisi fisik dengan kekuatan astral, setelah beberapa kali aku mempelajari apa yang dikatakan Tirta sewaktu menjaga suhu tubuh dengan kekuatan astral, ada sedikit kemiripan dengan kemampuan proteksi untuk melindungi tubuh pada semacam tekanan tertentu.

Jika aku tak melakukan ini, mendekat beberapa meter saja mungkin akan membebani fisik meskipun status levelku sudah naik dua kali lipat berkat pengubahan status yang dilakukan oleh Laruma. Untungnya ini tidak memberikan efek samping atau semacamnya.

Beberapa kali terdengar dentuman, aku kemudian sembunyi di rerimbunan dan melihat pertarungan mereka. Nampak Pinova beberapa kali menggunakan pukulannya ke Doreran yang sudah tak berdaya, beberapa makhluk layaknya bangkai tengkorak dan semacamnya pun berserakan di sekitar, hutan ini sudah tak berbentuk.

Pukulan demi pukulan membuat regenerasi Doreran perlahan memudar, tak butuh waktu lama aku merasakan energi Doreran semakin menipis, aku bisa merasakan setiap pukulan yang dilancarkan Pinova cukup mematikan. Suara dentuman yang berirama layaknya detak jarum jam itu seperti mengikis perlahan Doreran yang telah terkulai, berkali-kali dalam kecepatan intens Pinova memukul wajahnya, membuat tanah terhempas berkali-kali menimbulkan gesekan udara.

Sampai kemudian pukulan Pinova terhenti, aku bahkan cukup kaget ketika Doreran sudah tak lagi memperlihatkan tanda-tanda kehidupan, aku tak merasakan apapun lagi darinya. Padahal kupikir ini akan jadi konflik intens, bukan berarti aku berpedoman pada cerita anime, tapi seharusnya lawan tidak akan mati hanya dengan amukan seperti itu, tapi ini adalah dunia nyata, tentunya pasti berbeda.

Pinova nampak masih diam, namun tidak ada tanda-tanda akan dirinya sadar dari mode amukannya, saat aku mengamatinya lebih dalam, aura hitam terlihat pekat di tanduknya, seperti yang dikatakan oleh Laruma, Pinova berpesan untuk mematahkan tanduknya jika ia berada diluar kendali.

Hanya saja, ia seperti tak memiliki celah untuk kuserang, aku bisa saja berteleportasi di belakang lalu dengan sekuat tenaga menebas tanduknya. Tapi, entah kenapa instingku mengatakan bahwa aku tak boleh melakukan itu. Aku merasa bahwa ia akan langsung membunuhku jika aku melakukannya.

Namun tiba-tiba tangan kanan Pinova mengangkat ke atas, lalu seketika ia menghempaskan udara dengan tangannya itu ke arahku, aku dengan sigap segera menghindari serangan layaknya angin pemotong, serangan itu menerabas pepohonan, dengan cara menunduk aku dapat menghindari serangan kuat tersebut.

Padahal kurasa aku telah menyembunyikan keberadaanku, namun Pinova dengan cepat menyadari keberadaanku. Aku langsung berteleportasi menjauhi serangannya, beberapa kali ia lancarkan padaku, namun aku berhasil menghindar dengan teleportasi.

“Hei, Pinova, sadarlah!” Aku mencoba memanggilnya dari jauh. Aku tidak tahu apakah ini sampai, tapi terkadang meski seseorang tak sadarkan diri, panggilan atau ucapan dari luar mampu membangunkan jiwa seseorang. Anggap itu sebagai kekuatan hati, namun seperti layaknya atap yang menahan air yang jatuh dari langit, itu tak mampu merembes menyentuh pikirannya yang masih tertidur.

“Hahaha .... haha.” Tawa Pinova menyeramkan ketika aku beberapa kali berusaha memanggilnya, seolah dirinya berada di alam rasa terdalam, ia menyerang dengan elemen tanah, api, dan lainnya.  Aku berhasil menghindari tapi itu bisa kulakukan karena nampaknya ia sedang mencoba bermain-main denganku.

Selama beberapa menit ia nampaknya menikmati bermain-main denganku, aku mencoba berkomunikasi namun ia hanya melontarkan ekspresi puas dan tawa yang menyeramkan. Semakin lama serangannya semakin kuat.

Kurasa tidak ada cara lain selain mencoba mematahkan tanduknya, aku menciptakan bola-bola api dengan skill, lalu mengambil senapan api dari skill yang dimiliki Sonra yang dibagikan padaku.

Aku mulai menembakan bola api dan juga peluru secara beruntun dengan sudut yang acak, namun yang terjadi ia menetralkan peluru dan api tersebut, membuat serangan yang mendekatinya dinetralkan, laju peluru tersebut terhenti seketika ketika berjarak beberapa senti darinya.

Ada semacam sesuatu yang mengerikan, untung saja aku sebelumnya tak segera berteleportasi dan mencoba memotong tanduknya.

“Apa—“

Dar!

Hentakan kaki menghantam langsung di dadaku, aku tak menyadari jikalau Pinova sudah berada di atasku. Membuatku terjerembab menghantam tanah.

“Hei—Pinova!?—”

Rasanya tubuhku terhimpit padahal aku mencoba sebisa mungkin untuk waspada namun nyatanya aku masih tetap lengah terkena serangannya tiba-tiba. Aku mencoba mengangkat kakinya, namun tenaganya benar-benar kuat.

“Aaaaaa! Sadarlah!”

Dengan sekuat tenaga aku langsung mencoba menendang punggungnya agar ia tersungkur, namun itu tak bergeming sama sekali, justru Pinova memberikan tatapan senyum yang tajam. Ia melepaskan kakinya, namun kemudian menangkap salah satu kakiku dan membanting tubuhku.

Dak!

“Aghh!”

Padahal luka sebelumnya belum benar-benar pulih, ia malah memberikan luka lagi padaku, kakiku kembali ditarik kemudian dilemparkan jauh, sebelum mementumku berhenti aku mengeluarkan pedang dari dalam skill yang dimiliki Sonra, lalu langsung menggunakan teleportasi membelakangi Pinova.

“Haat!”

Dengan kekuatan penuh aku langsung mengayunkan pisau Reinkarna yang sudah kulapisi dengan energi Astral.

—Darr!

Tubuhku rasanya berputar, entah kenapa tiba-tiba aku langsung terjerembab ke tanah, rasanya seperti sebuah ilusi, kelima panca inderaku serasa ditipu.

Mati rasa—tentu saja itu yang pasti kualami saat ini, Pinova kembali berada di atasku dengan tatapan tajam, mengambil pisau yang masih kugenggam.

Perbedaannya terlalu besar, bahkan setelah semua peningkatan ini, tapi kurasa itu wajar, Doreran yang sekuat itu saja tak sanggup bertahan apalagi aku.

*****

Travel in a Different SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang