Dalam beberapa waktu aku dan Sonra selesai membuat bubur dan makanan lain, kami kemudian kembali masuk ke dalam ruangan.
Nampak gadis itu sudah diganti bajunya dengan pakaian yang dibelikan oleh Sonra melalui fitur sistem kekuatannya yaitu berupa baju lengan panjang dan rok pendek, agak memiliki warna yang mencolok dan modelnya terdapat nuansa gothic, aku harap itu tak menarik perhatian sekitar.
Perbannya juga sudah diganti dengan perban yang baru, luka seperti goresan dan memar di beberapa bagian tubuh sudah di sembuhkan oleh Pinova.
Aku mengulurkan bubur ke Pinova, sehingga Pinova bisa menyuapi gadis itu dengan makanan yang lembut, gadis itu butuh memulihkan tenaga dan menyehatkan tubuhnya kembali.
"Kau suka?" ucap Pinova ketika menyuapi satu-persatu bubur melalui sendok. Ia mengangguk. Nampaknya nafsu makannya lebih besar, aku harap setelah ini fisiknya kembali seperti semula.
Setelah usai, Sonra kembali membeli bantal tambahan dari sistem menunya sebagai penyangga tubuhya, lalu membuat gadis itu beristirahat lebih awal.
"Jangan khawatir, ada Kakak disini." Pinova mengelus wajahnya dan berbaring di dekatnya, perlahan gadis itu mulai terlelap.
Aku dan Sonra hanya bisa memperhatikan dengan duduk di kursi bersebelahan dengan tempat tidur. Pinova memeluknya dengan lembut sehingga dalam pikiranku serasa seperti tercipta pemandangan yang begitu hangat dan menggemaskan.
"Sonra, aku pikir aku kelebihan kadar gula disini," ucapku pelan padanya.
"Kau benar, mereka jadi cukup romantis, bagaimana bisa dua orang perempuan yang tidur bersama bisa menjadi pemandangan yang begitu indah."
"Entahlah, aku bukan perempuan."
"Aku mendengar ucapan kalian," Pinova tiba-tiba menanggapi ucapan kami, itu jelas karena ia belum tidur sepenuhnya. Ia kemudian duduk masih bersebelahan di kasur tempat gadis itu tidur.
"Pinova, bukankah sebaiknya kau ikut istirahat?" ucapku padanya.
"Tidak, aku bukan pemandangan alam yang bisa kalian nikmati ketika sedang tidur, itu bentuk pelecehan," jawabnya lugas. Nampaknya ia sedikit lebih tegas ketika berhubungan dengan dirinya.
"Aku juga mau berbicara soal sistem yang kumiliki, sepertinya aku naik level ketika menyembuhkan orang lain yang sakit," jelasnya kepada kami.
"Oh, itu bagus, sepertinya kau akan tertinggal cukup jauh Mikka." Sonra berkata dengan nada mengejek.
"Ini bukan masalah naik level, tapi siapa yang bertahan paling akhir."
"Sudah pasti aku."
"Kau sendiri tak punya skill melihat masa depan, bagaimana kau bisa yakin?"
"Kau punya?"
"Tidak."
***
Beberapa hari kemudian.
Kami pergi dari penginapan lalu menuju ke kota selanjutnya dengan kereta kuda.
Aku bisa mendengar suara langkah kaki kuda, suara roda yang bergesek dengan bebatuan. Ini bukan perjalanan yang nyaman, sesekali timbul goncangan karena roda menabrak bebatuan yang lebih besar.
Memang benar udara di sekitar cukup sejuk dan kicauan burung terdengar begitu merdu, tapi tetap saja efek dari kesejukan itu tak terasa bila goncangannya cukup kuat.
"Aku harap mereka lebih memperhatikan pembuatan jalannya." Sonra tiba-tiba terdengar mengeluh ketika beberapa kali menerima guncangan, "Kurasa mereka terlalu banyak korupsi dan tak mementingkan infrastruktur disini," lanjutnya.
"Haruskah kita berhenti disini saja, ini sudah tengah perjalanan, seharusnya jika kita lewat jalan pintas, dua hari kita akan sampai sembari menaikkan level," ucapku pada Sonra.
Disini kami akan melewati hutan para monster dalam hitungan beberapa jam lagi, dalam informasi yang telah kami kumpulkan. Dalam beberapa saat kami akan sampai di hutan Kalima. Merupakan hutan yang biasa digunakan petualang berburu monster yang memiliki tingkatan rendah.
Jalan yang dilalui kereta kuda berkelok di sebabkan beberapa bagian dihuni oleh sarangnya, jadi harus memutar, tujuan kami sendiri adalah langsung menggunakan jalan pintas, karena selain mempercepat juga kami dapat meningkatkan pengalaman.
"Aku setuju soal itu, kelihatannya Ryuna juga kurang nyaman dengan perjalanan seperti ini," ucap Pinova.
Ryuna adalah nama gadis yang kami beli sebelumnya, ia belum bisa berbicara banyak, namun nampaknya ia mulai membuka diri pada kami.
Darr!
Saat aku masih mengobrol santai dengan mereka, tiba-tiba terdengar suara dentuman dari arah depan kami. Kereta mengalami guncangan dan terhenti begitu saja.
"Hei, kusir apa yang terjadi!?" teriak Sonra.
Tak ada jawaban apapun, aku kemudian segera memeriksa keluar, nampak kuda dan kusir kesadaran mereka menghilang seperti sesuatu menghisapnya.
Dari arah depan aku melihat bola merah layaknya batu meteor dengan nyala bara yang menganga.
"Apa yang terjadi Mikka?!" Sonra mendekat ke arahku pun terlihat penasaran dengan yang terjadi.
"Itu batu--Tidak, itu seekor makhluk?" Bola itu merekah membentuk wujud humanoid dengan akar-akar yang menyelimuti tubuhnya.
"Itu Iblis," gumam Sonra, wajahnya terlihat berkeringat, tubuhnya gemetar. Tak kusangka di tempat permulaan ini sudah terdapat iblis yang menginvasi.
"Sonra, masuklah ke hutan bersama Pinova dan Ryuna, aku akan menghadapinya."
"Kau gila! Kau sendiri baru level satu, biar aku yang menghadapinya, kau pergilah bersama mereka!" Sonra berkata cukup panik, aku bisa mengerti kenapa ia mengkhawatirkanku.
"Tidak seperti kau yang mengatakan akan kabur sebelumnya," tanggapku.
"Bagaimana bisa aku kabur dengan mengorbankan seseorang yang levelnya lebih rendah."
"Sejujurnya aku sudah beberapa kali ke dunia lain."
"Apa katamu?"
Aku mencoba tersenyum ke arahnya, lalu segera berlari mendekat ke arah iblis itu.
"Hei!" teriak Sonra.
Namun aku tak mempedulikannya, aku terus lurus ke depan, mengambil senjata Renkarna berupa pisau di samping pinggang.
Iblis itu menyadari keberadaanku, ia menyerang dengan julur-julur akar yang tertanam di tubuhnya, aku langsung menghindar dari juluran akar itu, sesekali menangkis dan memotongnya dengan pedang.
Aku melompat ke atas, sesekali ia menembakkan duri-duri di tubuhnya. Aku menghindarinya dengan mencoba menapak udara dengan kaki.
Baiklah, bagaimana dengan ini.
Kuangkat tangan lalu segera menggunakan skill bola api dalam sistem dan menembakannya. Hanya keluar bola api kecil yang bahkan tak melukai monster itu.
Aku kembali menghindar bermanuver menapak ke tanah begitu serangan berikutnya mencoba menarget tubuhku.
Sistem cacat ini benar-benar tak berguna rupanya, jika aku tak leveling terlebih dahulu.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Travel in a Different Sky
FantasiHidupku terasa hampa dan melelahkan. Meskipun sudah melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, aku masih terjebak dalam dunia korporasi, ekonomi, dan politik yang monoton. Tidak ada lagi orang yang percaya padaku, terutama setelah aku dipecat karena f...