Sesaat Tirta terbangun, suara berisik terdengar di sampingnya namun masih samar-samar. Ia mengangkat tangannya ke atas untuk meregangkan tubuhnya, dan perlahan mengembalikan kesadarannya dari rasa kantuk yang masih kuat.
"Selamat pagi," ucapnya dengan nada kantuk.
"Oh—Tirta, kau sudah bangun?" ucap Bella.
Sejenak Tirta mengamati Neil dalam posisi kurang baik di mana badannya terikat oleh jaring-jaring lalu kaki Bella menginjak tubuh Neil agar tidak bergerak.
"Apa yang kalian lakukan, apa sekarang waktunya bermain polisi dan penjahat?" Tirta melihat ke arah kanan dan ke kiri namun tak menemukan yang lain. "Dimana Lina dan Bill?"
Setelahnya Bella kemudian melepas ikatan yang menjerat Neil lalu mendekat ke arah Tirta, "Disitulah masalahnya, aku akan menceritakannya."
**
"Masalah yang rumit sekali, jadi kapan mereka pergi?" tanya Tirta, alisnya mengendur dan wajahnya datar, ia seolah masih lelah akibat pertarungan sebelumnya.
"Tiga jam yang lalu," jawab Bella.
Tirta menghela napas, ia memandang ke arah langit-langit ruangan, kemudian ia kembali fokus memandang mereka berdua. "Aku tak mau bilang ini tapi, kalian harus siap menerima konsekuensi terburuknya."
"Hei, apa maksudmu? Apa kau tahu apa yang terjadi pada mereka?" Neil nampak khawatir, wajahnya meredup dan berkeringat.
Tirta berdiri menyingkap selimutnya, kemudian ia berkata, "Aku bukan Dewa, aku hanya memprediksi apa yang terjadi setelahnya melalui apa yang telah aku amati."
Tirta berjalan mengambil segelas air dan meminumnya untuk melepas dahaga setelah tertidur sebelumnya, setelah minumnya ia kemudian melanjutkan perkataannya, "Itulah kenapa aku menyuruh kalian tetap di sini, setelah menyelamatkan mereka berdua tentunya tubuhku juga sangat lelah, aku butuh istirahat."
Tirta kemudian menaruh gelas itu di meja lalu duduk berhadapan dengan Neil sembari menyilangkan kakinya.
"Aku bertanya padamu. Kenapa kamu membiarkan mereka berdua pergi?" tanya Tirta dengan nada yang sedikit meninggi. namun Ia tetap menjaga wibawanya.
"Tunggu Tirta itu bukan salah Neil, jangan memarahi—"
"Tolong jangan memotong pembicaraanku." Tirta menyela kembali lalu melihat ke arah Bella. "Aku akan memarahimu nanti," lanjutnya. Bella tak sanggup berkata-kata ketika ia ditatap tajam olehnya.
Tirta kembali fokus menatap Neil. "Kau yang meminta sejak awal tapi mana tanggung jawabmu? Ini bukan permainan anak-anak."
Neil hanya bisa merunduk namun kemudian ia kembali bangkit lalu bersujud, "Maafkan aku, aku tahu aku salah."
"Aku tak memintamu untuk sujud, berdirilah."
Neil nampak ragu mendengar perintah dari Tirta, namun kemudian ia berdiri.
Setelahnya Tirta hanya bernapas panjang. "Lupakan."
Tirta kemudian berdiri lalu berpaling dari Neil, itu membuat Neil bingung. Namun pada dasarnya siapapun pasti akan menggunakan ekspresi yang berlebih ketika seseorang baru bangun tidur dan harus menghadapi masalah, termasuk Tirta.
Neil terdiam. Ia berpikir untuk tidak melakukan apapun sampai ia cukup mengerti perilaku Tirta. Ia hanya memperhatikan ketika Tirta mengambil beberapa barang yang tersembunyi di bawah sofa berbentuk prisma. Ternyata, itu adalah alat untuk perpindahan dimensi.
"Kenapa diam saja? Kau tak segera berkemas?" tanya Tirta, memecah keheningan di antara mereka.
"Sekarang, kami berdua?" tanya Neil.
"Ya, kapan lagi? Tempat ini sebentar lagi pasti tak aman."
Setelah peringatan itu, Neil dan Bella segera mengambil pakaian, senjata, dan beberapa perabotan penting lainnya. Tak lebih dari sepuluh menit, mereka selesai berkemas.
"Baiklah, kami sudah selesai," ucap Neil. Namun, tiba-tiba ia melihat Bella membawa banyak barang, membuatnya terkejut.
"Hei, Bella, kenapa kau membawa sampai empat koper besar?!" seru Neil.
"Ini semua penting!"
"Apa maksudmu? Kau tidak bisa membawa semua itu sambil menyelamatkan orang lain."
Sudah terlihat jelas bahwa Bella nampak tak begitu mampu membawa barang-barang itu sehingga ia menyeretnya yang terkadang menimbulkan suara berdenyit akibat gesekan lantai dan juga koper yang tak memiliki roda di bawahnya.
"Kalian tidak akan menyelamatkan siapapun, kalian akan pulang ke duniaku." Tirta menyalakan prisma tersebut, bentuknya sedikit berbeda disebabkan Tirta sudah memodifikasinya.
"Tunggu! Bagaimana dengan yang lain?" Neil masih tidak percaya bahwa kelakuan Tirta sekarang sangat berbeda, ia nampak lebih gugup dari pandangan Neil.
"Tentu saja aku akan menyelamatkan mereka, itu jika masih sempat."
"Tapi apa kami akan pulang begitu saja sebelum mereka kembali?" Neil masih membantah, wajahnya nampak khawatir ketika ia harus meninggalkan yang lain.
"Tolong mengertilah, kalian adalah beban saat ini, dan ... Kalian tak memiliki kewajiban untuk menyelamatkan teman kalian, aku sebenarnya tak ingin mengatakan hal ini, tapi kalian harus mengerti situasinya."
Ketika Neil mendengar itu, ia nampak kesal. Meski kenyataannya memang seperti itu.
Sejauh ini bila tanpa Tirta, mereka berdua tidak akan bisa melakukan apapun, seperti saat menyelamatkan Lina dan Bill sebelumnya.
"Tirta, bukankah kau terlalu berlebihan mengatakan kami seperti itu?" Bella alisnya merendah menatap Tirta. Nampaknya sedikit kecewa dengan perkataan yang diucapkan oleh Tirta.
Sejenak setelah beberapa saat Tirta berpikir emosinya mulai merendah dan ia berucap pelan kepada Bella, "Kau benar, tapi untuk yang satu ini, apakah kalian siap untuk melihat kemungkinan terburuknya?"
"Kami siap!" jawab Bella dan Neil serentak.
"Baiklah kalau begitu."
Tirta menonaktifkan alat prisma tersebut dan mulai bersiap. Dia memakai sepatunya, menguncir dua rambutnya, lalu tersenyum saat hendak membuka pintu. "Benar-benar masa muda yang tak peduli dengan risiko," gumamnya. "Tapi begitulah hidup, seseorang seringkali berkembang dengan rasa sakit."
Namun, sebelum Tirta sempat membuka pintu sepenuhnya, sebuah pukulan melayang ke arahnya.
Darr!
Pukulan itu menghantam Tirta, menciptakan ledakan yang dahsyat. Tubuhnya terpental keras ke belakang, menabrak dinding apartemen. Dinding beton itu hancur berkeping-keping, serpihan material berterbangan ke segala arah. Debu dan potongan beton melayang di udara, menghujani ruangan dengan kekacauan.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Travel in a Different Sky
FantasyHidupku terasa hampa dan melelahkan. Meskipun sudah melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, aku masih terjebak dalam dunia korporasi, ekonomi, dan politik yang monoton. Tidak ada lagi orang yang percaya padaku, terutama setelah aku dipecat karena f...