Diluar Perkiraan

56 6 0
                                    

Doreran nampak begitu sombong dan itu sebanding dengan tingkat kekuatannya. Rasanya agak mengkhawatirkan, aku sendiri tak yakin, tapi jika kami tak memiliki keyakinan sama saja itu membuat kesempatan kami berkurang, jadi aku harus tetap yakin meskipun lawan kami begitu kuat.

"Kau meremehkanku?" Laruma nampak terpancing dengan ucapan dari Doreran, ia mulai melangkah ke depan.

"Bukan meremehkan, tapi kenyataannya kau memang lemah." Doreran menanggapinya dengan penuh kepercayaan diri.

Laruma mencoba maju ke depan, namun kemudian aku mengangkat tangan ke samping menghalangi jalannya, mencoba agar ia tak terlalu gegabah.

"Doreran? Kenapa kau melakukan semua ini," ucapku padanya dengan pandangan serius.

"Hentikkan, Mikka. Dia takkan mengerti perkataan kita," ucap Laruma.

Namun kemudian Doreran tertawa dengan ucapanku, setelahnya ia pun menghilang dari pandangan kami.

Ia berada di depanku, "Karena ini menyenangkan!" segera ia kemudian mengarahkan pedangnya ke arahku.

Ding!

Laruma secara sigap langsung menghadang serangan dari Doreran. Hampir saja serangannya itu mengenaiku.

Pijakan Doreran kemudian berubah, tanah yang ia pijaki di kaki kirinya turun ke bawah membuat keseimbangannya goyah.

"Menyingkir Mikka," ucap Pinova dari belakang, aku langsung menghindar seketika beberapa serangan melaju dari samping Laruma menarget Doreran.

Serangannya mengenai Doreran namun dengan mudahnya serangan tersebut bukannya melukai namun menembus tubuh Doreran.

"Menghindar!" teriak Laruma.

Doreran menciptakan suatu energi di udara, kemudian menghempaskan kami bertiga, aku terdorong ke belakang, seolah angin kuat menerpa begitu dahsyat.

Tubuhku terayun ke belakang, aku segera bermanuver dengan menancapkan senjataku ke tanah. Menggores permukaan dengan gesekan yang masih serasa berat.

"Kalian--"

Ding!

Aku menangkis serangan yang dilancarkan oleh Zero, ia tiba-tiba mencoba menyerangku di titik buta, "Kau bilang kau tak menyerang?"

"Bagaimana mungkin kau tertipu dengan peralihan kata itu, ini bukan soal harga diri sebagai petarung."

Aku tertipu, ini memang bukan film dimana seseorang berkata untuk menyerahkan pertarungan dan lainnya diam, Doreran bermain-main dengan perkataannya untuk membuat kami tidak terlalu wsspada dengan Zero, karena kami pikir Zero takkan menyerang sebelum di perintah Doreran. 

Dengan sabitnya ia menghempaskanku lebih jauh dari posisi sebelumnya, tenaganya lebih kuat dari saat dulu aku berhadapan dengannya.

Aku memutar tubuhku menapaki beberapa batang pohon dimana tubuhku akan menghantamnya, membuat sedikit gesekan untuk menurunkan gaya dorong yang dihempaskan olehnya.

Tiba-tiba dari depan terdapat sayatan angin yang menerabas pepohonan kering mengarah ke arahku, aku langsung menciptakan es untuk menahan serangan tersebut.

"Agh!"

Beberapa serangannya menembus pertahananku sehingga melukai tubuhku. Tak butuh waktu lama pertahananku hancur dengan puing-puing es yang kuciptakan pecah oleh sayatan anginnya.

Ini sudah diluar dugaanku, saat kuperhatikan lebih teliti levelnya sekarang adalah 200. Ia mengalami peningkatan sebelumnya yang masih diangka 100-an.

"Mereka memberitahuku bahwa seorang bangsawan pernah diperintahkan memburu Doreran, lalu mereka semua binasa, tapi dari kelihatannya, kau adalah bangsawan itu, lalu kau dicuci otaknya, tidakkah kau menyadarinya?"

Aku mencoba berbicara dengannya, agar dapat memberikan sedikit ruang diskusi sehingga ia tak terus-terusan menyerangku.

"Memang sempat terlintas di pikiranku, tapi tidak ada gunanya untuk menolak, bagiku Tuan Doreran adalah yang terkuat saat ini." Ia berjalan menyeret sabitnya menimbulkan suara gesekan yang cukup nyaring.

Inginnya aku mengulur waktu karena Zero kali ini benar-benar kuat, tapi nampaknya sangat alot untuk mempengaruhi pikirannya hanya dengan kata-kata.

"Jadi kau hanya mematuhi orang-orang kuat ya? Bagaimana jika aku lebih kuat darinya." Menggunakan dua senjata pisau dan kapak cukup sulit meski statusku meningkat, aku kemudian menaruh kapak di pengait belakang. Sekarang aku hanya menggunakan satu senjata Renkarna saja.

Dengan begini, aku bisa lebih leluasa menggunakan kemampuan astralku juga di tangan kananku, memang dia lebih kuat dariku, tapi aku juga memiliki sisi lain yang lebih kuat darinya juga.

"Omong kosong macam apa itu."

Tanpa banyak bicara Zero mengangkat sabitnya, ia menghantamkan senjatanya itu ke tanah membuat permukaannya membelah lalu bergerak menghantamku.

Aku segera menghindari satu-persatu, lalu dengan cepat, Zero mengayunkan sabitnya lagi, mengendalikan tanah di sekitarku.

Tanah yang berbentuk lonjong layaknya ular mulai berputar dan mendekatiku dengan kecepatan dahsyat. Aku menghindar, tetapi Zero terus memanipulasi permukaan tanah, mengubahnya kembali menjadi bebatuan merah menyala.

Detik berikutnya, ia mengirimkan pecahan batu-batu panas ke diriku. Aku berusaha bertahan, menghindari setiap serpihan yang meluncur dan juga menebasnya dengan pisau dan es.

Dia lebih mengerikan dari sebelumnya, aku pikir kekuatannya tak bisa lebih kuat lagi. Aku merasakan kekuatan Zero yang memancar melalui sabitnya, mengendalikan setiap gerakan tanah. Pilihan-pilihan terbatas, tapi aku harus menemukan cara untuk mencari celah.

Bukan celah untuk menyerang, namun celah untuk kembali kembali ke Pinova dan juga Laruma.

"Bagaimana kau mulai kuwalahan, inilah kekuatan yang Tuan Doreran berikan padaku, Tuan Doreran sudah mengambil kekuatan keempat penjaga, dan juga kekuatan raja Iblis, kalian takkan memiliki kesempatan melawannya."

"Dan apa kau pikir jika aku menyerah kau akan membiarkan kami pergi?!"

Aku terus menghalau batu-batu yang layaknya lava itu, namun bebatuan itu beberapa kali mengenai tubuhku, merusak kulit dan banyak jaringan tubuh. Terutama pecahannya, juga seperti peluru yang menembus bagian tubuhku.

Panas dan sakit.

"Tidak, tapi setidaknya kalian akan mati tanpa harus mengalami penderitaan terlalu lama." Zero terlalu berbangga diri, dia pikir aku akan takut dengan kekuatan besar.

*****

Travel in a Different SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang