Bruuuum!
Kao menginjak pedal gas, mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh ditengah ramainya lalu lintas.
Sementara itu, di Ilya Palace, ruanganan yang akan dijadikan wadah acara peresmian telah di penuhi oleh orang-orang yang memiliki kartu undangan. Ruangan yang dihias dengan warna dasar putih, Gulf tak tau kalau dekorasinya akan sangat berbeda. Tidak, Gulf tidak keberatan dengan dekorasi yang menawan itu. Namun, duduk di atas kursi beludru berwarna putih, di hadapan orang banyak, rasanya seperti kembali ke masa lalu, masa dimana ia dan Mew saling bertukar janji suci.
Kao menghentikan mobilnya didepan gedung yang menjulang tinggi, Ilya Palace. Pria yang tergesa-gesa itu memarkirkan mobilnya sembarangan dan segera memasuki Ilya Palace.
Di lobi, Kao dihadang oleh beberapa pria berjas hitam yang bertugas mengamankan gedung. Mereka tak akan membiarkan orang mencurigakan masuk, sesuai dengan perintah yang mereka terima.
"Minggir!" ucap Kao pada pria yang menahannya.
"Maaf, tapi Anda memiliki keperluan apa?" tanya salah satu pria, tamu undangan tak seharusnya bersikap agresif.
"Aku ingin masuk," jawab Kao.
"Tolong perlihatkan kartu undangan Anda," pinta penjaga yang masih menahan Kao dengan kuat.
"Undangan apa? Istriku ada di dalam." kekeh Kao.
"Tidak bisa, Pak. Tidak perduli apakah itu istri Anda atau orang tua Anda, undangan diberikan secara personal, Anda tidak bisa masuk tanpa itu."
Lampu didalam ruang peresmian tiba-tiba meredup, semua orang yang ada didalam ruangan menatap kesegala arah dan mulai berbisik satu sama lain, hingga cahaya menyorot ke arah pintu yang baru terbuka, tempat dimana pria penuh wibawa berada.
Mew tersenyum ramah dibawah cahaya, perlahan kakinya melangkah diatas karpet yang tergelar menuju panggung, menghampiri kursi kosong yang letaknya tepat disamping Gulf.
Gulf termangu menatap Mew yang dengan gagah melangkah kearahnya, percis seperti sembilan belas tahun yang lalu saat Mew melewati altar dihari pernikahan mereka.
Mew mendudukkan bokongnyga pada kursi beludru putih yang masih kosong setelah menyambut tamunya. Lalu, tepuk tangan menggema saat lampu kembali menyala.
"Selamat datang, Tuan Gavrie." sambut pembawa acara tiba dari sudut panggung.
"Jadi itu kau? Pemilik Ilya Palace?" batin Gulf mematap Mew yang duduk di sampingnya.
"Selamat malam dan selamat datang untuk semua tamu undangan yang pastinya sangat berbahagia. Karena kita sudah berada di Ilya Palace, dan pemilik sekaligus pendirinya sudah ada di sini, mari kita dengarkan alasan Ilya Palace didirikan."
Mew kembali tersenyum dan menatap semua tamunya. " Terimakasih karena tertarik dengan itu," ujar Mew setelah mic dinyalakn. "Sembilan belas tahun lalu aku bermimpi untuk membangun istana megah, aku berjanji pada seseorang, kami membangun pondasinya dengan sangat kokoh. Tiga tahun kemudian, anugrah yang sangat berharga turun pada kami, anugerah itu membantu kami mendirikan tembok dan atap, istanaku sudah hampir sempurna. Namun, aku teledor. Pada tahun ke lima belas setelah mimpiku itu, atap istanaku runtuh. Lalu aku sadar jika selama lima belas tahun aku tidak pernah mengecat ulang dinding istanaku, aku tidak memperhatikan tembok yang retak. Lebih parahnya, aku bahkan tidak mampu membangun pagar untuk melindungi istanaku. Pondasi yang ada tidak sekokoh impianku. Tapi tidak masalah, itu salahku. Aku hanya punya tekad, bagaimana bisa mengharapkan pondasi yang sebegitu kokoh?" jelas Mew. Sementara disamping Gulf hanya diam. Sebab, diantara banyaknya orang, mungkin hanya Gulf yang mengerti maksud Mew.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENNUI 2 : PERFECT
Fanfiction"Kau selalu terobsesi dengan kesempurnaan, aku akan menunjukkan padamu apa itu sempurna." Kehidupan terkadang membuat manusia kalap, ambisi mereka untuk meraih kata sempurna membangkitkan keegoisan dalam jiwa. Tak akan ada kata sesal dalam hidup si...