Angin cukup kencang menjadikan malam semakin dingin. Sepasang kaki melangkah lunglai menyusuri tepian jembatan penyebrangan jalan.
Perih tak hanya terasa di pipinya yang memerah, tapi juga lengannya yang terluka, dan perasaannya. Win Yelah meluapkan segala kepada Gulf, benar-benar segalanya hingga Win merasa memiliki ruang hampa yang terlalu luas di dalam dirinya.
Win berhenti di tengah-tengah jembatan, menyandarkan kedua tangannya dan memperhatikan kesibukan jalan raya di bawahnya. Jika jatuh ke bawah sana, akankah ia mati? Jatuh dari ketinggian, apakah akan terasa sangat bebas?
Cukup lama menatap ramainya lalu-lintas, hingga ia tau satu hal, bahwa memanjat pagar jembatan penyebrangan jalan tak akan sesulit bertahan hidup dengan perasaan yang ia alami sekarang.
Mungkin apa yang Gulf katakan tentang Win benar, bahwa Win tidak berguna. Apa yang Win harapkan tak pernah berwujud bagaimana Win merencanakan dan mengusahakannya.
"Halo, Alice?" Mew mengangkat panggilan yang masuk sembari menunggu lampu merah. Up yang duduk di kursi supir hanya bisa melirik Mew sejenak karena harus tetap fokus pada jalanan.
"Bisakah kita bertemu?" tanya Alice dibalik panggilan.
"Sekarang? Ini sudah terlalu larut, kan?" tanya Mew santai.
"Hiks, papa dan daddyku bertengkar, aku pergi dan tidak tau harus kemana, bisakah aku menunggumu?"
"Kau di mana? Kau baik-baik saja?" tanya Mew seolah dia benar-benar peduli pada putri Kao itu.
"Aku di Ilya Palace, di tempatmu. Papaku tau kalau daddyku akan punya bayi dengan orang yang ia kencani, mereka bertengkar. Hiks, saudara tiriku gagal dalam ujiannya dan dia menyalahkan aku juga. Papaku juga bertengkar dengannya."
Mew melirik Up yang duduk di sebelahnya, entah apakah yang Alice maksud sebagai orang yang Kao kencani itu adalah Up atau bukan.
"Lalu dimana saudaramu? Kau bersamanya?" tanya Mew.
"Tidak, aku pergi karena aku takut, papa terus memukulnya, dan daddy tidak bisa menghentikannya, mereka terus bertengkar."
"Jangan kemana-mana, aku dalam perjalanan."
"Ada apa, Tuan?" tanya Up.
"Alice menelpon, dia menunggu di Ilya Palace."
Up mengerutkan dahinya, "selarut ini?"
"Orang tuanya bertengkar, karena Kao menghamili selingkuhannya, itu bukan kau, kan?" tanya Mew.
Up menelan ludah, "te-tentu tidak, tidak mungkin. Saya hanya bermain-main, Tuan."
"Katakan sekarang, apa yang kau mainkan."
"Kao mengambil dari anda dengan cara yang kotor, saya hanya membalasnya, membantu Gulf merasakan bagaimana jika pasangannya meniduri orang lain. Tapi saya tidak tidur dengan Kao, dia mabuk, saya melepaskan pakaian kami dan membiarkannya merasa dia mendapatkan saya." jelas Up panjang lebar, dia hanya tidak ingin Tuannya salah paham.
"Lalu bagaiman dengan bayi yang dikatakan Alice?" tanya Mew lebih tegas.
"Itu sama sekali tidak nyata, Tuan. Saya hanya ingin Kao merasa tertekan, jadi Gulf bisa menyalahkannya, saya hanya ingin mereka goyah."
Mew menghela napas dan memijit keningnya sesaat, Up benar-benar bertindak cepat tanpa memikirkan banyak hal.
Belum sempat Mew kembali membuka suara, lampu akhirnya menyala hijau. Tepat saat mereka melaju tak terlalu kencang, Mew menyipitkan untuk melihat sosok yang tampak samar di atas jembatan penyebrangan jalan, remaja yang menatap kosong ke arah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENNUI 2 : PERFECT
Fanfiction"Kau selalu terobsesi dengan kesempurnaan, aku akan menunjukkan padamu apa itu sempurna." Kehidupan terkadang membuat manusia kalap, ambisi mereka untuk meraih kata sempurna membangkitkan keegoisan dalam jiwa. Tak akan ada kata sesal dalam hidup si...